Bab 1 : The Atlet

558 85 3
                                    




Recommended Song :
Taylor Swift — Wildest Dreams




"First time I saw you, my heart was drawn and wanted to know you deeper and deeper like crazy."




















Setting cerita ini sekitar tahun 2020 sampai tahun 2022, saat masa virus covid berlangsung. Cerita ini fiksi dan tidak ada niatan ingin mengubah sejarah atau kejadian nyata di tahun itu.

Oke , happy reading..











May, 2020

“Presiden mengintruksikan ke pemerintah kabupaten/kota untuk merumahkan seluruh siswa dari PAUD hingga SMA/SMK dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di rumah. Hal ini dikarenakan virus corona yang semakin—“

Windy mematikan siaran TV itu dengan kesal. Libur selama dua minggu? Yang benar saja? Ia baru saja merasa senang karena bisa masuk sekolah lagi setelah libur lama karena ia mengikuti berbagai perlombaan. Tapi harus libur? Bahkan ia belum mengenal baik teman sekelasnya sendiri.

Karena ia jadi atlet pelatnas PBSI.

Karena masuk tim nasional, tentu ia jadi jarang masuk sekolah. Ia hanya masuk 2 atau 3 kali dalam seminggu, itupun selama 4 jam saja tidak full. Selebihnya ia harus berlatih. Kadang ia bisa tidak masuk seminggu lebih jika sedang mengikuti perlombaan. Windy sudah menyukai badminton sejak kecil itulah kenapa menjadi atlet adalah mimpinya. Saat SD ia masuk ke PB Djarum dan ia juga aktif mengikuti berbagai lomba. Sudah banyak medali yang ia raih. Dan saat ia masuk SMA, ia akhirnya menjadi tim nasional dan berlatih di pelatnas.

“Gue cuma kenal  sama teman sebangku doang. Yang lain gue gak tau namanya. Miris sekali.” Windy mengacak rambutnya frustasi. Ia hanya kenal teman semejanya yaitu Nayla. Yang lain ia tidak tahu namanya.

“Lagian kalau gue di pelatnas full dua minggu yang ada bosen. Hah, kenapa harus ada corona di dunia ini?” Windy berguling kesal di atas sofa. Virus yang sedang menyebar ke seluruh dunia itu kabarnya sangat berbahaya dan belum ada obat atau vaksin yang bisa menyembuhkannya. Sampai kegiatan sekolah juga diliburkan.

“Lagian gue males banget ketemu Helena,” sambungnya. Membuatnya malas untuk kembali ke pelatnas besok lusa. Melihat mukanya saja, Windy merasa ingin kembali ke rumah. Tapi apa boleh buat, ia harus tetap berlatih kan?

“Kapan kamu ke pelatnas?” suara sang Mama—Cindy—terdengar. Cindy muncul dari arah kamar dan menghampiri Windy di ruang tamu.

“Lusa,” jawabnya singkat.

“Siapin barang-barang kamu sana daripada ngomel gak jelas depan TV.” Cindy meletakkan sepiring potongan semangka ke atas meja. Melihat anak satu-satunya dengan geleng-geleng kepala.

“Iya gampang. Vio mau nyantai dulu.”

“Jangan sering keluar kalau gak penting. Kalau mau keluar pakai masker, jaga jarak juga dengan orang lain. Virus ini jangan dianggap remeh. Sudah banyak korban yang berjatuhan jadi jaga kesehatan,” nasehat Cindy. Ia mengelus kepala Windy pelan.

“Vio tahu, Ma.”

Cindy menatap Windy lurus. “Sejak Papa dipenjara, Mama cuma punya kamu.”

Tubuh Windy langsung kaku. Kalau membahas sang Ayah, Windy suka kesal dan sedih sekaligus. Ya, Ayahnya memang dipenjara. Dan jujur, Windy malu sekali punya Ayah yang dipenjara. Itupun masuk penjara karena kesalahannya sendiri. Ayahnya menerima uang suap dan kasus terkuak setelah beberapa tahun kemudian. Ayah yang selama ini ia jadikan panutan dalam hidup ternyata melakukan hal memalukan. Kadang Windy juga merasa sedih karena tidak bisa bertemu Ayahnya selama belasan tahun. Tapi di sisi lain, Windy juga muak juga.

When Windy Falls In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang