Hold Me Tight | 08

2.1K 232 27
                                    

"Ini untuk apa, Pa?" masih sama seperti lima menit yang lalu, Samudra masih menatap heran laptop keluaran terbaru yang disuguhkan di hadapannya.

"Buat kamu dong, Sam!" seru Papa yang baru kembali setelah mengambil air putih di dapur. Duduk, mengambil posisi di samping Benua. Merangkul si bungsu, seolah lupa dengan sikapnya semalam. Sementara Benua, meski anak itu masih menyimpan kecewa, ia mencoba abai pada perasaannya. Toh juga sudah biasa baginya untuk menimbun segala macam rasa.

Samudra mengernyitkan dahi, bingung, "Kan baru semester kemarin Sam ganti laptop? Masih bagus, masih berfungsi dengan baik. Nggak perlu beli baru gini, Pa." bukan tak bersyukur atau berterima kasih pada Papa, tapi bagi Samudra ini benar-benar berlebihan, dan membuang-buang uang sementara di luar sana ada banyak sekali orang yang hidup dalam kekurangan.

"Nggak masalah, Nak. Itu sengaja Papa beli karena kamu sudah bikin Papa bangga. Hadiah khusus untuk kamu!" Papa menyandarkan punggungnya di sofa, menepuk pundak Benua, menolehkan wajahnya lalu bertanya "Bukankah Papa wajar Ben seperti itu? Nggak berlebihan kan?"

Benua yang raganya ada di situ, tapi pikirannya sedang pergi entah ke mana pun sedikit tersentak saat dilempar pertanyaan, membuatnya gelagapan dan berakhir menjawab sekenanya, "H-hah? Oh iya. Nggak kok."

"Ooo kalau nggak ini laptop barunya biar buat Benua, Pa! Keyboard laptop Benua udah ada yang error, kasian dia jadi kesusahan buat ngerjain tugas." usul Samudra begitu bersemangat. Ia ingat betul ketika kemarin malam, tepatnya tengah malam, Benua mengetuk-ngetuk pintu kamarnya hanya untuk meminjam laptop untuk menyelesaikan tugasnya. Masalahnya ada pada spasi, huruf A, dan L pada keyboard miliknya, membuatnya lambat mengerjakan tugas.

Tapi Papa langsung melepaskan rangkulannya pada Benua, lalu menjawab dengan cepat, "Eh no no, big no! Sedari kecil kalian sudah Papa didik untuk bekerja keras jika menginginkan sesuatu. Termasuk Benua meski ada dalam banyak batasan. Jadi kalau Benua mau laptop baru Benua juga harus berusaha. Nggak perlu nilai sempurna seperti kakak, nanti yang ada Benua malah tumbang kalau memaksakan diri. Iya kan? Cukup dinaikkan sedikit saja, lalu jaga kondisi kesehatan kamu. Papa bakal belikan yang sama persis atau bahkan lebih bagus dari punya kakak. Oke, Nak?"

Benua nampak memaksakan senyum, "Siap Pa. Laksanakan!" dengan gestur hormat. Tapi Papa bahkan belum liat nilai Benua, Pa. Nilai Benua juga naik kemarin. Papa nggak penasaran? Nggak pingin tau? Ah, Papa pasti udah nganggap kalau Benua masih sama bodohnya.

Papa lalu beralih pada kantung besar berlebelkan toko buku terkenal, Gramedia.

"Itu apa lagi, Pa?" mengundang pertanyaan Samudra yang kembali dibuat bingung.

"Ini buku-buku buat persiapan Samudra. Ini Papa sampai tanya-tanya ke anaknya teman Papa yang ambil kedokteran loh. Mulai nanti malam bisa Samudra baca-baca, anggap aja pemanasan sebelum masuk bangku kuliah." jawab Papa, mengeluarkan satu-persatu buku milik anak kedokteran yang jumlahnya ada lima itu.

Samudra menghela nafas kasar. Oh ayolah! Bahkan Samudra pun belum mengambil keputusan!

"Eh Sam, SNMPTN besok kamu ambil pendidikan kedokteran kan? Jangan kampus lain selain jas kuning, ya?" hanya nada bicaranya saja yang diberi penekanan, terdengar seperti pertanyaan, padahal yang sebenarnya adalah sebuah paksaan.

"Sebenarnya Sam ingin lintas jurusan Pa, Sam ingin ambil soshum di SBMPTN nanti." Samudra memberanikan diri, mengungkapkan apa yang menjadi keinginan dan pilihannya.

"Nggak bisa gitu dong Sam, kamu tau ucapan Papa mutlak, kan? Ngapain repot-repot SBMPTN? Belajar yang maksimal dan naikan nilai jadi kamu bisa lulus SNMPTN." tak ada nada tinggi atau gurat marah di wajah Papa, masih santai seperti biasa, semata karena ada Benua di sana.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang