Chapter 9

67 8 4
                                    

Reiner POV

Sudah tengah malam, tapi aku masih terjaga bersama Bertholdt. Aku menepati janjinya untuk tidak tertidur. Kami sempat menunggu Armin dan Eren agar mereka tidur duluan, dan mereka baru tertidur jam 2 pagi.

Aku menengadah, menatap langit-langit kamarku yang tinggi. Hawa dingin menusuk kulit, tapi untungnya kami diberikan kasur yang empuk dengan selimut yang tebal. Tangan kecilku otomatis menarik selimut agar menutupi semua tubuhku karena tiba-tiba ada hawa dingin yang masuk, aku menggigil. Dan menunggu Bertholdt untuk buka suara padahal sudah 30 menit sejak Eren dan Armin tertidur.

"Bert, kau tertidur?" tanyaku memastikan.

"Mmh? Tidak, aku hanya-... Kau tahu. Menimbang-nimbang isi pikiranku saja." Bertholdt menjawab dari ranjang dibawahku. Aku hanya menghela napas, dia sepertinya bingung harus bercerita dari mana.

Pandanganku beralih ke boneka beruang coklat disamping ranjang. Saat ke pasar tadi, aku sempat memainkan beberapa permainan dan akhirnya aku memenangkan permainan panah, hingga akhirnya mendapat boneka beruang ini. Ukurannya tak besar, mungkin akan muat di kantong celana orang dewasa. Tapi boneka ini sangat lucu.

Aku mengambil boneka itu, memeluknya. Sambil melihat ke bawah dan memastikan keadaan Bertholdt. Tapi tak terlihat, karena sepertinya Bertholdt duduk memojok di dinding diatas kasurnya. Akhirnya aku memastikan untuk turun dan menemuinya.

Dan benar saja, dia duduk bergelung, menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut yang tebal. Kalau dilihat dari jauh, dia mirip gumpalan bola salju karena selimut yang berwarna putih. Ah benar, dia tak sedang menangis kan?

Tubuhku naik ke atas kasurnya secara perlahan, "... Bert?"

"Ah, R-reiner?" Dia terlihat kaget saat aku menyentuh kepalanya. Tapi terlihat jejak air mata di kedua pipinya. Aku menatapnya lekat, membuka paksa selimut yang menutupi tubuh ramping itu.

"Buka bajumu."

Dia segera menyilangkan tangannya di dada, "E-eh, R-reiner, kamu mau apa?"

"Aku hanya ingin melihat seberapa banyak memar yang kau dapatkan." Aku menarik-narik bajunya, dia semakin panik.

"T-tapi ini memalukan- Bajuku bisa robek!"

"Kita berdua laki-laki, apa yang membuatmu malu?"

"T-tapi-!!"

"Hnggh, akan ku bunuh semua bangsa Marleyan sialan itu..." Kami berdua segera menahan napas saat mendengar suara dari Eren. Kepala kami kompak mendongak, menatap ranjang atas jika ada pergerakan lagi. Tapi ternyata Eren masih bernaung di alam mimpinya.

"Ssstt, tidak kah kamu mendengar itu? A-aku bisa membukanya sendiri ... " Aku melepaskan tanganku yang menarik baju Bertholdt, dan menatap mata Hazel itu. Dia membuka bajunya perlahan. Dan semua luka lebam keunguan tampak jelas di kulit tan nya, membuatku tercengang.  Tapi tak hanya luka lebam, bahkan terdapat luka sayatan dengan darah mengering dan area kulit sekitar yang masih merah. Pasti masih terasa perih. Apa dia tak mengobatinya?!

"B-bert ..."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hari ini pembelajaran diliburkan. Kami seharian bebas beraktifitas. Aku memilih untuk duduk menyendiri di bawah pohon rindang, di tengah hutan. Karena asrama kami memang berada di dalam pelosok hutan, cukup jauh. Mungkin dengan ini aku bisa menenangkan isi pikiranku.

Always want To Be WITH YOU || Reiner x Historia || INAWhere stories live. Discover now