06 • Kiss

2.1K 217 159
                                    

Atlantas menggeram pelan. Abel sudah menjadi candu tanpa henti untuknya. Belum pernah ia rasakan sensasi hangat dengan menggebu-gebu di tengah dinginnya AC seperti ini.

“Kak ...,” lirih Abel. Saat ciuman panas itu terlepas.

Atlantas menatap dalam kedua netra Abel dengan napas memburu. Kedua tangannya masih setia menumpu badan agar tidak menimpa Abel yang terbaring berantakan di bawahnya. Wajah memerah itu malah membuat hormon Atlantas semakin menjadi-jadi.

Atlantas hampir gila dalam kubangan nafsunya sendiri.

“Kak Atlas, baik-baik saja?” tanya Abel.

Atlantas memejamkan kedua mata kala tangan Abel menyentuh lembut rahangnya.

“Aku tidak baik-baik saja,” jawab Atlantas, jujur.

“Kenapa?” tanya Abel, lagi.

“Karena kamu.”

Atlantas kembali membuka mata. Ia merendahkan wajah agar bisa mencuri ciuman di bibir ranum Abel di sela-sela berbicara.

“Kamu tau, kamu candu untukku,” ungkap Atlantas. Tiba-tiba saja tatapan Atlantas jadi menyendu. “Dan aku takut akan menyakitimu.”

“Kak Atlas ngomong apaan, sih.” Abel tertawa pelan. “Selama ini Kak Atlas sudah menjadi orang yang baik untuk Abel. Kak Atlas juga nggak pernah sakitin Abel, kan.”

“Bukannya nggak pernah, tapi belum,” lirih Atlantas. “Aku benar-benar takut.” Atlantas menenggelamkan wajahnya di leher Abel.

“Abel akan baik-baik saja.”

Atlantas mengangguk pelan dengan posisi yang tidak berubah. Abel jadi merasa geli, namun ia diam saja.

“Mungkin Kak Atlas kecapekan, terus ngomongnya mulai melantur. Jadi, mari kita tidur.”

“Hm.”

“Minggir dulu. Abel sesak kalau kayak begini.”

Dengan patuh Atlantas mengikuti instruksi Abel hingga kini mereka berhadapan dengan Abel yang berbaring menggunakan bantalan lengan Atlantas.

“Tidur duluan,” titah Atlantas.

Abel tersenyum manis. “Kak Atas tau, kan, kalau Abel percaya penuh dengan Kak Atlas. Jadi, jangan takut, ya. Abel yakin kok kalau Kak Atlas bisa mengatasinya,” ucap Abel penuh makna.

“Tadi aku ham—”

“Tapi, Abel dapat menghentikannya, kan?”

Atlantas mengangguk. ”Maaf kalau aku lancang.”

Abel paham dengan ketakutan Atlantas. Nyaris saja beberapa saat yang lalu Atlantas melewati batas-batas mereka selama ini. Untung saja Abel dapat menghentikannya.

Abel memejamkan kedua mata. Masih terekam dengan jelas saat bibir Atlantas menyapu leher dan bahunya yang sudah ter-ekspos.

Atlantas seperti kehilangan kendalinya sendiri. Tidak bosan-bosannya ia mengecap bibir manis Abel yang terbuka sedikit. Siap menerima gigitan-gigitan kecil ataupun belitan lidah darinya.

“Kak .... ” Napas Abel terengah-engah. Namun Atlantas tidak kunjung menghentikan kegiatannya.

Salah satu tangan Atlantas mulai aktif. Mengusap lembut dan pelan pipi Abel, kemudian turun ke leher dan terakhir memeluk posesif pinggang ramping cewek tersebut dengan ciuman yang semakin panas dan dalam.

Akal sehat Atlantas seperti jauh dari sang empu, sehingga membuat cowok tersebut semakin semangat menyatukan bibirnya ke bibir Abel.

“Ahhh .... ”

Atlantas & ArabellaWhere stories live. Discover now