Enam Puluh Empat

79 6 4
                                    

Apa kabar? Kangen gak sama cerita ini?

Makasih untuk kalian yang masih ngedukung cerita ini sampai saat ini, makasih banyak❤

Semoga suka sama part ini yaa, jangan lupa vote dan tinggalin jejak kalian. Mohon bantuannya.

Selamat membaca.

****

Pernah terlintas di benak Agatha bahwa suatu saat semua orang yang menyayanginya perlahan akan menjauh dari dalam hidupnya. Namun, Agatha tak dapat membayangkan bahwa saat waktu itu tiba datang secepat ini. Dimulai dari Alvin dan kini Vito.

Hembusan napas gusar lolos dari mulut Agatha. Matanya masih menatap ke luar jendela mobil yang melaju pelan, menuju suatu tempat. Bandara.

Hari ini dirinya beserta teman-teman Vito hendak mengantarkan lelaki itu menuju bandara sebelum terbang ke Amerika. Tempat tujuannya.

Di dalam mobil hanya ada dirinya, Yudi dan Geri. Sedangkan Vito, lelaki itu berada di mobil yang berbeda bersama Ibu dan Ayahnya. Sepanjang perjalanan hanya Yudi dan Geri yang sesekali mengobrol mengisi perjalanan panjang mereka, berbeda dengan Agatha yang sedari tadi hingga sekarang posisinya sama sekali tidak berubah. Tatapan matanya masih fokus menatap ke luar jendela mobil, atau sesekali dirinya bergumam pelan ketika kedua lelaki yang ada di kursi depan itu mengajaknya ngobrol.

Pikiran Agatha kini dipenuhi dengan kejadian-kejadin acak yang menimpanya beberapa hari lalu, ketika banyak waktu yang ia habiskan bersama dengan lelaki bernama Vito itu. Agatha masih ingat kejadian dimana Vito tampak begitu khawatir saat dirinya terjebak di gedung sekolah, pelukannya ketika saat itu seolah tak dapat ia lupakan bagaimana dekapan hangat dari Vito mampu menyelimuti tubuh dan hatinya.

Juga ketika lelaki itu memberikan hadiah kalung di hari ulang tahun Agatha, ia masih ingat ketika tatapan tak suka Vito saat mengetahui bahwa ada orang yang lebih dahulu memberikan sebuah kalung padanya. Kalung itu pun sekarang Agatha pakai, sengaja untuk menghormati pemberian pemuda yang hendak pergi jauh itu.

Juga di saat dirinya tengah terlibat perselisihan dengan Daren, hingga membuat Vito harus memukul wajah Daren hanya karena Daren membentak Agatha. Sampai saat ini Agatha masih tak bisa melupakan kilatan mata yng begitu marah itu, hingga membuat Agatha ketakutan untuk beberapa saat.

Banyak hal yang hinggap di kepala Agatha, semuany hampir diisi dengan kebersamaan dirinya dan Vito. Bagaimana perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh Vito hingga mampu membuat Agatha nyaman berada di sekitarnya. Hingga, sesuatu hal yang tidak pernah Agatha duga adalah ketika lelaki yang kini hendak prgi jauh itu tiba-tiba menyatakan perasaanya pada Agatha.

Agatha masih tidak memahami dirinya sendiri, kenapa dirinya tidak bisa benar-benar jatuh cinta pada sosok Vito yang selama Alvin tak ada, Vito lah yang sedikitnya menggantikan posisi Alvin di hidup Agatha. Bahkan sampai detik ini pun ia masih tak paham apa posisi Vito di hatinya sendiri. Agatha terlalu buta terhadap hatinya sendiri.

Agatha tidak menyesal setelah kemarin menolak Vito. Hanya saja, ada perasaan tidak enak mengingat kebaikan yang Vito berikan selama ini untuknya. Bisa saja kemarin dirinya menerima Vito dan belajar mencintainya secara perlahan. Namun Agatha sadar, rasa cinta datang tidak bisa direncanakan. Semuanya harus mengalir sebagaimana mestinya. Kalaupun Agatha melakukan hal itu, sama saja dirinya akan membuat Vito sakit hati terhadap sikapnya.

Katakanlah bahwa Agatha penuh dengan ketakutan dan tak mau ambil resiko. Namun dirinya perlu juga memikirkan Vito. Agatha tak bisa egois sendiri dalm hal ini. Karena dalam menjalin hubungan bukan hanya menyatukan hati yang saling menyukai, namun juga menyatukan dua pemikiran yang berbeda.

The Perfect BrotherWhere stories live. Discover now