18. hate (2)

1.2K 249 48
                                    

Langkah panjang itu terayun dengan pasti memasuki bangunan butik lebih dalam lagi, membuat obrolan kedua wanita di sana terhenti. Sedangkan balita tampan yang sedari tadi sibuk bermain, kini segera bangkit berdiri kala menyadari kehadirannya. Sosok kecil itu lantas berlari terseok menerjang tubuh besar sang pria arunika.

Benar, Naruto adalah seseorang yang datang ketika langit senja mulai memayungi cakrawala. Ia memang sengaja mengunjungi butik milik sang mantan kekasih untuk menemuinya; untuk membahas kejadian semalam tentu saja. Namun, nyatanya ia cukup beruntung karena dapat sekaligus bertemu sang putra tercinta.

"Paman~ Bolt lindu." Pria kecil kopian sang pria Kanada berteriak riang sebelum akhirnya langkah kecil itu menjejak udara ketika kedua tangan besar Naruto meraih tubuhnya, lantas menghujaninya dengan ciuman.

Sungguh, hati pria itu terasa menghangat setiap kali mendekap anaknya. Dadanya membuncah takjub setiap kali menyadari bahwa entitas dalam gendongannya adalah benar darah dagingnya, buah dari rasa cinta yang dahulu begitu besar antara dirinya dan salah satu wanita yang duduk di sofa.

"Paman juga rindu Bolt." Setelah berucap begitu, Naruto menurunkan tubuh mini sang putra. Mata birunya melirik sejenak pada presensi Hinata. Wanita Hyuuga tersebut tampak terkejut atas kehadiran dirinya.

"Main cama Bolt?"

"Tentu." Kepala pirang pria itu mengangguk, kemudian kembali memusatkan atensi pada wajah berbinar anaknya. Setelahnya, dengan senang hati ia mengikuti tarikan tangan mungil sang putra mendekati sofa.

Berbanding dengan senyum yang merekah indah pada kedua belah bibir Naruto, raut jelita Hinata justru tampak memucat ketika langkah ayah dan anak tersebut semakin mendekatinya. Ingatannya kembali jatuh pada kejadian semalam, dan ia seakan tak memiliki muka untuk sekedar beradu tatap dengan pria yang telah menghangatkan ranjangnya.

Tak menunggu izin dari sang sahabat, Hinata segera bangkit berdiri kemudian bergegas. Untuk saat ini ia memilih untuk menghindar. "A-aku ke toilet sebentar." Ucapnya beralasan.

Sakura hanya mengedikkan kedua bahunya seraya menghela napas panjang setelah sosok Hinata menghilang di kelokan. Ia lantas turut bangkit dari posisinya. "Yah, baiklah ... aku juga harus kembali bekerja."

"Sakura."

Belum genap tiga langkah, pria yang baru saja singgah menyebut namanya. Membuat Sakura menghentikan gerak kedua kakinya, lantas menoleh pada wajah tampan pria bersurai pirang.

"Hm?"

"Titip Bolt sebentar. Ada yang ingin kubicarakan dengan Hinata."

Tentu setelahnya kedua kaki panjang Naruto menjejak membuntuti sang wanita Hyuuga.

***

Suara gemercik air mendominasi toilet butik, Hinata berkali-kali membasuh muka. Setelah itu, ia terdiam menatap pantulan wajahnya pada kaca. Bibirnya yang tampak pucat menuntun tangannya untuk memoleskan lipstik merah.

Ia memang sengaja berlama-lama di dalam sana, ia harap Naruto sudah pergi setelah ia kembali ke depan, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang tersisa. Ia tidak siap untuk bertemu, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa ketika kembali bertatap muka. Mencoba bersikap biasa saja pun nyaris mustahil baginya.

Hinata kembali membubuhkan bedak pada wajahnya, sedikit merapikan riasannya yang luntur. Setelah beberapa menit terlewat, ia kembali menatap jam pada pergelangan tangannya. Dirasa sudah cukup lama, ia memutuskan untuk keluar.

Namun, ia terhenyak ketika telah berhasil membuka pintu toilet di depannya. Tubuhnya menegang sempurna, kedua netranya sedikit membelalak melihat presensi di depannya.

MINE✔Where stories live. Discover now