Bukankah memang sudah seharusnya kita seperti ini?
Saling mengabaikan satu sama lain.
***Keadaan kelas cukup hening karena kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Ditambah guru pengampu yang terkenal tegas membuat para siswa waspada karena jika ketahuan tidak memperhatikan, maka jangan harap akan lolos dari sesi ceramah yang tidak membutuhkan waktu sedikit.
Termasuk cowok yang duduk di barisan kedua dari belakang. Tatapannya tampak lurus ke depan, tapi tangannya masuk ke laci meja untuk mencari sesuatu. Setelah mendapatkan apa yang dicari, ia tersenyum lebar. Perlahan tangannya membuka bungkusan permen beraroma kopi, berusaha tak menimbulkan suara. Metode ceramah yang dilakukan sang guru membuatnya mengantuk.
"Stt bagi!" bisikan dari teman sebangkunya tak membuat cowok itu menoleh. Tangannya kembali menggapai sisa permen dan menyerahkan pada sosok di sebelahnya.
"Thanks, baby," bisikan tersebut membuat cowok itu sontak menendang kaki temannya.
"Jijik, sumpah!" ujarnya tak kalah pelan. Beruntung sang guru sedang menuliskan sesuatu di white board sehingga mereka terselamatkan.
"Sakit, anjir!"
Navaro Abimanyu memutar bola matanya, malas meladeni. Cowok kurus dengan tampang yang bisa dikatakan lumayan itu kembali melanjutkan aktifitasnya, mencatat materi.
Cowok itu dapat dikatakan pintar karena berhasil masuk peringkat empat di kelasnya. Bukankah merupakan suatu pencapaian yang bagus? Karena kebanyakan murid perempuan yang selalu masuk sepuluh besar.
Varo termasuk cowok yang banyak dikenali orang-orang. Bukan karena ia merupakan aktifis sekolah, melainkan karena cowok itu memilik paras yang cukup membuat para siswa kagum. Bukan hal aneh lagi kalau murid teladan akan kalah terkenal oleh murid yang memiliki penampilan mumpuni.
Namun, Varo tetaplah siswa biasa yang tidak terobsesi oleh sebuah kepopuleran. Hal tersebut tidak ada dalam list tujuan hidupnya. Varo tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ia miliki untuk hal yang tidak penting.
Meraih cita-cita dan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya adalah dua hal yang menjadi motivasi Varo saat ini.
Cinta?
Hh, haruskah Varo memikirkan hal itu? Cinta baginya hanyalah sebuah kepura-puraan. Dan setiap mendengar satu kata tersebut, ia hanya akan diingatkan pada sosok berambut sepunggung yang sangat Varo benci.
Shenza Aurora.
***Bel istirahat sudah berbunyi. Varo dan sahabatnya bernama Orlando Jiandra atau yang biasa dipanggi Oji melangkah beriringan keluar kelas. Mereka bukan hendak pergi ke kantin karena makanan di sana lumayan mahal. Keduanya memilih membeli jajanan di depan sekolah. Selain bermacam-macam, harganya juga lebih terjangkau.
"Gue mau beli cimol aja, elo kalau bisa beli yang beda biar kita bisa saling ngerasain," ucap Oji yang diangguki oleh cowok di sebelahnya.
Varo melangkah meninggalkan Oji yang sedang memesan. Ia menghampiri pedagang cilor yang cukup ramai, sabar menunggu.
"Bang beli ci-"
Baik Varo maupun sosok yang baru datang tersebut sama-sama terdiam. Cewek itu kemudian melengos dan beralih pada pedagang di dekatnya. "Gak jadi, Bang."
Shenza segera beranjak untuk membeli makanan lain, berbeda dengan Varo yang hanya mendengkus. Sukurlah cewek itu tahu diri sehingga ia tidak perlu mengusirnya.
Selesai membeli jajanan, sepasang sahabat itu memilih duduk di pinggir lapangan, menikmati makanan sembari memperhatikan teman-temannya yang bermain bola.

KAMU SEDANG MEMBACA
TRIP-EX ✓
Fiksi RemajaShenza Aurora dan Navaro Abimanyu adalah kepingan hati yang tak ingin kembali utuh. Kepahitan di masa lalu membuat keduanya membangun dinding menjulang bernama kebencian. Namun, bagaimana jika semesta memaksa mereka untuk kembali mengulang kisah yan...