Chapter 2

198 21 23
                                    

.

.

.

"Kamu ... bercanda kan?"

"Maafkan aku, Reiner, maafkan aku ..." Sang Ratu mencengkram kemejanya. Reiner tak tahu harus meresponnya bagaimana, ini terlalu tiba-tiba. Otaknya kosong, dan dadanya berdenyut sakit.

"Bagaimana bisa ... kau menerima tunangannya?"

"Aku tak pernah menerimanya, aku dipaksa Ayah agar menerima tunangan itu," isak sang Ratu.

Ah ... begitu. Dia tahu jika ini pasti akan terjadi. Memangnya apa yang dapat diharapkan Historia dari pejuang sepertinya? Apa lagi dia adalah musuh. Tahta mereka berbeda jauh, ibarat langit dan bumi. Historia yang selalu berada disisinya dulu, ternyata memang tak pernah tergapai olehnya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Setidaknya dia cukup sadar diri dan tahu posisinya, dia tak pantas untuk Historia. Kenyataan cukup menamparnya dan sekarang dia tak akan pernah melewati batas lagi. Mundur lebih baik, dan dia akan melakukannya.

Reiner mencengkram mahkota Historia, lalu membuang muka. Dia tak sedang marah kepada Historia saat ini, dia hanya sakit hati karena setelah bertahun-tahun mereka memperjuangkan cinta mereka, tapi ternyata takdir tak berpihak padanya. Cintanya kandas hari ini juga. Sungguh tragis ...

"Maafkan aku ..." Sekali lagi, telinganya mendengar ucapan pilu dari sang Ratu. Dengan perlahan, dia memeluk sang ratu dan menenangkannya.

"Ini bukan salahmu, berhenti meminta maaf seperti ini." Hanya itu yang mampu dia ucapkan sebelum berdiri. Sesungguhnya dia tak bisa berkata-kata lagi saat ini. Hatinya terlalu sakit, rasa sakit yang tak bisa diutarakan.

Sebelum pergi, tak lupa dia kembali mengambil cincin pemberiannya tadi dari jari manis Historia. Walau Historia menolak keras, Pria pirang itu tetap memaksa memanggilnya kembali hingga membuat sang Ratu sempat ketakutan karena tatapan dingin kekasihnya. Sepasang mata biru laut itu memandang setiap gerakan Reiner, dimana sang pria sedang memasang alat 3DM di tubuhnya sebelum turun.

"K-kita bisa kawin lari kalau begitu!"

Ucapan sang Ratu membuat gerakan Reiner terhenti. Tanpa menoleh, Reiner menjawab dengan suara rendah yang terdengar menakutkan, tapi juga menyakitkan. "Aku tak pernah ingin menempatkanmu dalam bahaya, atau membuat perang ketiga hanya karena kita berdua."

Hening, sang ratu tak bisa menjawab pertanyaan Reiner, hanya untuk saat ini. Perkataan Reiner ada benarnya. Jika cinta mereka terlarang, kenapa tuhan membangun megah perasaan cinta didalam sukma masing-masing? Haruskah kandas begitu saja? Air mata masih senantiasa mengalir membasahi kedua pipi putih itu. Ingin sekali dia menghentikan Kekasihnya dan melakukan apa saja agar mereka bisa menikah.

"Reiner, ku mohon ... jangan tinggalkan aku."

Omong kosong, bahkan yang meninggalkan Reiner itu sang Ratu sendiri. Kekehan kecil keluar dari mulutnya, terdengar menyakitkan. Setitik air mata akhirnya jatuh. Setelah berusaha tegar didepan Ratu, akhirnya perasaan itu keluar juga. Sisi rapuhnya terlihat.

" ... Apa maksudmu? bukankah kau yang meninggalkanku lebih dulu?" Suara Reiner bergetar, membuat sang Ratu yang mendengar itu langsung kembali terisak. Pemandangan yang awalnya terlihat hangat dan romantis tadi akhirnya berakhir menyedihkan.

Isak tangis keduanya terdengar jelas. Tak berapa lama, suara guntur terdengar bersahutan dari arah barat. Ah, seakan dunia tahu perasaan mereka, pagi ini pun akan ada hujan lebat yang menerpa perjalanan pulang Reiner. Tak ada matahari terbit yang menyambut kebahagiaan mereka. Hanya akan ada kesedihan yang melanda hati.

"Lebih baik kau segera kembali tidur agar sang Raja tak curiga. Aku harus pergi, selamat tinggal, Historia."

Reiner melompat dari menara lalu berayun menggunakan 3DM. Ratu sempat berteriak memanggilnya tadi, tapi Reiner tak menoleh sama sekali. Setelah dirasa cukup jauh, dia akhirnya memanggil kudanya dengan siulan. Ini lebih baik, cinta tak bisa dipaksakan. Lebih baik dia mengalah daripada harus mengorbankan negaranya hanya karena cinta mereka. Lagipula, cinta ini tak seharusnya ada.

Always want To Be WITH YOU || Reiner x Historia || INAWhere stories live. Discover now