D E L A P A N

34 9 1
                                    

Pagi ini dibuka dengan senam sehat bersama para warga Desa Kenari. Sudah dua lagu senam habis diputar namun semangat para warga belum berkurang. Vun yang hanya melihat saja kelelahan apa lagi dokter-dokter yang memandu didepan.

Ini bukan terlihat seperti senam sebenarnya, karena bapak-bapak dan ibu-ibu sekitar sepertinya lebih merasa ini seperti konser dangdut dadakan. Razi masih asoy disana bergabung dengan ibu-ibu berdaster batik. Kalau Razi sih emang doyan yang begini.

Vun yang sedang memasak sarapan sesekali tertawa karena goyangan beberapa bapak-bapak yang tidak sinkron dengan lagu.

Yang penting goyang pokoknya.

"Dek, ini tadi garemnya udah belum?" tanya Dokter Dina yang menemani Vun bermasak bersama beberapa dokter lainnya

"Udah, Dok, tolong icip lagi, Dok, takutnya kebanyakan atau kurang garem" Vun menyodorkan sendok yang sudah diisinya dengan kuah rebusan itu

Dokter Dina mengangguk dan tersenyum, "Pas kok"

"Keren kamu, masih SMP udah pinter masak" Puji Dokter Dina kepada Vun tapi Vun bingung, ini pujian atau gimana?

"Hehe, makasih, Dok. Tapi, saya udah semester tiga, Dok" kata Vun sedikit ragu

"Semester tiga? Kelas 2 berarti ya? Ponakan saya ada juga yang seumuran kamu" Dokter cantik itu kini sibuk mengupas kulit bawang namun tetap mengajak Vun berbicara

"Maksudnya, saya udah kuliah, Dok, semester tiga"

Dokter Dina sontak mengalihkan pandangannya ke Vun dan melepas pisau dan bawang ditangannya, "Kuliah?" selanjutnya Dokter cantik itu tertawa cangguung "Ya Tuhan, maaf ya, Dek, saya gak tau, kamu juga imut-imut banget. Saya agak heran juga Dokter Rafa kok bawa anak SMP kesini ternyata udah kuliah toh, maaf ya?"

"Hehe gapapa, Dok, santai aja"

"Eh siapa namanya? Kita belum ada kenalan kayaknya ya?"

"Vunya, Dok, bisa dipanggil Pun atau Mpun, si manis juga boleh" jawaban Vun sama seperti saat ia memperkenalkan diri dengan Pak Bambang

Dokter Dina tertawa receh mendengar jawaban Vun, "Vun kuliah dimana?"

"UMANDI, Dok" jawab Vun

"UMANDI? Wah kampus mahal itu. Saya pernah ada urusan disana, keren banget ya, tiap gedung ada liftnya, tiap mahasiswa difasilitasi sepeda buat dikampus, difasilitasi laptop juga kan ya?" setau Dokter Dina, kampusnya Vun termasuk kampus terbaik dan termahal di Kota ini.

Vun ingin menjawab, "Mahal banget emang, tiap kelas pakai AC alam, yang naik lift cuman dosen, mahasiswa sampe ke lantai 5 juga harus pake tangga, sepeda juga pada ilang apalagi laptop"

Tapi Vun urungkan, ia hanya menjawab,"Hehe, ya gitu, Dok"

"Gak usah panggil 'Dok' lah, Kayak Dokter Rinda aja, panggil 'Kak'. By the way, jurusan apa, Pun?"

"Gizi, Kak"

"Gizi? Wah keren dong. Ada alasan tertentu ngambil gizi?"

Vun mengangguk, "Mpun masuk gizi biar waktu nikah gizi keluarga Mpun terpenuhi semua"

Dokter Dina tertawa, "Keren banget alasannya"

"Kak Dina sendiri kenapa milih jadi dokter?" Vun ikutan kepo

"Pilihan orangtua, bukan pilihan sendiri ini" Dokter Dina tersenyum kecil

"Kalo kakak sendiri maunya sih jadi seniman hehe" lanjut Dokter Dina

"Tapi kakak keren loh, bukan kemauan kakak tapi kakak bisa sampe lulus jadi dokter hebat gini" puji Vun tulus, jarang-jarang begini, biasanya ada maunya kalo muji orang.

MPUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang