50

1.7K 94 1
                                    

Happy Reading❤

Langkah lebar seorang lelaki di koridor rumah sakit mengalihkan perhatian banyak orang. Rambut yang berantakan tertiup angin, dengan baju hitam yang membungkus erat badannya yang tegap. Jaket denim yang dipegang erat, terlihat lusuh, menandakan sang pemilik sedang tak bisa diganggu.

Raut wajah tegangnya berubah kala ia sampai di sebuah ruang rawat sang gadis. Dibuka pelan pintu putih itu, dan terkejutlah dia kala tak menjumpai siapa pun di ruangan itu. Ranjang yang telah tertata rapi menandakan sang penghuni telah meninggalkan ruangan itu.

"Enggak, nggak boleh. Alana nggak boleh pergi." Ia berlari menuju lobi.

"Sus, pasien di ruang nomor 327, dimana ya?" Tanyanya tak sabar.

"Sebentar saya cek dulu." Jari lelaki itu mengetuk-ngetuk meja berlapis marmer, gelisah.

"Pasien di ruang nomor 327, atas nama Alana Denaryasta sudah keluar satu jam yang lalu mas."

"Keluar dalam keadaan dia sudah sadar, atau masih koma? Dia dibawa keluar sama siapa?"

"Masih dalam keadaan koma dan dibawa keluar sama salah satu anggota keluarganya mas. Ada apa ya sebenarnya?"

"Nggak papa sus, terima kasih."

Ia menghubungi seseorang yang ia yakini adalah dalang yang membawa pergi gadisnya sembari berjalan cepat menuju parkiran.

"Aaahh!! Angkat dong." Lelaki itu, Arjuna, semakin kesal dan gelisah kala panggilannya tak kunjung tersambung. Bahkan kedua orang tua gadis itu pun tak bisa ia hubungi. Dengan segera ia melajukan mobilnya menuju rumah gadis itu.

"Tolong Lan, jangan pergi. Jangan, gue nggak mau sendiri. Gue cuma butuh lo. Jangan pergi." Gumaman itu terus keluar dari bibir yang kini sudah pucat.

Entah berapa kali klakson pengendara lain dilontarkan padanya, ia tak peduli. Yang ia pedulikan adalah perkataan Raga kala itu, yang akan memisahkan Alana darinya bila gadis itu terluka. Ia takut, itu bukan hanya omong kosong belaka. Ia sunggu takut kehilangan gadis yang membawa tawa hadir dalam hidupnya.

Ia segera turun dari mobilnya, tak peduli dengan kunci yang masih menancap.

"Assalamualaikum." Ia mengetuk pintu agak keras saat tak ada orang yang menyahuti salamnya.

"Permisi, ada orang di rumah? Tante? Bang Raga?" Ketukan itu, berganti menjadi gedoran.

"Cari siapa mas?" Tanya penghuni rumah sebelah. Membuat Arjuna menghampiri ibu-ibu yang mungkin umurnya sudah setengah abad.

"Ibu tahu yang punya rumah ini kemana?"

"Oh, ibu Rena?"

"Iya bu. Saya dari tadi panggil-panggil kok nggak ada yang keluar."

"Kalau Bu Rena, beberapa hari ini emang nggak di rumah mas. Tinggal di rumahnya yang dulu katanya. Terus kalau mas-mas yang putih banget kaya vampir itu, tadi pergi buru-buru banget, nggak tahu mau kemana. Tapi bawa koper gede mas."

"Itu sekitar jam berapa bu perginya?"

"Jam berapa ya, lupa saya mas. Tapi ya belum lama-lama banget kok."

"Baik, saya pamit dulu ya bu. Terima kasih informasinya."

"Iya sama-sama mas, hat-hati."

***

Dering ponsel menyadarkan Arjuna dari lamunanya. Beruntung lampu masih menyala merah, coba kalau sudah hijau, mungkin bunyi klakson yang memekakkan telinga akan kembali dilontarkan padanya.

Amreta Tisna  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang