4

209 16 0
                                    

"Kamu tahu kenapa aku benci hujan? Bagiku, hujan hanyalah luka, dimana luka itu menumpuk di atas awan, dan hujan adalah perantara pedihnya awan, aku ingin mencintai hujan, tapi aku tak bisa, aku tak bisa mencintai hati yang selalu rapuh, yang bodoh karena selalu bermanfaat bagi semua orang, tetapi tak ada satu orang pun yang perduli akan tentang nya, hujan akan tetap jatuh, tak perduli berapa ribu orang yang menghujatnya"

   Seseorang yang memeluk pinggang febby dari belakang semakin mempererat pelukannya, wajahnya ia sembunyikan di lekukan leher febby, seakan tempat itu adalah tempat yang paling nyaman untuknya, mereka bahkan mengabaikan orang yang berlalu lalang melewati mereka yang ada di halte bis.

"Hal yang paling aku takuti di dunia ini adalah rasa takut kehilangan kamu, karena bagiku, kamu adalah cahayaku, pohon kehidupan ku dan warna di setiap kisah ceritaku, kamu segalanya by, segalanya" Bisik cowok berambut abu-abu dengan mata hitam legam bak elang tersebut.

   Febby terbangun dengan air mata yang membanjiri pipinya, kenapa ia harus teringat dengan kejadian waktu itu, waktu dimana ia sangat bodoh mempercayakan hatinya pada cowok kurang ajar itu, dan sekarang, febby harus menerima kenyataan bahwa dirinya satu universitas dengannya.

    Febby tqk tahu, siapa yang tulus, siapa yang berbohong dan siapa yang berkhianat, kenapa semua seakan menjadi rumit kembali saat dia muncul, seharusnya aria tak memperhatikan cowok itu, seharusnya juga aria tak mengatakannya kepada febby, bahwa cowok di masalalu nya memandangi dirinya selama mos di laksanakan.

                          

                               🥳🥳🥳

   
   Terhitung sudah satu minggu mos telah berlalu, selama itu juga febby selalu menjauhi cowok itu, setiap cowok itu ingin menghampiri dirinya, setiap itu juga febby berusaha kabur agar dia tak terlihat di mata nya.

   Siang ini setelah mata kuliah selesai, febby  berencana ingin mendatangi cafe yang sudah aria katakan, dia dan aria memang sering nongkrong disana, dan sekarang, febby akan kesana dahulu, karena aria masih ada urusan di kelas untuk menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu.

   Langkah febby terhenti di tengah-tengah anak tangga saat melihat cowok yang selalu ia hindari berdiri di ujung tangga bawah, febby membuang nafas kasar, berusaha mengabaikan nya, febby berjalan seolah tak mengenali cowok tersebut, mata coklat madu miliknya berkeliaran kemana-mana agar tak menatap mata hitam legam dari pria tersebut.

  Saat mereka berpas-pasan, febby merasakan tubuhnya ditarik membentur tembok tangga, mata coklat madunya bersitatap dengan mata hitam legam cowok di depannya yang sudah mengurung dirinya dengan kedua tangan di letakkan di tembok, dan febby didalam nya.

    Rambut abu-abu itu masih sama seperti dulu, bahkan harum pohon pinus menyeruak dari tubuh jangkung di depanya itu, salah satu tangan cowok itu turun merengkuh pinggang ramping febby kedalam pelukannya.

"Kenapa harus menghindar satu minggu ini? " Ucapnya seraya berbisik di telinga kanan febby.

"Bukan urusan lo, minggir" Bukannya memberi jalan febby agar keluar dari kungkungannya, cowok tersebut malah semakin mengeratkan rengkuhannya di pinggang febby, "apa-apaan sih, minggir gak" Lanjut febby sembari mendorong cowok di depannya menggunakan kedua tangan.

   Bukannya terlepas, cowok itu semakin mengencangkan pelukannya lagi, kali ini lebih erat, bahkan yang awalnya satu tangan, kini menjadi dua tangan, dan menyembunyikan wajahnya di lekukan leher febby, menghirup aroma tubuh febby seakan tak ada hari esok baginya lagi.

"Aku kangen by, satu tahun lebih aku mencoba menemui kamu, mencoba untuk berbicara sama kamu, tapi tetep aku gak bisa, aku ngerasa kamu udah bangun benteng di intara kita, aku pengen jelasin semuannya by, aku kangen, kangen kamu" Lirih cowok tersebut dengan hidung yang masih menempel di lekukan leher febby.

"Gak ada yang perlu di jelasin, jadi biarin gue pergi" Perkataan dan perbuatan febby tak sesuai, fikiran dan ucapannya menginginkan dia pergi, tapi hati dan tubuhnya menginginkan dirinya diam, bohong jika febby tak merindukan cowok sialan tersebut.

"Kamu salah faham"

"Pada intinya lo selingkuh kan? Lo pacarin gue tapi lo selingkuhin gue sama ketua kelas gue sendiri, kenangan lo selama kita pacaran tiga tahun gak ada apa-apa nya sama perbuatan lo yang permainin hati gue, dan gue benci banget sama lo"

"Dengerin penjelasan aku ya!! Sebentar saja"

"Gak ada yang perlu di jelasin"

"Ada sayang, ada, semuannya butuh penjelasan, kamu cuman salah faham, aku mohon, kita bicarain ini baik-baik ya? " Kepala febby menggeleng cepat di dalam ke dua tangakupan tangan besar cowok di depannya.

"Juan plis, biarin gue pergi"

"Gak mau"

   Cowok bernama Juan tersebut menggelengkan kepalanya cepat, mata hitam legam yang biasanya menatap semua orang tajam kini berubah menjadi pilu, raut wajahnya kentara sekali kalau dirinya sangatlah frustasi, tersirat rindu yang terpancar di sana, bukan hanya rindu, masih bannyak lagi perasaan yang di sembunyikan Juan di dalam mata elangnya itu.

"By? " Buru-buru febby mendorong tubuh Juan secara kasar ketika aria memanggil nya dari tangga atas.

   Mata aria memicing curiga, belum sempat aria berbicara, febby telah pergi begitu saja meninggalkan Juan yang masih diam melihat kepergian mantan kekasihnya itu.

   Cowok itu berbahaya untuk keselamatan jantung febby, bahkan jantung nya bereaksi luar biasa menahan sakit, seakan memori-memori dahulu berputar kembali seperti kaset rusak, tak terasa, air mata febby keluar begitu saja setiap langkahnya, mengabaikan semua orang yang menatap dirinya heran dan kasihan.

Always be mineWhere stories live. Discover now