Bab 2 : I Know You

377 78 1
                                    



Ayo tebak-tebakan Nakula bisa kenal Windy darimana????👀










Recommended Song :
Taylor Swift — I Can See You (Taylor's Version) (From The Vault)


























Buat apa juga Nakula membawanya ke taman? Dan jujur saja, Windy benci tempat ini. Terutama apartemen mewah depan sana. Belum lagi di seberang apartemen itu ada sekolahnya yang sangat Windy benci. Kalau bisa memutar waktu, Windy tidak mau bersekolah disana.

“Lo sering kesini?” tanya Windy datar. Ia menyadari gelagat Nakula yang tampak mengenali tempat ini. Mungkin Nakula tinggal tak jauh dari sini.
 
“Lo juga, kan?”

Windy makin mendelik. “Lo beneran penguntit, ya? Ngaku! Gak usah berlindung dibalik kata fans.”

Nakula duduk di salah satu bangku dan mendesah nafas panjang. “Lihat tuh almamater lo, SIHS. Udah jelas?”

Sontak Windy langsung menunduk dan ia baru sadar kalau memakai almamater sekolahnya. Pantas ia merasa hangat padahal udara malam ini dingin. Ia juga mengabaikan perintah Cindy untuk memakai jaket karena ia sudah merasa hangat. Ternyata ia memakai almamater sekolahnya.

“Lo juga sekolah disana?” Windy ikut duduk. Melihat pemandangan taman di tengah suasana malam.

“Gak. Emang gue terlihat semuda itu sampai dikira masih anak sekolah?”

Ganti Windy yang terkejut. “Lo seumuran sama gue, kan? 17 tahun?”

“Gue 22 tahun.”

“Apa??” Windy otomatis menggeser duduknya sampai ke pinggir. Ia kembali merutuki ketololannya karena berbicara tidak sopan ke orang yang lebih tua! Bahkan tadi ia sampai menendang kaleng ke dahinya. Sial sekali hari ini. Windy jadi tidak bisa menatap wajah Nakula karena merasa malu.

“Kenapa? Baru sadar karena udah bicara gak sopan?” sindir Nakula. Terkekeh pelan melihat muka panik. Seketika Windy jadi puppy padahal tadi bagaikan singa betina yang ganas. Nada bicaranya juga tinggi dan melengking.

“Maaf.”

“Gapapa. Gue jadi tahu sifat asli lo gimana. Lo emang suka bar-bar gini?”

“Mana ada?! Gue gak bar-bar! Gue tuh—“ kalimat Windy terhenti saat Nakula menatapnya intens. “—cuma agak berandalan dikit,” sambungnya. Mengakui dirinya sendiri.

“Gue gak kaget. Terbukti lo kabur karena habis berantem sama nyokap. Bukannya minta maaf. Pasti lo tadi bentak-bentak dia, kan?”

“Iya,” jawabnya pasrah.

“Terus? Gak mau balik? Atau masih tetap disini? Gue gak mau disalahin karena membawa kabur anak orang.”

“Gue gak mau balik.”

Nakula membiarkan saja. “Terserah. Tapi jangan bawa-bawa gue dalam masalah lo.”

Windy tidak menjawab. Ia menunduk dan menatap sepatunya sendiri. Sembari menikmati semilir angin malam yang menerbangkan rambut panjangnya. Sejenak Windy kembali penasaran, kenapa Nakula membantunya padahal dia orang asing? Tapi Windy juga yakin kalau Nakula tidak punya niat jahat. Hanya saja, ia masih penasaran. Nakula punya kesan misterius dibalik wajah tampannya.

“Gue harus manggil lo apa? Kak Nakula? Atau Nakula aja?” tanya Windy memecah keheningan. Mendongak dan menatap Nakula dari samping.

“Kalau lo masih punya sopan santun, panggil gue Kak.”

When Windy Falls In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang