5. Pernikahan

13.4K 1.4K 68
                                    

Tangan Khaira mendadak kaku ketika bibir suaminya menyentuh punggung tangannya. Dalam hati Fathan terkekeh, tangan istrinya yang tadinya terasa sangat dingin bertambah jadi kaku. "Dingin banget tangan kamu."

Khaira tak berani mendongak, ia terus menunduk. Fathan menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan kelakuan istrinya. Jika dulu waktu masih sekolah, istrinya itu asal ceplos, beda lagi saat ini.

Fathan meraih dagu istrinya, di dongakkannya sedikit agar mau menatapnya. Ia mulai mendekati wajah istrinya, dan mendaratkan satu kecupan di kening sang istri. Khaira refleks memejamkan matanya, sebelum kecupan itu mendarat di keningnya.

"Yuk turun." Fathan mulai berdiri dan mengulurkan tangan pada istrinya. Khaira dengan pelan menerima uluran tangan itu. Tangan Fathan menggenggam erat tangan istrinya.

Saat hampir sampai di ruang tamu yang digunakan untuk akad, tiba-tiba langkah Khaira berhenti. Fathan menoleh ke istrinya dengan pandangan bertanya. "Kenapa, hm?" tanyanya lembut.

"Khaira ... maluuuu," cicit Khaira pelan. Tangan Fathan mengusap bahu Khaira, sebelum menggenggam erat tangan istrinya.

"Ada saya." Setelah itu mereka berdua mulai melanjutkan jalannya dengan pelan.

Setelah menanda tangani surat-surat. Dan meminta restu pada sesepuh, kini giliran kedua sepasang pengantin itu berfoto-foto. Sampai saat giliran Fathan dan Khaira. Posisi keduanya sangat kaku. Sama-sama menghadap ke kamera, dengan tangan di depan. Jangan lupakan berdirinya yang berjarak.

"Kaku banget, Gus e!" ujar Rafli, sahabat sekaligus sepupu Fathan. "Ning e juga, yang romantis dong. Udah halal juga, bebas mau ngapa-ngapain." Fathan yang greget dengan kelakuan sahabatnya yang tak tau malu, langsung mendekati istrinya dan memeluk pinggang ramping Khaira dan menariknya agar lebih dekat.

"Wussssssh, gerak cepet ya," ujar Rafli lagi.

Sudah beberapa foto di ambil, keluar dari ndalem, memakai alas kaki. Tapi Khaira kesusahan dengan alas kakinya. Fathan berjongkok dan memakaikan sepatu milik Khaira.

Banyak orang yang baper dan haru, apalagi dengan para santriwan dan santriwati yang sudah berbaris membentang menyambut pasang pengantin itu. Fathan mendongak, ia menyunggingkan senyum ke arah Khaira. Dan Khaira juga membalasnya.

Fathan membantu Khaira menjinjing baju pengantin istrinya. Khaira tentu saja malu, apalagi di hadapan para santri. Di sisi kiri ada santriwan, dan sisi kanan santriwati.

Banyak dari teman, kerabat yang mengucapkan selamat pada Khaira begitu juga dengan Nayna. "Capek?" tanya Fathan menunduk melihat ke arah istrinya yang memang tingginya hanya sebatas dadanya.

Khaira mengangguk. "Gus, boleh nggak duduk? Capek tau berdiri terus," ucap Khaira membuat Fathan terkekeh. Lalu mengangguk.

"Duduk gih, emang siapa yang berani melarang?" balas Fathan. "Mau tak ambilkan minum?" tawarnya yang langsung di angguki Khaira. Fathan langsung turun untuk mengambilkan minum.

Tak lama kemudian Fathan telah kembali membawakan dua minuman, tangan satu ia gunakan untuk untuk membawa satu botol air mineral dan satunya lagi membawa satu cup es buah. "Mau yang mana?" tanya Fathan menunjukkan kedua bawaannya.

"Yang es," jawab Khaira langsung. Langsung saja tangannya terulur mengambil pilihannya. Tapi dengan cepat Fathan menjauhkannya.

"Kamu air bening aja," ujarnya membuat Khaira mengerucutkan bibirnya.

"Kalau gitu, tadi nggak usah tawarin." Senyum di bibir Fathan terbit. Lalu menyerahkan cup itu ke arah istrinya. Ia duduk kembali si samping istrinya.

"Kamu makan ini, lipstik kamu nanti hilang," ujar Fathan, tapi tak menghentikan Khaira yang langsung memakan es buahnya.

Ning KhairaWhere stories live. Discover now