O2.

974 187 24
                                    

[Name] murni hanya gadis biasa. Bukan gadis cantik yang jenius. Eksistensinya juga tidak begitu mencolok, mungkin karena dia cukup pendiam. Banyak yang mengenal namanya, tapi tidak ingat wajahnya karena itu.

Dan seperti gadis remaja pada umumnya, dia senang membagikan momen kesukaannya pada media sosial. Kebanyakan adalah saat dia memenangkan lomba, sisanya saat berlibur dengan sepasang insan kembar kawannya, atau Dainsleif. Tak sedikit mendambakan hidupnya yang tampak menyenangkan karena itu.

Salah satunya Amber.

Mereka berteman baik dan kerap kali bertukar komentar di media sosial. Sifat amber yang ramah dan mudah didekati juga membuat [Name] tak keberatan untuk mengobrol dengannya. Oh, tentu banyak orang lain selain Amber, tapi hanya gadis bermahkota cokelat gelap itu yang mencolok baginya.

Dia sempat mengabari Amber mengenai kepindahannya ke sekolah yang sama dengan gadis itu, dan reaksi yang ia dapat benar-benar sesuai dugaan.

"EEEHH!? SUNGGUH!?"

Ah, gendang telinganya pecah.

"Senang mengetahuinya! Kita belum pernah punya kesempatan untuk bertemu langsung sebelum ini, loh. Aaah, jadi tidak sabar. Kalau begitu aku akan menunggu kedatanganmu! Ah, apa makanan kesukaanmu, [Name]? Biar kubuatkan bekal nanti."

"Ahaha, aku juga tidak sabar bertemu dengan Amber," cicit [Name], setelah sempat menjauhkan ponsel dari daun telinganya. "T-tapi kau tidak perlu repot-repot melakukannya!"

"Hmph, tidak repot, tau! Ayo, katakan saja!"

Menghela napas. Kalau sudah didesak begini ya sudah. "Aku bukan tipikal pemilih makanan, sih," gumamnya, "mungkin terserah padamu saja?"

"Eeehh, kenapa begitu?"

"Beri aku kejutan." [Name] tersenyum jahil, walau tentunya tidak akan dilihat oleh lawan bicaranya di seberang sana.

"Hmm~ okay! Kalau begitu lihat saja nanti!"

Percakapan mereka berakhir tak lama setelahnya. [Name] menghembuskan napas. Sejujurnya mengobrol dengan orang yang banyak bicara dan energik seperti Amber sangat melelahkan buatnya...

[Name] memeriksa pesan-pesan masuk yang dia terima. Ada Lumine yang mengirimkan foto─entah apa, belum dia buka─dan Aether yang menitip margarin.

Wajah sang gadis berubah datar melihat pesan dari beberapa teman sekelas di sekolah lamanya. Kenapa mereka masih menghubunginya? [Name] yakin dia tidak memiliki hutang apapun pada mereka. Tidak ada barang yang tertinggal atau janji apapun. Penasaran, pun enggan membaca isi pesan mereka.

Pada akhirnya dia tidak membalas satupun pesan di sana. Entahlah, tiba-tiba dia merasa lelah berinteraksi dengan orang-orang, meski hanya sebatas membalas pesan. Tapi tentu saja dia akan menyempatkan diri mampir ke minimarket untuk membeli margarin untuk Aether.

[Name] terlalu fokus pada layar ponsel hingga tidak melihat jalan di depannya. Dia merasakan sebuah tangan menyambar satu lengan yang kosong dan menariknya, hingga tubuh mau tak mau terbawa mundur beberapa langkah. Detik berikutnya, sebuah mobil melaju dengan sangat cepat tepat di hadapannya.

Gadis itu mematung, napasnya pun ikut tertahan ; tidak tahu harus bereaksi bagaimana atas apa yang baru saja dialaminya. Namun, selang beberapa detik, napasnya dihembuskan dengan lega. Ah, jika saja tidak ada yang menariknya mundur dia mungkin sudah terlempar jauh karena mobil itu.

"Tolong jangan bermain ponsel saat di jalan." tegur suara lembut nan tegas itu, sang pelaku yang menarik lengannya. "Kau akan membahayakan dirimu sendiri."

Lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau menyala, yang artinya jalan untuk para pengendara dibuka dan pejalan kaki harus menunggu. Tapi [Name] yang sibuk berkutat dengan ponselnya tidak memperhatikan itu dan berjalan seenaknya.

Masih dalam keadaan setengah syok, [Name] memutar kepala untuk melihat wajah penolongnya. Dia menerima tatapan dingin seorang pemuda, yang sepertinya baru saja pulang sekolah jika dilihat dari pakaiannya.

"A-ah, benar. Terima kasih." [Name] langsung menyimpan kembali ponselnya. Fokusnya tercuri oleh blazer yang dikenakan sang wira. Tunggu, seperti pernah lihat. "Blazer itu..."

"Hm?" pemuda bermahkota pirang keabuan itu reflek ikut menatap blazer-nya. "Ada apa?"

[Name] mencoba mengingat-ingat, tapi nihil. Ingatannya memang jelek. Akhirnya dia cuma menggeleng pelan sambil memijat pelipisnya. "Tidak apa-apa, aku hanya merasa tidak asing."

"Kau tahu Teyvat?"

"Eh?" Hening menjeda sesaat, kemudian matanya melebar. Dia baru teringat. "Ohh! Kau murid di sana?!"

Sedikit terheran dengan reaksi yang diterimanya dari sang puan, pemuda itu mengerutkan kening. "Benar. Kenapa kau heboh sekali...."

Kalau di jelaskan akan sangat panjang, sih. "Tidak, bukan apa-apa. Hanya... sesuatu. Kau akan tahu nanti." jawabnya, "boleh aku tahu nama dan kelasmu?"

"... untuk apa?" menerima tatapan datar yang seolah menganggapnya aneh, [Name] cuma tersenyum tanpa menjelaskan apapun. "Albedo, kelas 2-7."

Oh, seangkatan rupanya.

Baru saja mulutnya kembali terbuka hendak melempar pertanyaan lain, lampu merah menyala. Para pejalan kaki yang telah menunggu di pinggir jalan akhirnya menyebrang secara beraturan, sementara para pengendara berhenti menunggu lampu hijau kembali menyala.

Seolah tak peduli dengan gadis di hadapannya, Albedo berkata, "maaf, aku sedang terburu-buru." dan meninggalkannya tanpa menunggu jawaban.

"Ah!"

Punggungnya sudah terlanjur menjauh, mau bagaimana lagi? Menghela napas, [Name] ikut menyebrang jalan sebelum lampu hijau menyala lagi. Tidak untuk mengejar Albedo, dia akan langsung pulang.

Pemuda itu dingin sekali, [Name] punya firasat dia tidak akan bisa mengakrabkan diri dengannya.

__

"Aku pulang."

Embus napas singkat menyusul selepas berucap demikian. Tidak ada yang menyambutnya. Seakan tak heran, [Name] mulai melepaskan sepatu dan meletakkannya di rak yang tersedia. Melangkah masuk, dia bisa merasakan adanya derap kaki terburu-buru semakin mendekat.

Rupanya Aether.

"Selamat datang!" ucap pemuda berkepang satu tersebut dengan senyum sumringah.

"... ada apa?" tanya [Name] keheranan. Kenapa Aether kelihatan senang sekali dia akhirnya pulang?

Sayangnya pertanyaan itu tak langsung dijawab. Lawan bicara justru mengerutkan kening, tanpa melunturkan senyumnya. "Tunggu, jangan bilang kau lupa."

"Apa lagi yang kulupakan?" Gadis itu memutar otak, berusaha mengingat sesuatu. Sebentar, apa dia ada janji sesuatu dengan Aether? Atau ini hari penting? Atau ada barang yang─

Oh, iya.

"[Name]... aku 'kan menitip margarin padamu...."

Sang dara menepuk kening mendengarnya. "Aku lupa."

"..."

(Cont.)

мємσяια ╱ Genshin Impact School!auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang