Bab Tiga Puluh Tujuh - Flurry Heart

24.9K 2.8K 110
                                    

Happy reading

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy reading..💓

Aku membuka mata ketika terdengar ketukan di pintu. Aku masih mengumpulkan nyawa dan meraih ponsel yang kuletakkan sembarangan di nakas tadi malam sebelum terlelap. Jam 4.30. Aku masih jetlag dan berpikir aku lagi dimana sekarang. Oiya. Hotel.

Ketukan terdengar semakin kencang. Aku terburu-buru bangun dan mengintip dari door viewer. Yodha dengan senyuman lebar. Ya ampun.

Aku membuka pintu kamar.

"Hai," sapanya masih dengan baju yang tadi malam tentu saja.

Ketika aku memutuskan untuk menginap di hotel, dia dengan santainya ikut check-in juga dan dengan pedenya minta kamar yang sebelahan. Alasannya capek dan ngantuk banget. Tapi liat sekarang. Wajahnya sesegar embun pagi. Morning person banget.

"Ini masih jam setengah lima loh Yodha," ujarku mengantuk. Aku menahan pintu dengan kakiku.

"Udah sholat shubuh belum? Aku udah. Aku balik dulu ke apartemen, mau ambil mobil sama ganti baju. Nanti sarapan bareng ya," ujarnya di depan pintu dan tersenyum lebar mengamatiku yang masih muka bantal. Sial. Aku harusnya cuci muka sama gosok gigi dulu. Bukannya langsung buka pintu gitu aja.

Aku menggeleng, "Belumlah. Aku kebangun gara-gara ada yang bar bar ngetokin pintu kamar," jawabku malas.

Yodha tersenyum makin lebar, "Ini Jakarta Karina. The early birds, catch the worm."

Aku mengucek mataku sekali lagi, "Iya. Habis ini sholat."

Yodha geleng-geleng kepala dan tersenyum gemas, "Aku tinggal dulu ya. Jangan lupa tungguin aku sarapan. Tutup pintunya," perintahnya padaku seperti pada anak kecil berusia sepuluh tahun.

Aku menghela napas kasar, "Yodha. Please. Don't do something like this."

Yodha memiringkan wajahnya, "Like what?"

Aku mengedikkan bahu dan sadar bahwa obrolan ini terlalu berat apabila dilakukan di pagi hari ketika nyawaku bahkan belum terkumpul seluruhnya. Entah mengapa tiba-tiba seluruh kantukku hilang berganti jantungku yang berdesir.

Yodha tersenyum lagi, "Nggak usah mikir macem-macem. Buruan siap-siap biar nggak terlambat."

Aku mengangguk dan menutup pintu kemudian bersandar di balik pintu. What? Aku berasa ada ribuan kupu-kupu terbang di perutku. Ya ampun Karina, stop it. He's just trying to be nice.

Wajar banget kan dia nganterin ke UI karena dia lebih ngerti Jakarta. Dia ikutan nginep di hotel juga karena memang semalem parah banget. Macet karena hujan, sampe di hotel udah malem banget dan Yodha juga udah nyaris tumbang kalo liat dari mukanya.

Aku mencuci muka dan wudhu demi menjernihkan pikiranku. Fokus Karina. Luruskan niat. Lanjutkan hidup. Hadapi Yodha dengan kepala dingin. Aku menghela napas lagi.

Tentang KitaWhere stories live. Discover now