𝓐𝓵𝓫𝓮𝓭𝓸

5K 485 50
                                    

______________________________________
𝐑𝐮𝐛𝐢𝐚
01:52 ━━━●───── 03:14
⇆ㅤㅤ ◁ㅤ ❚❚ㅤ ▷ㅤ ㅤ↻
______________________________________
༻❦༺

Langit sekarang sedang menangis, bahkan ia seakan-akan murka dengan dunia. Mondstadt... Benar-benar hancur, membawa dendam dan dengki menyelimuti kota tersebut.

Panas dingin tanahnya hingga membuat para insan melemah. Teriakan dan tangisan sudah sering terdengar oleh mentari maupun rembulan, sehingga.. Tak ada lagi yang namanya tawa.

Hujan yang biasanya turun membawa berkah akan kemurniannya, terasa sedikit asin seperti air mata saat mencoba nya.
Yang biasanya jatuh dengan lembut seperti kelopak sakura, juga menajam bagaikan pisau.

Dari ratusan orang yang tengah berbaring berlumur darah dan membusuk. ada satu lelaki yang masih berdiri disana.
Menghiraukan betapa kejamnya malam tersebut, betapa suram dan kelamnya suasana yang ada.

Oh rembulan...sebuah ciptaan Tuhan yang sangat indah dan tak ada duanya. Mengapa kau berikan sinarmu yang seperti berkah itu menyinari keberadaannya? Yang seolah berkata bahwa ia telah menyelamatkan dunia.

Bukankah ia keji? Karna telah menjadi malaikat maut? Bukankah ia gila? Karna sudah membantai para rakyat dan pejuang yang ada?

Menyedihkan dan membingungkan.
Kehendak alam memang tak dapat diprediksi.

Lihatlah, manik biru cerahnya yang terpapar cahaya rembulan itu terlihat bersinar dan menyilaukan mata. Begitu indah hingga membuat siapapun terpana akan kecantikan matanya.

Namun sangat disayangkan, cahayanya telah hilang di makan kegelapan. Dan memberikan kesan menyedihkan bagi siapapun yang melihatnya.

༻❦༺

Matanya mulai menajam, raut nya seakan berapi api, entah karna apa.
Ia juga menangis seperti kesakitan.
Cairan ungu itu melumuri badannya, dan suaranya memberat seperti radio rusak.

Menakutkan.

Siapapun yang melihatnya pasti akan menangis. Entah karna empati atau karna ketakutan.

Namun gadis itu [Name], masih belum mengeluarkan cairan bening tersebut. Ia masih berlari, mendekat menggapai sosok gelap tersebut.

tanpa rasa takut ia membawanya kedekapan hangat yang ia miliki. Memang terlihat sulit, sangat sulit malah. Karna Albedo tak henti-henti memberontak, berteriak dan mencakar nya, Sangat mirip seperti hewan liar.

Mereka berdua memang bukan keluarga, bukan pula sepasang kekasih. Bisa di bilang merupakan sahabat, yang hadir di saat membutuhkan, dan saling memiliki rasa.

Namun kini, [Name] bingung.

Ia bingung dengan apa yang harus dilakukan. Luka cakaran tadi mulai terasa perih, suara berat yang sedang teriak di dekat telinga nya juga membuatnya pusing, Hingga sulit untuk berpikir.

Crack!

Ah, lengan kirinya patah.
Membuatnya harus melepaskan Albedo dari dekapannya. Seharusnya bukan seperti ini, bukan seperti ini yang [Name] harapkan.

Kini giliran [Name] yang teriak, memang tak begitu keras dan menakutkan. Namun cukup untuk melampiaskan rasa sakit.

"Jika nanti aku hilang kendali. Menghancurkan mondstadt, menghancurkan segalanya....
Apa aku bisa mengandalkan mu untuk menghentikan ku?"

"Maaf.." Lirihnya.
Tak lama setelah mengucapkan kata itu tadi, [Name] menangis. Begitu kencang hingga hujan pun turut bersedih.

Alam semesta ini sabar, bahkan ia sudah sering menghadapi masalah besar seperti saat ini. Namun, sepertinya hati hujan juga merasakan penderitaan yang kedua insan itu alami, sehingga derai rintik nya pun semakin deras.

"Maaf aku tidak bisa menolong mu.." Semakin di dengar, semakin menyedihkan. Hatinya pun sesak menyadari sudah berapa banyak nyawa yang hilang, dan kini ia harus menyaksikan kematian sahabatnya?

Salah apa dia terhadap dunia?

[Name] itu gadis yang lembut, ia juga sedikit pemalu. Namun berkat Albedo, pribadinya kini sedikit berubah. Ia mulai aktif berbicara kepada orang-orang, mulai sering memperlihatkan koreografi nya di hadapan penonton.

Lalu mengapa balasan yang ia dapatkan semengerikan ini?

Hatinya saat ini seperti sedang teriak.
Mengetahui bahwa dunia begitu membencinya. Tuhan jika kau benar-benar membenci gadis ini, lalu mengapa kau hadir kan ia kedunia? Untuk merasakan betapa pahitnya kenyataan?

Jika pun itu benar, miris sekali hidup nya.

༻❦༺

"Lagu mu begitu menawan, membuatku tenang saat menatap awan."

[Name] mendongakkan kepalanya, memori kecil yang hadir di saat-saat seperti ini sangatlah menguntungkan.
Ia menarik nafasnya dengan dalam.

Dan menyanyikan lagu peninggalan mendiang ibunda.
Lagu yang menjadi awal pertemuan nya dengan alkemis genius ini. Dengan pelan sambil berusaha menahan rasa sakit.

"Life bloom like a flower..."

"Far away or by the road."

"Waiting for the one, to find a way back home..."

Hujan deras itu perlahan menjadi rintik lembut yang biasa di sebut gerimis. Membuat monster itu tenang.
Perlahan kakinya menuntun nya ke sumber suara.

Menghilangkan semua kegelapan itu di setiap nadanya, air matanya mengalir dan berlari untuk memelukmu dengan erat .

Tak lupa mengelus pelan lengan kirimu yang patah karnanya. ia meringis, kemudian menatap (e/c) mu yang berlinang itu.

Dahi nya perlahan menghapus jarak dengan dahimu, hidung kalian bersentuhan hingga memberikan kesan geli karna deru nafasnya.

Tak lama setelah itu; Ia, Albedo melanjutkan lagu yang kau nyanyikan tadi. Tentu dengan posisi yang sama.

Mendengar suaranya yang seperti malaikat itu membuatmu menyunggingkan senyum, dan di setiap nada dan lirik yang ia ucapkan, di saat itu lah kau berdo'a untuk para korban yang tak bersalah.

______________________________________

·



·

𝐭𝐛𝐜..

𝐜𝐨𝐦𝐩𝐨𝐮𝐧𝐝 𝐜𝐡𝐨𝐜𝐨𝐥𝐚𝐭𝐞. || 𝐆𝐞𝐧𝐬𝐡𝐢𝐧 𝐈𝐦𝐩𝐚𝐜𝐭Where stories live. Discover now