Darling! [15]

26.1K 3.4K 207
                                    

"When you realize you want to spend the rest of your life with somebody, you want the rest of your life to start as soon as possible."

(When Harry Met Sally)

Rhea mengernyit. "Apa sih maksudmu? Salahku apa sampai kamu mendendam begitu? Apa membuatku kesal itu akan memperpanjang umurmu sampai ratusan tahun? Bikin kamu lebih kaya? Jadi juara dunia Formula One?"

Tawa Dexter terdengar. Untuk kali pertama Rhea memperhatikan ada lesung pipit tunggal di pipi kanan pria itu. "Entahlah! Dengan cara yang aneh kamu membuatku merasa terhibur. Apalagi kalau melihatmu ngomel-ngomel nggak keruan seperti hari ini. Aku selalu heran, kamu punya energi dari mana makanya bisa mengucapkan kata-kata tajam yang mengerikan seperti itu."

"Apa?" Rhea merasa telinganya tidak beres. Dexter menggeleng, enggan mengulangi kalimatnya. Rhea menarik napas, udara terasa berat. Kepalanya pengar dan perutnya seakan diaduk-aduk. "Jadi, pemerasan macam apa yang akan kamu lakukan?" Nada tajam melumuri sindiran perempuan itu.

Dexter tampak puas. Lelaki itu tersenyum manis. "Mudah sekali. Kamu cukup menjadi kekasihku, menggantikan Ellen."

"Hah? Aku jadi apa?" Rhea benar-benar menjerit. "Aku lebih suka jadi pembantumu!"

***

"Ke-ka-sih-ku," eja Dexter dengan artikulasi jelas. "Jangan cemas, ini cuma pura-pura, kok! Tidak akan berlanjut ke mana-mana. Takkan mirip cerita film-film romantis. Cuma sampai hatiku terobati."

"Ya Tuhan, kamu sakit jiwa!" kecam Rhea. "Begini, ya, caramu untuk mendapatkan kekasih? Dengan mengancam dan mengintimidasi? Inikah yang kamu pakai pada kakakku sampai dia akhirnya kabur? Ah, sekarang aku benar-benar merasa iba sama Ellen dan bahagia karena dia menikahi orang lain," cerocosnya dengan berani. Ketika Rhea menyadari kekejaman kata-katanya, mustahil bisa ditarik.

Dexter menatap Rhea dengan serius. Semua kilau geli yang tadi berkelebat di matanya, mendadak musnah. Bola matanya terlihat lebih gelap dibanding biasanya. Rhea merinding untuk kesekian kalinya. Refleks, perempuan itu beringsut mundur. Saking paniknya, Rhea seolah merasakan dinding-dinding apartemen bergerak perlahan, siap untuk mengimpitnya.

"Apa menurutmu aku demikian berengseknya hingga pantas diperlakukan begini? Apa aku nggak boleh merasa tersinggung dan sakit hati? Ellen perlu menyadari bahwa setiap tindakan itu punya konsekuensi sendiri." Rahang Dexter bergerak-gerak sebelum mulai bicara lagi. "Aku pernah bilang, aku nggak berniat berbaikan dengan kakakmu. Ini bukan upaya untuk mendapatkannya lagi. Ellen sudah menikah, untuk apa aku mengejar-ngejarnya? Seolah di dunia ini nggak ada perempuan lain saja!"

Kalimat Dexter sangat masuk akal, membuat Rhea merasa malu karena sudah membuat tudingan tanpa berpikir jernih. Lagi pula, dia seharusnya tahu bahwa lelaki seperti Dexter takkan sudi merendahkan diri meminta mantan yang sudah berkhianat untuk kembali, kan? Selain itu, Dexter-Ellen sudah dipisahkan oleh pernikahan, ikatan yang takkan bisa dilepaskan begitu saja.

"Kalau kondisinya kayak begitu ... kenapa harus aku yang menanggung konsekuensinya? Bukan aku yang menjahatimu, Dex! Kenapa kamu nggak mencari Ellen dan menyiksanya sampai meminta ampun?"

Upaya Rhea untuk membela dirinya tidak menemui hasil. Perempuan itu bisa melihat ekspresi Dexter mengeras. "Bagiku, sih, sama saja. Memang, Ellen yang salah. Tapi, kamu adiknya, orang yang penting baginya. Jadi, kenapa nggak sekalian saja aku memanfaatkanmu?" Alasan yang mengerikan.

Mendadak, kata-kata Dexter menusuk sesuatu di kepala Rhea. "Menurutmu aku memang berarti buat Ellen? Kalau dia menganggapku begitu, aku nggak akan dilibatkan dalam masalahnya. Termasuk memintaku menjelaskan keputusan gilanya padamu."

Oh, Darling! [The Wattys 2021 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang