Sweet Chaos

19 2 34
                                    

"After all , You can't lose what You never lost.”MARY POPPINS

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Tolong katakan sesuatu sebagai jaksa penuntut." Ujar salah satu reporter di dalam TV. Suasananya terlihat ramai dan sesak di depan gedung pengadilan. Headline berita utama yang tengah hangat beberapa minggu terakhir.

"Kami menghormati keputusan yang dibuat oleh cabang yudikatif, tetapi Saya menyesal mendengar bahwa hukumannya dikurangi karena pikirannya yang lemah. Tidak hanya itu, terlepas dari putusan akhir, sebagai jaksa, Saya sangat prihatin tentang apakah keadilan dicapai dalam kasus ini. Dan tentang bagaimana kami akan melindungi korban di masa mendatang." Jelas pria berjas abu-abu yang menjadi sorotan.

Aku hanya bisa tersenyum sambil meminum soda yang aku ambil tadi di kulkas. Duduk dan menonton tayangan murahan seperti ini cukup menyegarkan isi pikiranku. Lagi-lagi, Yoon Jeonghan berulah demi keuntungan pribadinya.

Semuanya disusun sedemikian rupa. Orang-orang akan mengerti mengapa Jaksa Yoon selalu mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat atas sikapnya yang bisa dibilang sangat ahli di bidangnya. Tapi, bagiku itu bukan apa-apa. Aku mengenalnya jauh sebelum ia menjadi Jaksa pusat yang terkenal seperti sekarang.

"Tolong katakan sesuatu lagi." Permintaan reporter itu bersamaan dengan bunyi pintu apartemen yang terbuka. Aku tahu siapa yang akan datang, jadi aku hanya diam sambil melihat sisi pintu—dan memastikan orang yang masuk adalah tunanganku;pria berjas abu-abu yang tadi ada di TV.

Yoon Jeonghan mengganti sepatunya dengan sandal putih rumahan yang ada di sudut kanan. Saat dia masuk ke dalam hendak mengambil air mineral, Ia terkejut ketika melihatku sedang duduk di sofa dekat vas bunga.

"Woohee-ya, kau di sini?" Nadanya bergetar dan ekspresinya tidak jauh seperti sosok maling yang sedang mencuri, padahal ini apartemen miliknya. Jeonghan terlihat gusar sambil melonggarkan ikatan dasinya di leher, sedangkan tangannya memangku sisi meja pantry. "Kenapa tidak memberitahu jika akan datang? Kau kan bisa menelepon—"

"Kenapa? Kau takut aku memergokimu sedang tidur dengan selingkuhanmu?" Aku berjalan ke sisi pantry dan menyentuh lengannya. Jeonghan diam tapi bibirnya bergetar. Cukup menarik menggodanya seperti ini setelah sekian lama. "Tapi, kenapa tidak bilang jika mau datang? Kau tau kan, aku sibuk akhir-akhir ini."

Ketika aku mencoba meraih rahangnya, dia menepis tanganku dengan tatapan tajam. Aku kira dia akan mengalah padaku kali ini. Tapi nyatanya, Jeonghan tetap keras kepala dan tidak bisa dicairkan. "Kau punya tamu. Tidak mau bersikap ramah kali ini? Aku jadi sedikit kecewa."

Sebenarnya Jeonghan sangat kesal saat aku masuk ke apartemennya secara diam-diam seperti sekarang. Aku juga sangat tahu Jeonghan membenci itu. Tapi, salah sendiri karena tidak mengganti password-nya. Kali ini, aku ingin bermain dengannya. Dia pandai menyimpan privasinya agar tetap terjaga bahkan di depanku yang sekarang statusnya sebagai tunangannya.

Aku berjalan menjauh dan kembali duduk di sofa dengan kaki yang kusilangkan, sementara itu Jeonghan ikut duduk tak jauh dari sebelahku sambil meletakkan jasnya di punggung sofa. "Apa yang kau inginkan?" Ekspresinya tidak diragukan lagi kalau dia benar-benar akan meledak marah padaku. Tapi daripada merespon pertanyaannya, aku lebih suka menanyakan berita hangat yang baru aku tonton beberapa menit yang lalu.

"Kau tidak berhasil menang lagi di pengadilan?" Sesaat setelah itu, Jeonghan gusar dan terlihat tertarik memulai obrolan denganku. "Kau menonton beritanya?" Jeonghan mengusap wajahnya dan bersandar pada punggung sofa. "Sudah kubilang, kan. Serahkan semuanya pada Jaksa Han. Kau benar-benar keras kepala." Godaku agar membuatnya marah.

Happy Ending Series | SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang