Chapter 07. Ketukan

138 42 184
                                    

Rania dan Andre berjalan mendekati jendela, lalu keduanya mengintip keluar guna melihat siapa sebenarnya yang sedang mengetuk pintu. Tampaklah seseorang dengan jaket hitam, sekujur tubuhnya tertutup kecuali bagian mata, dia menggunakan tangan kanannya untuk mengetuk sedangkan tangan yang satunya lagi tersembunyi di dalam saku jaket.

Usai menyaksikan hal itu, Andre lantas mengambil tongkat bisbol di samping lemari. "Ran, tunggu di sini. Aku akan turun ke bawah."

Rania yang kurang setuju dengan keputusan Andre segera menahan lengan pria itu. "Dre! Apa kau yakin? Bagaimana kalau orang itu berbahaya?"

"Cobalah untuk tenang sedikit, Ran. Belum tentu itu orang jahat. Kalaupun iya, aku sudah bawa tongkat bisbol buat berjaga-jaga." Andre enggan menuruti Rania.

Walau ragu, Rania memutuskan untuk membiarkan Andre pergi. Alhasil Andre turun ke lantai bawah, sedangkan Rania hanya memantau dari lantai atas. Andre melangkah perlahan ke arah pintu yang sedari tadi digedor terus-menerus.

"Hei! Siapa kau?" Andre bertanya dengan tegas kepada seseorang di balik pintu.

Setelah Andre menanyakan hal tersebut, bunyi ketukan di pintu mendadak terhenti, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Alih-alih menjawab pertanyaan Andre, orang misterius itu malah kembali menggedor pintu.

Andre mulai kesal, dia menggenggam erat tongkat bisbolnya, lalu bertanya lagi dengan nada yang lebih tinggi. "Kutanya sekali lagi! Siapa kau?"

Orang itu masih menghiraukan Andre dan terus menggedor pintu.

"Dengar, ya! Aku tidak akan membuka pintu untukmu!" Andre setengah berteriak.

Usai Andre berkata demikian, bunyi ketukan itu berhenti untuk yang kedua kalinya. Namun, Andre belum beranjak dari dekat pintu, dia masih berjaga-jaga jikalau orang itu kembali mengetuk dengan keras. Beberapa saat kemudian, bunyi ketukan tidak lagi terdengar, Andre mengira bahwa mungkin orang itu sudah pergi, alhasil dia mengecek ke luar melalui kamera yang terpasang di pintu rumahnya. Benar saja, dari layar tampak tidak ada siapapun di balik pintu. Karena merasa telah aman, Andre tidak lagi menggenggam erat tongkat bisbol, dia berjalan dengan santai, hendak menghampiri Rania.

Prang!

Tiba-tiba sebongkah batu besar memecahkan jendela dan menerobos masuk ke dalam rumah. Pelemparnya adalah orang berjaket hitam yang kini masuk melalui jendela, dia segera berlari ke arah Andre sambil mengacungkan sebilah pisau dapur. Sialnya refleks Andre tidak cukup cepat untuk mengelak serangan dari orang itu, dia telanjur jatuh membentur lantai dan kini sekujur tubuhnya terasa nyeri. Andre berupaya bangkit, tetapi sia-sia sebab orang itu telah menindih perutnya.

Seakan-akan tanpa dosa, orang itu mengangkat pisaunya setinggi mungkin, lalu menghunjamkannya ke wajah Andre. Dalam posisi demikian, Andre menatap ngeri ujung pisau yang meluncur bebas dan kian mendekati bola matanya. Tidak sempat berkedip, pisau itu keburu membelah bola mata Andre, dan terus menusuk lebih dalam hingga nyaris melukai otaknya, alhasil darah mengucur hebat sampai mengalir masuk ke dalam telinga serta mengotori permukaan lantai. Andre yang tak kuasa menahan rasa sakit hendak menjerit sejadi-jadinya, tetapi ternyata orang itu telah mengantisipasi hal tersebut. Leher Andre segera disayat, bukannya memotong nadi, tetapi memotong pita suara, dia memang masih hidup, namun tak mampu melakukan apa pun selain menerima rasa sakit.

Jantung Andre berdebar kencang, tiap denyut terasa sangat menyiksa, orang itu terus menikamnya dibagian wajah, begitu sakit, saking sakitnya sampai tak terasa lagi. Andre telah pasrah, dia tahu betul kalau nyawanya sudah ada di ujung tanduk.

Di sisi lain, keringat dingin membasahi sekujur tubuh Rania, air matanya mengalir tanpa henti, dia sungguh tak menyangka pemandangan semengerikan ini terjadi di depan matanya. Rania benar-benar ingin menolong Andre, sayangnya dia bukan sosok wanita yang mampu berkelahi, apa lagi jiwa lawannya punya jiwa pembunuh seperti itu, turun ke bawah bermodalkan nekat sama saja bunuh diri. Namun, tentu saja Rania tak bisa tinggal diam, dia seketika berlari masuk ke dalam kamar Andre, lalu mengganjal pintu dengan meja sebagai bentuk antisipasi jikalau orang itu hendak menyerangnya pula.

Towards DeathWhere stories live. Discover now