"he who holds to himself a joy, doth the winged life destroy;
he who kisses the joy as it flies, lives in eternity's sunrise"
- William Blake
brought to you with the appearance of;
- RED VELVET's JOY
- NCT's JAEHYUN
the whole story belongs to;
Andre...
sometimes the slightless things change the directions of our lives,
the merest breath of our circumstance,
a random moment that connect like a meteorite striking the earth
BGM : Carry You (Chorus part) — Ruelle, Fleurie
**
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
SATU HAL yang Jef syukuri tentang perpisahannya dengan Joyce lima tahun yang lalu adalah, dia bisa menyadari betapa berharganya perempuan itu di dalam hidupnya. Bisa menyadari betapa tidak menyenangkannya kekosongan yang selalu dia rasakan dalam setiap celah yang Joyce tinggalkan. Itu sifat alamiah manusia, kan? Mereka tidak akan pernah tahu sebesar apa mereka mencintai sesuatu, sampai sesuatu tersebut terlepas dari genggaman mereka.
Tapi Jef tidak seperti itu. Oke, saat dia menyepakati tantangan yang diberikan kawan-kawan frat house-nya dulu untuk mendekati siapapun yang selanjutnya sampai di halaman belakang pertama kali, dia tidak pernah punya selintas pun pikiran kalau peluru yang dia tembakkan justru akan bermanuver pada dirinya sendiri. Bahkan saat pelan-pelan mendekati Joyce, Jef masih menganggapnya sebagai ajang permainan tantangan yang harus berhasil dia taklukkan. Kemudian tiba-tiba... boom! Joyce dengan mudah mengembalikan bom yang dia lemparkan dan membuatnya terjebak dalam permainannya sendiri. Saat itulah Jef sadar kalau dia benar-benar mencintai Joyce—benar-benar dibuat bertekuk lutut padanya dalam setiap momen yang mereka lalui bersama—dan tidak ingin kehilangan perempuan itu. Sampai kemudian badai datang dan mengacau. That's suck. Because nothing sadder than meeting the right person at the wrong time.
"Ayah, aku nggak mau makan lagi. Mulutku masih pahit." Josie mengeluh dan meletakkan kepalanya ke atas meja ketika Jef hendak menyuapinya lagi. "Mama kemana? Aku mau Mama!"
Jef terhenyak selama beberapa saat. Sepertinya sampai kapanpun, dan dalam keadaan apapun, Joyce akan selalu menempati posisi pertama dalam hati Josie. Haish, memangnya apa yang sedang dia harapkan? Dia bahkan tidak tahu kenapa Josie tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan 'ayah' meskipun dia tidak pernah memintanya. Joyce sepertinya juga tidak ikut andil dalam munculnya panggilan itu karena dia juga terlihat sama bingungnya.
"Kamu harus makan, sayang. Biar cepat sembuh. Ini udah suapan kelima, loh. Nanggung, sedikit lagi habis." Jef berusaha membujuk anak itu agar mau menghabiskan buburnya. "Nanti kalau nggak dihabisin, buburnya bisa nangis, terus ngambek sama Josie."
Josie masih menggeleng keras kepala. Dia bahkan memalingkan wajah dan mengunci mulutnya rapat-rapat ketika Jef mendekatkan sendok buburnya. "Nggak mau. Nggak mau makan lagi. Mulut sama tenggorokanku masih nggak enak, Yah. Ayah aja yang habisin, biar buburnya nggak nangis nanti."