47. Menyerahkan Haknya

93.1K 6.7K 663
                                    

- Benar kata mereka jika kita sulit sekali untuk membedakan mana cinta dan mana kebodohan -

🌹

"Biarkan Nisa melanjutkan kuliahnya, kamu jangan egois Cakra!"

"Tidak!"

Jeffry mendesah frustasi melihat begitu keras kepalanya Cakra, sudah berbagai cara ia lakukan untuk memberikan nya pengertian tapi Cakra selalu menepis itu.

"Berikan mama alasan yang kuat kenapa kamu tidak memperbolehkan Nisa.."

"Benar kata mama, berikan kami alasan yang kuat! Kalau hanya karena kamu tak ingin pernikahan mu di ketahui oleh orang lain,, yasudah kenapa tidak membuat kesepakatan saja dengan Nisa? Lagian kalian juga beda fakultas bukan?"

Cakra terdiam membisu, dalam hatinya ia membenarkan ucapan kedua orangtuanya, tapi dalam hatinya juga ia kekeh tak menginginkan Nisa berkeliaran diluar sana tanpa pengawasan nya.

"Kenapa diam? Lihatlah Nisa, apa kamu tak kasihan melihatnya? Ia memiliki impian, dan karena kamulah ia harus mengubur mimpinya.."

Tak lama mereka mengobrol Nisa datang dengan membawakan tiga cangkir teh untuk mertua dan suaminya, ia sempat samar-samar mendengar obrolan mereka, ia juga memperlambat gerakan membuat tehnya demi mendengar obrolan mereka.

"Terima kasih menantu mama, gak salah mama milih kamu sebagi istri Cakra, iya kan Cak?"

Cakra hanya melirik mamanya saja, kemudian ia menepuk sofa disampingnya agar Nisa duduk disana.

"Nisa, apa lo masih ingin melanjutkan kuliah lo?"tanya Cakra.

Nisa dengan cepat menggeleng, ia tak ingin mengecewakan Cakra untuk kedua kalinya, tak masalah jika ia harus mengubur impiannya demi memperbaiki hubungan mereka.

Setelah pertengkaran itu, Cakra benar-benar menepati janjinya, ia bersikap sangat baik dengan Nisa.

"Tidak ma, Nisa harus nurut sama kak Cakra karena ia suami Nisa,, jadi Nisa harus menghormatinya.."

"Tapi nak, impi---"

"Ekhem! Mama dengar sendiri kan yang diucapkan Nisa tadi?"sela Cakra.

"Kamu tak mengizinkan Nisa kuliah karena takut Nisa menarik perhatian para lelaki bukan?"

"Uhuk..uhuk..."

Ucapan yang terlontar dari mulut Jeffry sukses membuat Cakra tersedak dari minumnya.

Apa benar yang di katakan Papa? Huh... Biarkan saja, apapun alasannya,, Nisa tidak boleh kemana pun tanpa pengawasan gue...

"Kalau diem berarti iya pa!"goda Siska.

"A-apa?"

"Halah ngaku aja deh kalau kamu mulai cinta sama Nisa, iya kan??"

Nisa tersenyum malu, sudah nampak rona merah di kedua pipinya.

"Lihatlah pa! Muka mereka sama-sama memerah, hahaha.."

Jeffry menepuk pelan lengan Siska agar berhenti menggoda Cakra dan Nisa.

"Nisa kamu yakin akan berhenti dari kuliah mu?"

Nisa mengangguk.

"Baiklah papa hargai keputusan mu, dan untuk kamu Cakra---"Jeffry menjeda ucapannya ia menatap intens anak satu-satunya itu."Jika sekali lagi kamu berani memukul Nisa maka papa tidak segan-segan untuk mematahkan tangan mu itu!"

"Dijawab kalau papa ngomong!"

Cakra berdecak sebal dengan mamanya. "Ya pa!"

"Besok papa sama mama pergi ke Bandung untuk mengurus proyek disana kemungkinan agak lama karena harus benar-benar mengurus proyek sampai selesai,, kamu jaga Nisa baik-baik disini! Ingat pesan papa! Kamu ngerti Cakra?"

D E O R A  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang