6. her secret

1.6K 268 141
                                    

Langkah kaki yang awalnya berayun cepat, seketika terhenti. Mata seindah mutiara itu membelalak, pula jantungnya kembali berdegup kencang kala atensinya menangkap presensi sang pria Uzumaki, membuat tangan kanan halusnya secara otomatis terangkat menyentuh dada kiri.

Kemeja slimfit berwarna hitam dengan lengan yang tergulung asal masihlah melekat pas pada tubuh atletis si pria pirang; masih pakaian yang sama yang Naruto kenakan semalam, Hinata masih mengingatnya. Yang artinya, pria itu benar-benar menginap di rumahnya.

Sungguh, ia takut jika praduganya benar terjadi. Ia takut jika Naruto benar-benar berniat mengambil Bolt dari sisinya, persis seperti apa yang ia pikirkan ketika baru saja terjaga. Apalagi ketika ia melihat sosok yang demikian tinggi itu telah berada tepat di depan pintu kamar sang putra, tangan kanan berotot itu telah siap membuka gagang pintu di depannya.

"K-kau ... di sini?" pertanyaan dengan nada begitu lirih mengalun begitu saja dari kedua belah bibir bergetar Hinata, membuat sang pemilik surai arunika dengan spontan menoleh ke arahnya. Tentu pada akhirnya pria itu menunda untuk memutar gagang pintu kamar anaknya.

"Aku mengantarmu pulang, kau mabuk semalam." Naruto menjawab datar. Sudut bibir pria itu naik sebelah ketika mata birunya memindai tubuh Hinata, dari ujung kepala hingga ujung kaki telanjang sang wanita, sebelum akhirnya tatapannya jatuh pada wajah pasi yang menatapnya terkejut. "Tenang saja, aku tidak melakukan apa pun pada tubuhmu jika itu yang kau khawatirkan."

"A-aku tahu ... maaf sudah merepotkanmu."

Pria Uzumaki itu hanya tersenyum sinis mendengarnya, lantas kembali memutar kepala lurus pada pintu di depannya. Entahlah, baru kali ini ia merasa muak mendengar ucapan wanita yang telah bertahun lamanya mengisi hatinya.

Namun, sebelum Naruto berhasil membuka daun pintu, sosok Bolt telah keluar terlebih dahulu dari dalam kamarnya, bersama seorang baby sitter yang berdiri tepat di belakang tubuh pria kecil miniatur dirinya.

Mata safir biru lelaki kecil itu berbinar, membulat sempurna ketika menangkap sosok sang pria dewasa, lantas menghamburkan diri ke dalam pelukannya. "Paman!"

Tentu Naruto segera menangkap tubuh mungil sang putra, lantas membawa pria kecilnya ke dalam gendongan dengan mudah. Wajah yang tadinya berekspresi datar, kini mulai mengurva senyuman. "Wah, jagoan Paman sudah tampan. Hmm ... wangi."

Sedangkan sang balita tampan tekekeh ringan ketika hidung bangir sang ayah menggesek ceruk lehernya, "Kyahaha~ Bolt cudah mandi."

Tanpa mereka sadari, Hinata terpaku menatap interaksi ayah dan anak di depannya. Entah sejak kapan kedua netra indah itu telah tergenang air mata. Sungguh, ia terharu sekaligus sedih melihatnya. Bolt terlihat begitu bahagia bersama ayahnya.

Ah, andaikan saja mereka hidup dalam ikatan keluarga yang semestinya, pastilah ia akan menjadi wanita paling bahagia di dunia, pun Bolt tak akan merasa kehilangan kasih sayang dari ayah kandungnya. Namun, sayangnya semua itu adalah hal yang mustahil terjadi. Keadaan tak pernah berpihak padanya, bahkan sejak dahulu kala.

Hinata menengadahkan kepala, berusaha untuk tak menjatuhkan air bening dari pelupuk mata. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di depan mata pria yang sejujurnya masih mendominasi hati dan juga perasaannya.

"Jadi main sama Paman?" pertanyaan yang mengalun dari kedua belah bibir Naruto membuat sang wanita Hyuuga kembali memberikan atensi pada sang pemilik suara. Dan pandangannya menangkap anggukan penuh semangat sang putra tercinta.

"Cama Mama juga!" Bolt berucap lantang nan ceria, kepala pirang pria kecil itu lantas menoleh pada presensi sang ibunda.

Tentu mau tak mau Naruto pun turut menatap ke arah yang sama dengan sang putra. Ia sedikit terpaku kala tanpa sengaja menangkap jejak air bening di sudut mata yang dahulu menjadi favoritnya. Ada sedikit getaran tak nyaman di dalam lubuk hati ketika melihat wanita yang pernah ia cintai menitikkan air mata.

MINE✔Where stories live. Discover now