07 • Kisah Mereka

1.8K 181 110
                                    

Abel memainkan ponselnya sembari menunggu Dosen datang, sedangkan di sisinya ada Cassia yang tengah asyik bertelepon dengan Banu. Sejauh ini, hubungan keduanya masih belum dapat dipastikan. Namun, Abel sudah bisa mencium bau-bau Pizza—pertanda pajak jadian akan segera ia dapatkan dari Banu dan Cassia.

“Oke, see u.”

Abel menaikan turunkan kedua alisnya. “Gimana sama Bang Banu, ada peningkatan?”

“Ya, gitulah, Bel. Masih stuck dijalan.” Cassia menyimpan ponselnya ke dalam tas. 

“Lama banget kalian dekatnya. Kapan jadian coba? Abel mau minta pajak jadian tau.”

Cassia tertawa hambar. Tatapannya menyendu sesaat. “Gue rasa, gue bakal gagal sama Banu, Bel. Gue hampir menyerah. Bukan karena nggak sayang lagi, tapi gue udah capek. Bayangin aja nih, selama bertahun-tahun gue nggak dapat kepastian apapun dari Banu. Jadian kagak, overthinking iya banget.”

“Heran juga sih kenapa gue bisa jatuh cinta kayak orang tolol gini,” lanjut Cassia.

Abel hanya tersenyum tipis. “Percaya sama Abel, Bang Banu itu serius sama Cassia. Hanya saja Bang Banu itu takut berhubungan karena khawatir akan menyakiti Cassia.”

“Gue nggak ngerti, Bel. Nyakitin gimana maksud lo?”

“Bang Banu itu nggak bisa ngontrol emosinya, Sia, persis kayak Atlantas. Bedanya Kak Atlas itu memendam, sedangkan Bang Banu langsung melampiaskan ke orang-orang terdekatnya. Nggak peduli itu orang yang di sayang atau enggak.”

Cassia terpekur. Ia baru tau fakta tersebut.

“Terus, terus, apa lagi? Bel, tolong ceritain semua tentang Banu. Gue mohon .... ”

Abel menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Ya, gitu. Selain emosian, Bang Banu juga takut akan perpisahan. Kalau Cassia berjuang sedikit lebih semangat lagi, Abel dapat pastikan kalau Bang Banu akan jatuh sejatuh-jatuhnya ke pelukan Cassia.”

“Bang Banu itu tipikal setia. Sekali dapat nggak akan dilepas. Jadi, berjuang sedikit lagi ya, Sia. Abel dukung, kok.”

Cassia tersentuh. “Iya, gue akan berjuang lebih semangat lagi. Demi Banu!”

Lalu keduanya tertawa.

🏍️🏍️🏍️

Abel duduk sendirian di halte. Hari ini langit tampak mendung dan tanpa sadar Abel menghembuskan napas.

Atlantas masih dalam perjalanan untuk menjemputnya, Abel harus sabar menunggu. Pasti jalanan Jakarta sangat macet siang ini.

Abel sengaja menunggu Atlantas di halte, karena tidak ingin Atlantas marah. Sebab, waktu itu ia pernah di dorong oleh salah satu Mahasiswa secara tidak sengaja dan berujung baku hantam di depan gerbang Kampus bersama Atlantas.

Padahal Abel tau itu tidak sengaja, tapi tetap saja Atlantas marah.

“Lepasin! Aku bilang lepas, Sean!”

Abel mengernyitkan dahi. Seperti tidak asing dengan suara tersebut. Dan benar saja, ternyata ada Alana dan Sean yang tidak jauh darinya.

“Kak Alana?!” Abel langsung berdiri. Hendak menghampiri Alana yang tengah di tarik paksa oleh Sean.

“Berhenti di situ, atau gue patahin kaki lo!” seru Sean nyaring.

Langkah Abel langusng terhenti.

“Ta-tapi .... ”

Atlantas & ArabellaWhere stories live. Discover now