25. Cinta beda agama

7.5K 1K 128
                                    

Cerita Wattpad pertama yang kalian baca apa?

Lebih suka drama/film lokal? Korea? Thailand? China?

Pengen jadi apa di masa yang akan datang?

Semoga terwujud!

.

tandai typo!
.
.

"Mbak Ira, nanti temenin aku ke pasar ya, beli bumbu dapur, di minta tolong Bu Nyai." Suara Nisa masuk di pendengaran Khaira yang akan merebahkan tubuhnya. Khaira langsung beranjak duduk.

"Kapan Mbak Nis?" tanyanya kemudian.

"Nanti ya agak siangan, kalau pagi-pagi rame pol pasarnya," jawab Nisa. "Eh nanti di antar sama Gus Rayyan, ya Mbak. Duh lumayan lah, sambil cuci mata."

"Kok sama Gus Rayyan?!" ucap Khaira terdengar protes. Bukan apa, tapi akhir-akhir ini sejak pertemuan pertama kalinya tiga tahun yang lalu, sikap Gus Rayyan pada Khaira perlu di pertanyakan. Sebab tak jarang Gus Rayyan mendekati Khaira dengan terang-terangan. Dan itu membuat Khaira sedikit tak menyukainya.

"Di titah sama Bu Nyai kok, biar bisa bantu kita nanti, belanjanya lumayan banyak lhoh, buat keperluan nanti dapur."

"Iya," balas Khaira. Ya meskipun sedikit tak suka. Tapi mau bagaimana lagi.

"Mbaknya sebentar lagi udah enggak di sini lagi. Mbok ya di puasin gitu main sama aku, Mbak," ujar Nisa melihat respon malas dari Khaira. "Mbak Ira, termasuk orang yang cepat lhoh khatamnya. Ada rahasian engga untuk cepat menghafalnya?"

"Engga ada rahasia-rahasiaan. Pokoknya madep mantep, yakin kamu bisa. Udah gitu aja." Nisa mengambil duduk di samping Khaira. Memandang Khaira lebih serius dari tadi.

"Ada seseorang yang menjadi penyemangat di hati, Mbak?" tanya Nisa.

"Mbak Nisa ... Mbak Nisa, kalau itu ya pasti ada lah," jawab Khaira dengan gurauan. Nisa tertawa, lalu mendekat kearah Khaira seraya berbisik, "siapa, Mbak?"

Khaira mendorong Nisa agar tak terlalu dekat dengannya. "Orang tuaku, Mbak. Beliau semangatku, jika rasa malas mendominasi aku akan mengingat beliau."

Nisa memandang Khaira sinis. "Ya kalau orang tua tuh pasti, Mbak. Nomor pasti malah. Tapi kalau seseorang gitu, seorang lelaki, Mbak. Pahamlah maksudku."

Khaira berdecak. "Iya Mbak, ada."

"Aku enggak tanya siapa dia, tapi apa yang Mbak lakukan ketika boyong dari sini? Menunggu dia melamar atau, lanjut mondok lagi."

"Ngapain nunggu, orang udah halal kok."

"HAH?!"

"Habis aku boyong maen ya ke rumah. Nanti tak kasih alamatku," balas Khaira tersenyum manis. "Gih siap-siap kamu. Udah pukul sepuluh," lanjut Khaira beranjak berdiri.

.
.
.

Di mobil terasa sangat canggung, apalagi hanya diisi oleh tiga orang. Posisinya Gus Rayyan sebagai sopir berada di depan sendiri. Tak jarang, Gus Rayyan sering melirik Khaira dari kaca spion.

"Tak tunggu di parkiran ya, Mbak. Nanti kalau sudah tinggal panggil saya dengan ponsel ini," ucap Gus Rayyan sembari menyerahkan satu ponsel ke arah keduanya, yang di terima oleh Nisa.

Ning KhairaWhere stories live. Discover now