09 • Sakit

1.2K 155 52
                                    

“Tuhan menciptakan cinta bukan untuk menghancurkan jiwa, Tuhan menciptakan kasih bukan untuk kita ratapi. Tapi, sebagai teman hati yang akan membuat hidup semakin berarti.”

🏍️🏍️🏍️


Atlantas berdiri di depan kelas, sehingga menimbulkan bisik-bisik dari para mahasiswi yang lewat. Kelas Abel masih belum kelar walaupun bel sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Atlantas menghela napas dan memilih untuk bersandar di dinding.

Detik demi detik pun berlalu, akhirnya satu persatu mahasiswa-mahasiswi jurusan Management keluar. Atlantas mengernyitkan dahi, orang yang ia tunggu tidak menampilkan hidungnya barang sedikit pun.

Melongak ke dalam kelas setelah dosen keluar dari kelas, Atlantas memperhatikan orang-orang yang kini hanya tertinggal beberapa saja di dalam sana—asyik bermain ponsel ataupun menyalin catatan dibuku, membuat kernyitan di dahi Atlantas semakin jelas.

Yasmin, salah satu teman baru Abel di kampus, yang saat itu kebetulan hendak membuang sampah, lantas memperhatikan Atlantas yang merunduk di samping pintu sambil mengotak-atik ponsel.

“Lo cari Abel?” tanya Yasmin.

Atlantas mengangkat wajahnya. “Iya, dia ada di mana?” tanya Atlantas to the point.

Seketika Yasmin mendengus. Menatap sebal ke arah Atlantas yang menampilkan raut datarnya. “Lo tuh pacaran nggak, sih, sama Abel, hah? Katanya pacaran tapi nggak saling komunikasi. Kalian nggak bisa pakai ponsel?” sarkas Yasmin. Atlantas hanya mendengarkannya dengan malas, Yasmin jadi berdecak kesal dibuatnya.

“Sinting lo! Bisa-bisanya Abel betah punya doi kulkas 10 pintu gini. Kalau gue sih ogah banget, anjir.”

Namun, seketika Yasmin jadi ingat tujuannya berbicara dengan Atlantas.

“Oh iya, Abel ada di rumah sakit. Dia dirawat dari kemarin sore. Gue dapat informasi dar—”

“Yas, sini! Gue butuh bantuan lo!” teriak seorang gadis dengan nyaring dari dalam kelas. Yasmin melihat ke dalam kelas, lalu mengangguk.

“Yaudah, gue tinggal dulu. Teman gue buruh bantuan. Btw, Abel di rawat di rumah Amerta,” ungkap Yasmin sebelum akhirnya masuk ke dalam kelas.

Atlantas memejamkan kedua matanya.

Rahang Atlantas mengeras dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Abel bahkan tidak mengabarinya kalau masuk rumah sakit.

Atlantas menghela napas, mengatur emosinya sendiri. Jangan sampai ia membakar kampus ini karena marah.

Setelah melihat jam di pergelangan tangan, Atlantas langsung pergi begitu saja.

Di sisi lain, Abel memakan apelnya dengan raut sendu. Ponsel miliknya entah berada di mana, ia tidak tau. Ia ingin mengabari Atlantas, hanya saja ia bingung. Abel lupa dengan nomor ponsel cowok tersebut.

Kini jam di dinding sudah menunjukkan pukul enam sore, ruang inapnya sangat sepi. Semua orang yang bertandang kini sudah pergi. Abel membenci dirinya yang malah terjebak sendirian di rumah sakit seperti ini.

Semua itu bermula dari Abel yang menyebrang tanpa lirik kanan-kiri, sehingga terjadilah kecelakaan ringan yang datang secara tiba-tiba. Tubuh Abel tidak terpental seperti dikebanyakan cerita, hanya saja lecet di beberapa bagian seperti kaki, tangan, dan dahi. Tidak luka besar, hanya goresan-goresan yang cukup panjang. Tapi, itu juga sangat perih baginya.

Yasmin dan Pelita, kedua teman barunya itu baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Tidak bisa lama-lama menemani, sebab besok masih ada tugas di kelas yang beku diselesaikan. Maka dari itu, Abel menyuruh kedua temannya tersebut untuk pulang cepat dan belajar untuk besok.

Atlantas & ArabellaWhere stories live. Discover now