Bab 6 : Hidden Story

365 62 3
                                    


Di part ini akan terungkap siapa Windy itu sebenarnya 👀








Recommended Song :
Harry Styles — Falling












"The masterpiece of my work is you."


















“Emang ke Royal Real Estate mau ngapain?” Windy membuka percakapan selama jalan kaki menuju apartemen mewah itu. Berjalan beriringan dengan cewek asing ini yang Windy belum tahu namanya.

“Ah, temen gue tinggal disana,” jawabnya. Terlihat celingukan entah mencari siapa. Windy ikut celingukan untuk mencari orang yang cewek ini cari. Perasaan di sekitar sini sepi, maklum karena sudah malam. Bayangkan cewek ini kelayapan di kota orang dan tidak membawa apa-apa. Windy tak bisa membayangkan itu. Kasihan juga sebenarnya.

“Dimana juga para kunyuk itu?” gumamnya pelan.

“Sebenarnya gue kesini bareng dua asisten gue. Mereka kemana coba? Apa jangan-jangan lagi nyari gue, ya?” lanjut cewek itu sambil menatap Windy.

Windy juga ikut bingung. “Mungkin kali, Kak.” padahal dalam hati Windy sedikit terkejut. Gadis dewasa ini membawa dua asisten? Pasti dia dari keluarga berada. Tapi terlihat juga dari pakaian yang dipakai sekarang. Terlihat modis dan elegan.

“Yasudah, gue masuk dulu. Adek pulang sendiri gapapa? Atau gue suruh temen gue keluar buat nganterin?”

“Gak usah, Kak. Udah biasa gue pulang malem,” tolak Windy halus. Tak mau berlama-lama disini dan takut Cindy mencarinya, Windy buru-buru berbalik dan berlari. Tak lupa melambaikan tangan dulu ke gadis tadi sebelum pergi meninggalkan apartemen mewah itu. Dan dalam perjalanan menuju rumahnya, Windy tersadar akan sesuatu.

“Gue lupa tanya namanya.” Windy menepuk jidatnya sendiri. Harusnya bus nya tadi turun ke halte dekat rumahnya, tapi karena harus ke Royal Real Estate mau tak mau turun di halte yang berbeda. Dan membuat Windy harus berlari menuju rumahnya. Seperti kejadian 5 bulan lalu.

“Udah 5 bulan…” lirihnya. Ia tersenyum kecut. Takdir? Sekarang Windy tidak peduli. Mau takdir atau bukan Windy tidak peduli. People come and people go. Windy sudah terbiasa akan hal itu. Orang datang kehidupannya lalu pergi begitu saja. Windy sudah biasa. Tidak mau berekspektasi apapun.

Setelah cukup lama berlari, Windy sampai dirumahnya yang pintunya tertutup. Kawasan perumahan ini juga sudah sepi. Mungkin karena sudah malam dan musim corona. Windy menetralkan nafasnya terlebih dulu lalu membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Ia membukanya dan lampu ruang tamu dalam kondisi mati. Pasti Cindy sudah tertidur. Windy memilih langsung memasuki kamarnya dan merebahkan tubuhnya ke kasur. Hari yang melelahkan.

“Gue telepon Nayla kali, ya?” karena bingung harus apa, Windy meraih ponselnya dan menghubungi Nayla. Satu-satunya teman sekolah yang dekat dengannya. Di pelatnas pun ia juga jarang bermain ponsel karena Windy sibuk berlatih dan ingin fokus. Ia hanya membuka ponsel untuk mengecek ada panggilan masuk atau tidak. Lalu untuk memberi kabar ke Cindy. Selain itu Windy tidak menyentuhnya lagi. Untuk sosmed, Windy juga tidak terlalu aktif disana.

“Halo? Tumben lo nelpon gue. Ada apa?”

“Hehe, gabut aja. Lo lagi ngapain?”

When Windy Falls In Love Where stories live. Discover now