Heaven - 04

210 40 6
                                    

Happy reading guys!!!

Aku terkejut ketika sebuah tangan besar bersandar dibahuku yang terbuka. Aku menengadah dan garpu yang terjepit dimulutku terlepas jatuh kepangkuanku ketika aku dapat melihat dengan jelas siapa orang yang tangannya berada di bahuku. Orang yang aku pikir tidak akan aku temui malam ini, orang yang hampir aku lupakan keberadaannya sesaat.

"Evan?" Kataku tidak percaya.

"Apa kabar, Phanie?" Dia duduk disebrang meja dan panggilannya yang khas padaku membuatku kembali mengenang akan kenangan saat kami masih bersama dulu.

Hanya sekedar informasi, Evan adalah pria ketiga yang pernah singgah dihatiku. Aku tak memiliki banyak pengalaman berkencan, Evan adalah pria terakhir yang aku kencani. Dan kami berpisah bukan karena masalah besar. Hanya karena tahun lalu aku masih menjalani pendidikanku dan dia mengajakku menikah. Tapi aku menolaknya karena jika aku menikah dengannya, aku harus ikut dengannya tinggal di Newyork dan meninggalkan pendidikan juga cita-citaku yang sudah dipertengahan jalan aku bangun.

Aku memang termasuk orang yang terlambat mengambil pendidikan, karena saat itu aku baru bisa membiayai pendidikanku sendiri. Aku menolak saat itu, meminta waktu sampai setidaknya pendidikanku selesai, tapi Evan tidak setuju dan memintaku menerima atau kami berpisah. Berat memang, tapi aku memilih berpisah dan melanjutkan pendidikanku. Meskipun patah hati, aku dapat meneruskan sekolahku sampai saat ini, aku berada di tahap akhir untuk lulus diakhir tahun ini.

"Baik." Kataku singkat karena aku bingung dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Kau banyak berubah, ya?" Dia bicara seperti itu karena melihat penampilanku, kurasa.

Dulu ketika dengannya aku selalu memakai pakaian tertutup, karena dia lebih menyukai aku yang seperti itu. Saat kami berlibur ke pantai pun aku mengenakan pakaian renang yang benar-benar tertutup. Namun setelah berpisah dengannya, aku menjadi lebih berani. Didukung karena berteman dengan Jessica dan si gila Sooyoung. Pakaianku yang sekarang pun sudah mulai berani, dengan memakai hotpants, mini dress, baju tanpa lengan, bikini dan aku juga mulai berani keluar tanpa bra.

"Tidak juga. Bagaimana kau bisa berada disini?" Tanyaku penasaran. Apa Jessica mengundangnya tanpa sepengetahuanku?

"Tuan Jung adalah rekan bisnisku." Dia memberitahu, dan aku tidak jadi marah pada Jessica yang tidak terlibat dengan kehadiran Evan malam ini.

Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis. "Aku masih menunggumu." Ucap Evan yang membuatku terkejut. "Aku tetap ingin menikah denganmu."

Tiba-tiba tenggorokanku kering. Aku menyesap air putih banyak-banyak dan bersikap senormal mungkin. Padahal aku sedang gugup saat ini.

"Jawabanku tetap sama. Jika kau mau menunggu sampai aku menyelesaikan pendidikanku." Aku memberanikan diri menatapnya, dan melihat kekecewaan terpancar dimatanya.

"Aku ingin bulan depan, jika kau mau kau bisa melanjutkan pendidikanmu di Newyork dan membuka bisnis fashion sesuai yang kau mau. Tapi aku ingin menikah bulan depan." Dia mencoba menjelaskannya dengan perlahan. Padahal aku tahu, emosinya mulai memuncak karena penolakanku.

"Kau jelas tahu, bagaimana aku bisa sampai dititik saat ini. Dan aku harus meninggalkannya? Aku tidak mau." Suaraku meninggi dan membuat Evan terlihat frustasi.

Aku dulu ingin sekali bersekokah dibidang fashion, tapi karena tidak murah. Aku harus lebih banyak bersabar dan menabung sampai akhirnya aku bisa menjalankan pendidikan dengan uangku sendiri, dibantu dengan pekerjaanku yang ternyata lebih lancar dari yang kuduga. Mencapai titik sekarang ini sangat sulit, dan aku tak mau melepaskannya dengan semudah itu.

HEAVENOù les histoires vivent. Découvrez maintenant