Masih ingat cerita ini?
Kangen ga sama Khaira? atau Fathan? atau author gitu, kwkwk.
Btw, bulan lahir kalian apa?
Ada yang ulang tahun bulan ini?
jam berapa kalian baca part ini?
Happy Reading.
.
.
.Malam ini kepulangan Khaira dari pondok, pulang untuk mempersiapkan acara minggu depan yaitu 'Wisuda Khotmil Qur'an'. Ya, Khaira berhasil menyelesaikan hafalannya dalam waktu kurang dari empat tahun.
Khaira sudah menyiapkan barangnya yang akan di bawa pulang. Tinggal menunggu panggilan dari ruang informasi kalau jemputan sudah datang. Banyak yang kagum dengan sesosok Khaira itu, di usianya yang akan memasuki 22 tahun itu kini sudah mengkhatamkan Al-qur'an.
Sedangkan di sisi lain, santriwati bernama Nindi itu menatap Khaira tak suka. "Alah apasih istimewanya si Ira itu. Biasa aja tuh," cibirnya. Emang dari awal ia masuk pondok sini, ia sangat tak menyukai Khaira. Dan ia memperlihatkan rasa tak sukanya itu. Bukan di belakang saja.
"Ya istimewa thoh Ning, dia mampu mengkhatamkan hafalannya 3 tahun lebih sedikit," balas temannya. Nindi hanya dia tak menjawab.
"Lo pada enggak curiga gitu sama dia punya hubungam sama salah satu ustadz di sini? Gua yang enggak cuma satu dua kali lihat dia sama Ustadz Fathan itu di kantor. Dan itu hanya berdua," ujar Nindi ketika mengingat pernah melihat Khaira bersama Gus Fathan kemarin lusa.
"Mungkin ada perlu Ning, Mbak Ira sama Ustadz Fathan. Berpikir positif aja ah Ning."
"Tetep aja gua curiga," balas Nindi. 'Dan gua harus selidiki hal itu' lanjutnya dalam hati.
.
.
.Khaira memasuki ndalem, setelah mendengar panggilan untuknya. Dan di ruang tamu sudah ada suami dan ibu mertuanya. Ia mulai mendekati kedua orang itu, lalu mencium tangannya.
"Sudah siap menantu Ummi, hm?" tanya Ummi mengusap rambut Khaira yang tertutup jilbab.
Khaira tersenyum manis. "Hehe, siap dong Ummi. Udah kangen banget sama rumah."
Gus Fathan yang melihatnya hanya tersenyum. "Cuma kangen sama rumahnya, engga sama orang-orangnya?" sahut Fathan. Khaira berjalan mendekati Fathan dan mencium tangan Fathan.
"Kangen semuanyalah, enggak bisa di sebutin satu-satu," balas Khaira lalu duduk di samping suaminya.
"Sama Mas juga?" bisik Fathan. Khaira melirik Fathan.
"Kalau sama Mas enggak deh, kan tiap hari ketemu," balas Khaira mengangkat kedua bahunya acuh.
"Engga itu maksudnya, Dek." Khaira mengabaikan ucapan suaminya.
"Emang Bu Nyainya belum keluar ya, Mi?" tanya Khaira tak sabaran. Ia sudah sangat ingin bertemu dengan keluarganya.
"Belum, bentar lagi katanya."
Di sisi lain Nindi melihat Fathan dan Khaira duduk bersebelahan. Dan setahunya tentu itu tidak di perbolehkan. "Apa kata gue, kalau mereka berdua sebenarnya punya hubungan. Cih sok alim, padahal sama aja."
Nindi yang tengah berada di sebelah jendela ndalem melihat ke arah Khaira tak suka. "Liat aja lo, Ra. Gue bongkar aib lo. Salah lo sendiri main-main sama gue."
"Ma'af, pasti lama ya nunggunya," ujar Bu Nyai yang baru datang, lalu menyalami ummi. Lalu Khaira.
"Hehe mboten kok, Bu," balas Ummi.
Keduanya berbincang cukup lama.
"Nduk Ira, di jaga nggeh hapalannya. Dan Fathan, jangan lupa selalu untuk mengingatkan istrimu untuk memuroja'ah ya."
"Nggih Bu Nyai."
"Suwargane wong apal Qur'an lek duwe bojo gelem nyimakno," ujar Bu Nyai.
"Nggih Bu. Kalo gitu kami pamit, assalamualaikum." Khaira mencium tangan Bu Nyai dengan takzim, dan lumayan lama.
"Kamu putri dari santriwati kesayangan Ummah, Nduk," ujar Bu Nyai. "Dulu Ummah ingin sekali Ummimu yang jadi menantu Ummah," lanjut Bu Nyai mengusap kepala Khaira.
Khaira menatap Bu Nyainya, yang memang sudah berumur itu. Jadi ummahnya dulu ada sesuatu sama keluarga ndalem ini.
.
.
.Kini ketiganya sudah sampai di halaman ndalem. Fathan dan Khaira tak berhenti debat sedari tadi. Ya, memang keduanya duduk di belakang, dan ummi duduk di sebelah sopir. Sebenarnya tadi yang di sebelah sopir adalah Fathan, tapi ummi tidak mau, ia ingin di depan.
"Sudah-sudah lebih baik kalian masuk ke kamar, terus istirahat," ucap Ummi menengahi keduanya. "Barang-barang Khaira biar Kang Abim yang bawa."
Keduanya dengan patuh langsung memasuki ndalem. Tentunya sudah mengucap salam. Ndalem sudah sepi, orang-orang sudah pada tidur, jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.
"Gerah banget," ujar Khaira langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang. "Masnya mau mandi?" tanya Khaira ketika melihat Fathan mulai membuka kancing kemejanya.
"Ya Allah, kamu enggak lihat pukul berapa sekarang? Masa jam segini mau mandi, Dek," jawab Fathan memasukkan kemejanya ke keranjang pakaian kotor.
"Hehe kirain."
"Sana bersih-bersih dulu, terus ganti baju, baru istirahat," ujar Fathan.
"Hih padahal ya, Khaira pengen banget mandi. Seger gitu pasti rasanya," balas Khaira.
"Heh enggak ya, enggak baik buat kesehatan. Cuci muka aja, tangan sama kaki, mandinya besok pagi aja."
Khaira bangun dari baringannya, mendekati Fathan yang tengah memilih baju ganti untuknya, ia memluknya dari belakang. "Masnya enggak kangen gitu sama istrinya. Istrinya aja kangen banget sama suaminya."
Fathan mengusap punggung tangan Khaira yang melingkar di perutnya."Siapa bilang enggak, hm? Bukannya kamu yang bilang tadi enggak kangen sama Mas?"
Khaira mengerucutkan bibirnya, lalu berdecak, "ck, kangen tau, Mas. Kangennya pakai banget."
Fathan melepas pelukan Khaira, lalu menghadap istrinya , menangkup wajah istrinya lalu mengecup seluruh wajah istrinya. "Makanya bersih-bersih dulu, baru nanti tinggal melepas kangen, tidur sambil pelukan sampai pagi, hm."
"Mandi aja ya."
"Kan Mas udah bilang, jangan mandi."
"Mandi aja."
"Di bilangin sama Mas nurut, Dek."
"Mandi aja ya, Maaaas."
"Nurut, Deeek."
"Lebih segeran mandi tau."
"Iya, tapi enggak baik. Nanti malah kamu kedinginan gimana?"
"Ih enggak-enggak. Sebentar doang kok."
"Cuci muka, tangan, sama kaki sana. Udah jangan bantah."
"Massss, mau mandi aja, Khaira gerah banget lhoh."
"Di bilangin suami nurut."
"Khaira bau asem lhoh, Mas. Nanti Mas malah ilfeel sama Khaira."
"Enggak, siapa bilang."
"Mandi yah."
"Kalau kamu serius ingin mandi, berdua sama Mas."
"Hah." Seketika perdebatan itu berhenti.
"Gimana?" Khaira langsung menggeleng, dan melenggang memasuki kamar mandi. Fathan terkekeh dan menggelengkan kepalanya pelan.
.
.
.see u
101121

STAI LEGGENDO
Ning Khaira
Storie d'amore{Spiritual-Romance} Sequel Untukmu Imamku Menikah muda, satu kata yang tak pernah Khaira bayangkan sebelumnya. Ia ingin menuntut ilmu setinggi mungkin sebelum ia menikah nanti. Tapi harapannya pupus saat seorang lelaki datang beserta kedua orang tua...