O1.

1.4K 220 33
                                    

Ketiganya berakhir nongkrong di kantin sekolah. [Name] menjelaskan apa yang dikatakan gurunya sambil sesekali sesegukan. Katakanlah berlebihan, tapi, hei! Anak mana yang tidak sedih dikeluarkan dari sekolah!

Penyesalan memang selalu datang di akhir. Seharusnya dari dulu dia tidak menghabiskan sebagian besar waktu hanya untuk kegiatan ekskul. Menikmati waktunya di sana membuat [Name] melupakan fakta bahwa sekolah yang dia tempati sangat ketat mengenai nilai akademik.

Baik Aether maupun Lumine hanya terdiam, saling bertukar pandang. Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk membantu [Name], walau sebetulnya sangat ingin. Nampaknya kata-kata penyemangat pun tidak akan berpengaruh pada gadis itu. Toh, tidak akan merubah fakta apapun.

"Bagaimana rencanamu setelah ini?" tanya Lumine kemudian. Pemilik surai pirang pucat itu berusaha mengalihkan [Name] dari pikiran negatifnya.

Menghela napas. "... Mungkin aku akan mencari pekerjaan," ucapnya sambil menyeka air mata. "Tapi apa Dain-san akan mengizinkan, ya?"

Jujur, dia tidak begitu memikirkan bagaimana reaksi pria bernama lengkap Dainsleif itu. [Name] sudah bisa menebak bahwa dia tidak akan menunjukan reaksi lebih selain "hm" atau "ya" atau... pokoknya reaksi yang lebih menyebalkan ketimbang dimarahi bertubi-tubi.

Ya, wajar, sih. Dainsleif hanya kebetulan menjadi 'pengasuh'──atau lebih tepat disebut 'babu'?──dari mereka bertiga. Hubungan mereka sebatas orang asing yang mulanya tidak saling kenal namun berakhir tinggal satu atap karena sebuah masalah. Jika dipikirkan kembali, tidak terasa sudah 5 tahun berlalu sejak hari itu, ya.

"Harus. Daripada kau berakhir menjadi pengangguran menyedihkan," kata Lumine. "Jika tidak biar aku yang bilang padanya."

[Name] mengalihkan pandangan. Ada rasa kagum juga khawatir karena teman gadisnya ini bisa menakhlukan Dainsleif, bahkan membuat pria itu menuruti kata-katanya. Pakai pelet apa dia.

"Lumine, bisakah kau mengatakannya sedikit lebih lembut? Kau menyakiti hatiku."

"... mengatakan apa?" Sepertinya dia tidak sadar.

"Lupakan."

Bilah bibir kembali terbuka melahap takoyaki yang sempat dia abaikan. Sudah dingin, terima kasih kepada suasana hatinya saat ini, takoyaki itu tidak lagi nikmat di lidah. Ah, sudahlah, dia sedang lapar.

"Jika kau butuh sesuatu, katakan saja, [Name]." Manik melirik Aether yang memberi senyum iba padanya. "Mau kubantu carikan pekerjaan yang cocok, misalnya? Aku tahu beberapa cafe yang membuka lowongan pekerja."

"Cafe, ya," bertopang dagu, seperti telah diberi harapan. "Kedengarannya tidak buruk juga."

"Mau apa kalian?"

Ketiganya sukses dikejutkan oleh kehadiran sosok lain, yang sudah dapat ditebak hanya dari suaranya.

"Dain!" seru mereka kompak.

"T-tunggu, kenapa kau bisa di sini!? Kepala sekolah memanggilmu?" tanya [Name] reflek beranjak dari posisi duduknya.

"Ya." Jawaban yang sangat tidak ia inginkan... "Dia sudah menjelaskan semuanya padaku."

"... Lalu?"

"Lalu apanya?"

Tuh 'kan, cuek seperti biasa. Dengan santainya Dainsleif malah mendudukkan diri di kursi kosong, tepat di samping [Name].

"Dain-san, aku akan dikeluarkan dari sekolah. Tolong beri aku penyemangat dan katakan semuanya akan baik-baik saja." Setidaknya beri ia hiburan.

мємσяια ╱ Genshin Impact School!auWhere stories live. Discover now