CHAPTER 19: PERGI BERSAMA

38 3 0
                                    

"How cute."
~Alfa

~•~•~

"Lo mau beli buku apa?" tanya Alfa saat mereka memasuki toko buku. Menatap ke arah Lyvia yang tengah berada di rak bagian novel fiksi. Sepertinya, Lyvia ingin membeli novel bergenre roman atau teenfiction. Terkadang perempuan sangat menyukai cerita yang di dalamnya terdapat drama percintaan. Apalagi, jika terdapat adegan yang membuat hati berdebar-debar. Memberikan sensasi yang tak dapat dilupakan.

"Nggak tahu. Aku mau lihat-lihat dulu," ucap Lyvia bersamaan dengan gelengan di kepalanya. "Kalo kamu bosen, pulang duluan aja nggak papa."

Alfa berjalan menghampiri Lyvia dan mensejajarkan tubuhnya di samping perempuan itu sembari mengedarkan pandangan. "Gue temenin."

Lyvia menggeleng lagi. Kepalanya terangkat untuk menatap wajah rupawan Alfa. "Aku nggak mau ngerepotin kamu."

"Siapa yang bilang?" tanya Alfa mendesis tak suka.

"Aku," jawab Lyvia mengedipkan bola matanya.

"Nggak! Gue temenin."

Hingga tak terasa tatapan mata mereka berdua saling beradu. Alfa tetap mempertahankan wajah datarnya. Namun, tatapan mata Lyvia yang terlihat lugu dan polos membuat perempuan itu nampak seperti anak kecil.

"How cute," batin Alfa sambil menahan kedutan di bibirnya.

Lyvia memiringkan tubuhnya ke samping. Jemarinya tampak ditautkan di balik punggung. "Nama kamu Alfa, kan?"

"Iya. Kenapa?" Alfa mengangkat sebelah alisnya.

"Ternyata, kamu lebih tampan kalo dilihat dari deket," ucap Lyvia memberikan seluas senyum pada Alfa.

Saat itulah, Alfa membeku di tempatnya. Lyvia tersenyum dengan kelopak mata yang dipejamkan seperti bulan sabit. Membuat Alfa menundukkan kepala guna menyembunyikan semburat merah di rongga pipinya. Jadi, begini rasanya jatuh cinta. Pantas saja setiap kali Vero jatuh cinta, lelaki itu sangat bersemangat dan berapi-rapi. Sekarang ia mengerti.

"Kamu kenapa?" tanya Lyvia hati-hati. Takut bila perkataanya disalah artikan oleh Alfa. Ia bermaksud baik dengan memuji ketampanan lelaki itu. Sepertinya, ia salah menduga. Alfa malah menundukkan kepala seperti orang yang sedang menahan emosi.

Setelah rona merah di pipinya mulai memudar, Alfa menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya pelan. "Gue nggak kenapa-napa."

"Kamu marah?"

"Nggak," bantah Alfa seraya mengusap tengkuknya.

"Beneran?" ulang Lyvia sembari menatap khawatir pada Alfa.

"I-iya." Alfa merutuk dirinya ketika menjawab pertanyaan Lyvia dengan tergeragap. Bisa dipastikan ia nampak mirip bagai orang yang sedang dimabuk asmara.

Sadar atmosfer di sekitar mereka semakin canggung, Alfa mengurungkan niatnya untuk membuka suara. Tubuhnya berbalik menuju deretan kursi yang sengaja disusun bagi para pengunjung. Saking malunya, ia sampai meninggalkan Lyvia tanpa berucap. Kebiasaan buruk itu kembali terulang. Dan hari ini terjadi pada Lyvia. Ia tidak bisa membayangkan reaksi Lyvia nantinya. Pasti perempuan itu  sangat kesal dengan tingkah lakunya yang seperti seorang pengecut. Payah.

Lyvia tersentak sembari menatap tubuh Alfa yang kian menjauh. Lelaki itu membuatnya bingung. Apa ia berbuat kesalahan hingga membuat Alfa pergi meninggalkannya? Sejurus kemudian, netra matanya menatap ke susunan buku yang terletak di tengah rak. Mendadak otaknya berputar setelah membaca salah satu judul buku yang tertera di sampul depan. Usai puas menatap buku tersebut, Lyvia melesat menghampiri Alfa. Ia berusaha memanggil Alfa, namun suaranya tidak terlalu terdengar karena teredam oleh keramaian.

Alfanzo (Love is a Choice) Where stories live. Discover now