Bagian 16

834 114 0
                                    

Sebenarnya, hari ini Sakura ingin pergi menemui Obito lagi. Namun, Kakashi yang sejak tadi berada di kamarnya tidak kunjung pergi dari sana.

Entah ada apa gerangan, dari saat Sakura terperanjat karena kaget melihat Kakashi berada di sebelahnya sedang duduk di kursi dekat ranjangnya, anak itu tak merubah posisinya sedikitpun.

"Kakashi-niisama, apa kau akan terus membaca bukumu di kamarku? Ini tidak seperti dirimu. Biasanya kau akan diam di kamarmu jika sedang tidak ada misi."

Kakashi hanya membalas acuh sambil membalik halaman selanjutnya. Matanya masih fokus pada tiap-tiap tulisan yang ada di dalam buku itu.

Sakura meniup poninya dengan sedikit kesal. Tatapannya beralih kepada jendela yang ada di arah kanannya. Salju masih terus turun.

"Kau tahu, salju tidak selalu putih. Ada yang hitam, hijau, bahkan merah. Apa kau juga tahu, kalau salju memiliki sejarahnya?"

Sakura langsung mengernyit. Seketika itu, fokusnya teralih menatap Kakashi yang pandangannya masih tertuju pada buku, "Benarkah? Ceritakan padaku, aku ingin mendengarnya."

"Kau akan menemukan jawabannya sendiri nanti."

"Cih, apa-apaan kau ini. Menyebalkan."

Sakura pun kembali menatap ke arah jendela. Lalu, matanya menangkap sosok Obito dan Rin yang sedang melambaikan tangan padanya.

Dalam hati, Sakura bersyukur ternyata Obito sedang tidak latihan. Jika ia ke hutan sekarang, mungkin ia hanya akan datang untuk mencarinya yang tidak ada di sana lalu kembali ke rumah karena anak itu tidak ada di sana.

Kakashi dengan acuh tak acuh melihat Sakura yang langsung berlari keluar dari kamar. Ia segera menutup bukunya dan mengikuti Sakura.

Kakashi membuntuti Sakura yang berhenti di depan pintu. Ketika dibuka, muncullah sosok Obito dan Rin. Entah mengapa mereka berdua selalu tersenyum dengan ciri khasnya masing-masing setiap datang ke sana.

"Obito-kun, Rin-chan!"

Kakashi langsung menghampiri Sakura setelah gadis kecil itu berteriak. Matanya menatap dingin ke arah Obito yang membalas sapaan Sakura lalu pada Rin yang tersenyum manis padanya.

Mereka pun masuk dan duduk di ruang tengah. Berhubung sedang musim dingin, Sakura menyuguhkan empat cangkir minuman di atas meja. Ia lalu duduk bersimpuh di sebelah Kakashi.

"Obito-kun, akhir-akhir ini kau sangat bersemangat untuk latihan, ya," tutur Sakura dengan senyumannya.

"Obito, kau berlatih sendirian? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Kita bisa membantumu. Iya, 'kan, Kakashi?" ujar Rin. Tatapannya mengarah pada Kakashi. Namun, Kakashi hanya menanggapinya dengan diam.

"Ya ampun, gadis ini tidak peka pada perasaan orang yang menyukainya atau bagaimana, sih? Obito melakukan itu demi kau, tahu. Dia ingin melampaui Kakashi supaya kau meliriknya!" [batin Sakura]

Obito cengegesan. Tangannya refleks menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, "Maaf, deh. Aku hanya tidak ingin mengganggu waktu luang kalian hanya karena latihanku."

"Apa maksudmu, Obito?" ujar Rin. Kemudian mengeplak lengan Obito sembari berkata, "Kita bisa sekalian latihan bersama juga, 'kan."

Sakura yang melihat Obito hanya cengar-cengir merasa sedikit iba. Ia tahu bahwa Obito pasti menutupi kecemburuannya pada Kakashi karena Rin selalu melibatkan Kakashi dalam hal apapun.

"Jadi, ada apa kalian datang ke sini?" tanya Kakashi dengan nada dingin.

"Tentu saja untuk bermain. Kau tahu sendiri, akhir-akhir ini kita jarang mendapat misi. Sekalinya ada misi juga bukan misi tingkat tinggi," jawab Obito, kemudian menyeruput minumannya.

"Sakura, ini enak. Apa yang kau buat ini?" tanya Obito dengan kedua matanya yang membulat dan berbinar.

"Amazake."

Kakashi langsung melirik pada Sakura dengan matanya yang menatap tajam, "Kapan kau membuatnya? Aku tidak pernah melihatmu berkutat di dapur sejak terakhir kali."

"Aku membuatnya kemarin saat malam hari. Sebenarnya, aku ingin membangunkanmu supaya kita bisa membuatnya bersama, tapi tidurmu terlihat sangat pulas."

Kakashi menarik sudut bibir kanannya sambil mendengus. Matanya bergulir pada minuman putih di depannya. Ia pun mulai menyesapinya.

"Tousan dan aku tidak pernah mengajarkanmu membuat ini. Bagaimana bisa kau membuatnya?" tanya Kakashi, matanya masih menatap minuman tersebut yang ada di pegangannya.

"Kau ini banyak bertanya. Minum saja sampai habis."

Syukurlah ingatannya tentang cara membuat minuman amazake masih tertanam di pikirannya. Setidaknya minuman ini aman untuk anak-anak seusia mereka.

Beberapa waktu berlalu, hingga tak terasa bahwa matahari sudah tidak lagi menyinari langit. Bulan telah datang menggantikannya.

"Meow... Meow..."

Sakura langsung mengelus bulu halus Osaka ketika kucing itu melompat ke pangkuannya. Senyumnya kembali mengembang.

"Hey, apakah ini Osaka?" seru Obito, kemudian merebut paksa Osaka ke pangkuannya. Sakura mengangguk.

"Bagaimana kau tahu tentang Osaka?" tanya Kakashi dengan raut wajah yang menyiratkan kecurigaan.

"A- ah, itu... Kemarin aku bertemu Obito-kun dan bercerita tentang Osaka padanya," jelas Sakura beralibi.

"Bagaimana bisa kau bertemu dengannya?"

"Aku... Aku pergi saat kau memberi makan Osaka."

"Kenapa?"

"Untuk... Ah, mencari sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh selama musim dingin. Dan buktinya, ini aku membuat amazake."

Mata Kakashi yang memicing membuat Sakura berkeringat dingin. Namun, syukurlah Kakashi tidak curiga sejauh itu, ia hanya manggut-manggut.

Rin menatap Osaka. Tangannya terulur mengelus bulu abu-abunya dengan lembut, "Jadi, namanya Osaka, ya?"

"Ya, dia sangat menggemaskan, 'kan? Lihatlah matanya yang berbinar itu," tutur Sakura.

"Kucing ini seperti jelmaan kau dan Kakashi, Sakura," celetuk Obito. Ia bergantian mengelus Osaka.

"Apa maksudmu?" seru Kakashi.

"Lihatlah, bulunya berwarna abu-abu, hampir seperti rambutmu yang perak. Matanya juga berwarna hijau seperti mata Sakura, tapi ada hitamnya seperti matamu. Tatapannya seperti perpaduan caramu dan cara Sakura menatap."

Kakashi diam, begitu pun dengan Sakura dan Rin. Ingin mendengar apa yang selanjutnya diucapkan Obito.

"Kau selalu menatap seseorang dengan tatapan tajam dan dingin," cibir Obito. Kemudian, ia kembali berkata sambil mengelus lembut Osaka, "Tapi lihatlah, ketika aku mengelusnya, matanya seolah tersenyum seperti tatapan Sakura."

Rin mengangguk, "Kau benar, Obito. Kurasa nama Osaka memiliki arti. Bukankah begitu, Sakura-chan?"

Sakura menggeleng cepat, "Tidak. Aku hanya asal memilih nama untuknya."

"Kau tahu, O pada namanya mungkin saja adalah Obi yang bisa berarti ikat pinggang, tali, ataupun pita. Artinya, Obi itu sesuatu yang berhubungan dengan hal ikat-mengikat. Dan Saka, mungkin adalah singkatan dari Sakura dan Kakashi. Jadi, jika dikaitkan mungkin artinya Sakura dan Kakashi yang terikat pada Obi itu," jelas Obito.

"Tapi, entahlah. Aku hanya mengira dari ucapan nenekku yang suka bercerita tentang makna dari sebuah kata," sambungnya.

"Ah, jadi, Osaka itu Obi to Saka (Obi dan Saka), ya?" tutur Rin dengan wajah sumringahnya, Obito menanggapi dengan mengangguk.

Obito terlonjak kaget ketika Osaka langsung meloncat pada Kakashi.

"Hey, Osaka. Aku tidak ingin memangkumu, tahu!" teriak Kakashi kesal. Namun itu justru membuat ketiga anak yang ada di dekatnya tertawa bersama.

Again [Re-publish]Where stories live. Discover now