6| Terjebak 2

100 10 5
                                    

"Lo gak bisa lari lagi, manis." Senyum mereka terlihat sangat menakutkan.

Natasha gentar ditempatnya, masih mencoba mengumpulkan kembali nyalinya yang menciut.

Tuhan, tolong aku. Tolong aku, batinnya. Matanya menatap awas kelima laki-laki yang kini berjalan mendekat. Natasha mengusap wajahnya pias. Dia melangkah mundur, tapi langsung terhenti saat tembok itu menahan tubuhnya.

Mereka semakin dekat, seolah ingin melihat penderitaan Natasha mereka berjalan dengan slow motion.

"Kalian jangan coba-coba mendekat atau gue teriak!" ancam Natasha menunjuk tegas ke depan.

Seolah tidak ada rasa takut, kelima laki-laki itu tetap berjalan mendekat.

"Percuma lo teriak, gak akan ada yang denger teriakan lo. Kita sampai disitu, lo harus sudah siap, sayang."

Kalimat itu sanggup membuat jantung Natasha berpacu cepat, nafasnya tertahan. Otak pintarnya bahkan tidak berkerja dalam keadaan super genting.

"Mari kita mulai permainan," ujar salah satu dari mereka yang kini hanya berjarak tiga langkah dari tempat Natasha berada.

"Aturan pertama lo harus nurut sama kita." Telunjuknya terangkat didepan wajah Natasha.

"Aturan kedua-" Jari tengahnya berjajar dengan jadi telunjuk, "Lo harus telanjang."

"Dan peraturan terkahir-"

"Lo harus habisin gue dulu. Baru lo bisa sentuh dia."

Suara itu, Natasha memfokuskan matanya ke depan. Terlihat dari balik tembok muncul badan laki-laki yang sedari tadi ia cari. Senyum Natasha reflek terukir. Dia menghela nafas lega, dia masih bisa selamat hari ini.

"E-elo?" Suara kelima laki-laki itu tampak tak percaya.

Cowok itu hanya tersenyum miring, "Lo punya dua pilihan. Mati disini atau pergi dari hadapan gue."

Suaranya begitu dingin, tidak diucapkan dengan teriak atau lantang. Namun, suara serendah itu sudah cukup berdengung keras masuk ke gendang telinga mereka.

Kelima cowok tadi langsung berlari pergi dengan cepat. Tidak ingin memiliki masalah dengan orang yang paling ditakuti semua orang. Bahkan menyebut namanya saja tidak bisa sembarangan. Memang terkesan lebay, tapi begitulah adanya.

"Uh, untung lo dateng." Natasha mengusap wajahnya yang tadi sangat cemas.

"Bodoh."

"Apa?" tanya Natasha memastikan.

"Bodoh." Cowok itu mengulangi ucapannya.

"Siapa? Gue?" Natasha menunjukkan dirinya sendiri, bingung.

Senyuman menyeringai dari cowok itu sudah menjawab pertanyaan Natasha. Natasha menggeram kesal, tak terima di katai bodoh oleh manusia songong didepannya.

"He babi! Atas dasar apa lo ngatain gue bodoh? Lu kira gue masuk sekolah disini cuma modal duit aja ha? Kagak gue juga modal otak!" seloroh Natasha membela dirinya.

"Pikiran lo bodoh."

"Ha?"

"Gak manggil gue."

"Ha? Apaan sih?! Lo ngomong apaan gue gak paham!" kesal Natasha ketika cowok itu berbicara sepotong-potong.

Cowok itu hanya mengangkat kedua bahu, enggan menjelaskan. Justru mengulurkan telapak tangannya.

"Sekarang apa?" tanya Natasha masih tak mengerti.

SWEET SEVENTEEN; Devano DanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang