Eleven

757 26 2
                                    

"gue suka sama lu, lu mau jadi pacar gue?"

"HAH?!!!"

Devanda membelalakkan matanya mendengar penuturan jati yang mengatakan bahwa dirinya menyukai devanda.

"Eum... Eum... Iya gue mau."

"Mau apaan?"

"Gue mau jadi pacar elu."

(Dev Jan lupa PJ ye -author
PJ apaan Thor? -devanda
Pajak jadian, masa begitu aja kaga ngerti lu -author
Iya deh ntar gua traktir -devanda
Asik ntar gua makan enak, dahlah back to story>> -author)

Jati tersenyum lalu memegang tangan devanda dan satu tangannya mengelus pipi over devanda dengan lembut.

"Ekhem, udah ada yang jadian nih." Jati dan devanda dikagetkan dengan suara seseorang yang entah kapan mereka masuk ke kamar inap devanda.

"Loh mama sama papa udah dateng? Kok ga bilang jati dulu." Nina terkekeh kecil lalu melihat ke arah wajah devanda dan mendapati gadis itu tampak malu. Devanda menutup wajahnya dengan tangan kirinya karena malu.

"Yaudah lanjutin dulu sana." Setelah mengatakan itu Nina dan Robbin keluar dari kamar inap devanda.

Jati kembali menengok ke arah devanda dan mendapati gadis itu masih menutup wajahnya dengan tangan kirinya. Jati meraih tangan kiri devanda lalu menggenggamnya.

"Malu?" Devanda mengangguk tapi matanya tertutup rapat. Dia masih malu karena kedatangan Nina dan Robbin tadi.

Jati terkekeh, dia mengelus Surai devanda hingga devanda membuka matanya untuk melihat apa yang jati lakukan.

"Oh ya, aku mau ngomong sama kamu." Ucap jati, tangannya masih mengelus Surai devanda.

"Mau ngomong apa?"

"3 hari lagi, aku mau ke Kalimantan buat tugas operasi dan aku disana 2 bulan." Devanda yang awalnya tampak tersenyum ceria langsung merubah mimik wajahnya menjadi tersenyum tipis, senyuman yang bahkan seperti senyuman sedih.

"Aku kapan boleh pulang?" Tanya devanda berusaha mengalihkan topik pembicaraannya dengan jati. Dia menatap lekat wajah tampan jati.

"Besok." Jawab jati, dia tak berani menatap wajah devanda. Dia mengerti jika devanda melemparkan senyuman sedihnya pada jati, maka dari itu jati tidak berani menatap mata atau bahkan wajah devanda.

"Ya udah kalo gitu aku mau istirahat dulu, kamu belum makan kan? Makan dulu sana ntar sakit." Devanda kembali merebahkan tubuhnya di ranjang itu.

Jati tetap diam dan tidak berani untuk beranjak dari tempat duduknya. Tapi setelah devanda merebahkan tubuhnya, ia beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke kantin rumah sakit.

Setelah mendengar suara pintu tertutup, devanda membalikkan posisinya menjadi terlentang.

Tak sadar, devanda menjatuhkan air matanya. Ia merasa tidak ada orang yang berada di sampingnya saat ia membutuhkan seseorang sebagai teman ceritanya. Akhir-akhir ini devanda terlalu emosional, entahlah mungkin karena devanda sedang lelah.

Setelah lebih dari 2 menit devanda menangis, akhirnya ia tertidur lelap tanpa menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya saat sedang menangis tadi.

Sementara itu...

Setelah keluar dari ruangan devanda, jati memang memiliki niatan untuk pergi ke kantin rumah sakit. Tapi saat ia akan berjalan, ia mendengar suara tangisan devanda. Suara tangisan yang menyedihkan. Jati membalikkan badannya dan melihat wanita yang tengah menangis di ranjang rumah sakit itu.

Jati mendekati kembali pintu ruangan devanda, ia melihat devanda menangis dengan tangan yang terkepal kuat. Hatinya terasa sesak saat melihat devanda menangis dengan suara yang menyedihkan. Jati terus melihat pergerakan yang devanda lakukan, rasanya ingin sekali ia masuk dan memeluk kekasihnya itu, tapi devanda pasti akan menolaknya.

"I am sorry, dear..."

Tanpa sadar, air mata jati lolos begitu saja. Dia melihat devanda tampak mengusap air matanya kasar lalu membalikkan badannya menjadi terlentang dan tertidur.

Jati duduk di kursi yang berada di depan ruang inap devanda. Dia mengacak rambutnya kasar. Berkali-kali jati menghela nafas panjang, tapi ia tetap tidak bisa tenang jika melihat devanda menangis seperti ini.

Dengan berani, jati berjalan ke arah pintu ruang inap devanda dan masuk. Dia melihat pemandangan yang tenang. Devanda tertidur pulas dengan alat bantu pernafasannya. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan, matanya juga sembab karena devanda menangis selama 2 menit yang lalu.

Dengan sangat hati-hati, jati duduk di kursi samping ranjang devanda dan mengambil tangan devanda lalu menggenggam tangan itu. Jati menggenggam tangan devanda dengan erat, dia terus memandang wajah cantik devanda yang sedang tertidur pulas itu.

Hingga jati menyadari bahwa mata devanda nampak mengeluarkan air mata. Padahal mata devanda tertutup rapat diiringi dengan suara alat jantung devanda yang mulai tidak stabil. Dengan panik, jati langsung memanggil dokter untuk mengecek keadaan devanda.

Jati menunggu di luar ruangan devanda dengan raut wajah gelisah, takut, semuanya campur aduk. Berulang kali jati mengacak rambutnya frustasi, ia terus berdoa agar devanda tetap sehat dan dapat menemani jati hingga ia pergi dan pulang tugas nanti. Ia tak berani mengabari Nina dan Robbin soal ini, karena ia tahu jika ia memberi tahu ini semua pada Nina dan Robbin, pasti Nina akan sangat khawatir dengan keadaan devanda.

Hingga akhirnya jati melihat dokter yang menangani devanda keluar dari kamar devanda dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Pasien tidak apa-apa, tadi pasien hanya shock karena tekanan darahnya yang rendah karena sebelumnya tekanan darahnya selalu stabil dan tidak pernah rendah. Sebelumnya kami meminta izin kepada bapak untuk mengizinkan kami memanggil psikiater untuk memeriksa mental pasien." Ucap dokter yang menangani devanda. Dokter tersebut menjelaskan semua itu dengan raut wajah sedih.

"Boleh, dok." Ucap jati menyetujui permintaan dari dokter yang menangani devanda itu. Ia sangat terkejut saat mendengar bahwa dokter yang menangani devanda ini akan memanggil psikiater untuk memeriksa mental devanda.

"Kalau begitu kami ijin pergi dulu, pasien sudah boleh dijenguk kembali, ya." Ucap dokter tersebut lalu pergi meninggalkan jati.

Jati masuk ke dalam ruangan devanda sambil menatap wajah cantik devanda. Air mata jati seketika jatuh saat mengingat perkataan dokter tadi. Dia merasa sangat bangga bisa memiliki devanda, baginya devanda adalah orang yang kuat.

Jati mengambil tangan devanda dan menggenggamnya erat. Dia duduk di kursi samping ranjang devanda. Jati menundukkan kepalanya, ia tak bisa melihat wajah devanda. Hingga akhirnya jati memberanikan diri untuk melihat wajah devanda, ia melihat kelopak mata devanda mengeluarkan air mata. Sudah dua kali devanda selalu mengeluarkan air matanya, padahal matanya terpejam.

Jati mencium tangan devanda lalu mendekatkan bibirnya pada telinga devanda. "I know you're strong, come back in my arms, baby. Kamu orang yang kuat, I know all that, you have to fight...." Ucapnya pada telinga devanda.

Jati terus menemani devanda, ia rela untuk mengambil cuti selama 1 hari ini.

Jati terus mengelus Surai devanda sementara tangannya masih menggenggam tangan devanda.

Hingga jati merasakan tangan devanda sedikit bergerak, dengan cepat ia menengok ke arah devanda dan mendapati devanda tengah menatapnya sembari tersenyum.

Jati membalas senyuman devanda dengan senyuman manisnya.

Devanda membalas genggaman tangan jati dengan erat. Dia masih tetap menampilkan senyumannya pada jati. Senyuman yang berbeda. Senyuman yang lemah dan terkesan menyedihkan. Mungkin orang yang melihat senyuman devanda akan merasa iba dengan anggota densus 88 yang sedang tergeletak lemah di ranjang rumah sakit dengan bekas operasi di pundak kanannya.




"In 3 days you will go to Kalimantan, use your time to rest, don't be too tired, I love you...."





Dahlah mau nangis lagi di pojokan gegara kri nanggala, mana tenggelamnya deket banget sama kota aku :(

Let Me Love YouWhere stories live. Discover now