Dara dan Perubahan Kondisi Pt. 1

1.3K 278 29
                                    

Aduh, sial.

Tidak pernah terbayang sedikit pun kalo gue akan jadi pusat perhatian bahkan hampir satu minggu ini. Gimana ngga, setelah hari ituㅡiya, hari yang ramai rasanya seperti permen nona-nona, Satrio jadi semakin dekat.

Secara harfiah, tentu.

Gue ngga tau kenapa Satrio jadi hobi mengikuti ke manapun gue pergi. Dia menunggu gue menemui dosen, ikut rapat dengan Mapala, antar-jemput gue, atau mengajak gue keluar jam 10 malam hanya untuk makan di angkringan dan minum susu jahe.

Tapi gue ngga keberatan.

Rasanya lega karena bisa bersama orang yang juga bergantung dan menyayangi kita, meski gue belum bisa menganggap ini nyata sepenuhnya. Gue masih memikirkan banyak hal, ketakutan-ketakutan itu masih terasa di depan mata meski Satrio sudah bilang untuk menjalani pelan-pelan. Seluruh perhatian dan afeksinya membutakan, bohong kalau bilang gue tidak terbuai dan ikut jatuh ke rasa itu.

Hanya saja, masalahnya ada di hati gue.

Oh iya, di hari itu gue tiba di rumah Abel, benar saja gue langsung diinterogasi. Mungkin karena sebelumnya Satrio sudah menenangkan gue, semua cerita mengalir begitu saja tanpa membuat gue sesak napas. Gue juga bercerita bagaimana Satrio memperlakukan gue, terutama saat di studionya.

"Ra, apa lo ngga berpikir mungkin Satrio adalah obat yang lo cari selama ini? Pengisi dari kekosongan dan kehampaan di hati lo?"

Pertanyaan itu masih terngiang di otak gue. Bukan gue tidak menyadari, tapi untuk berpikir bahwa Satrio bisa menyembuhkan luka di hati gue aja rasanya seperti memanfaatkan orang lain.

Ini luka gue, artinya gue yang harus menyembuhkan.

Gue menghela napas, saat ini kelas sedang berlangsung. Beberapa menit lalu, Satrio mengirim pesan kalau ia sedang bersama anggota bandnya di kantor label rekaman. Gue sangat senang sekaligus merasa bersalah, gue bangga atas pencapaian Satrio dari kerja kerasnya. Tapi juga merasa bersalah karena gue seperti beban tambahan yang mendadak harus dia pikul.

Ah, kelas ini bikin pikiran gue jadi ke mana-mana.

Setelah ditutup dengan tugas, gue segera keluar dari kelas. Pas sekali, pesan baru dari Satrio datang. Katanya, gue disuruh menunggu di kampus sebentar karena mereka sedang dalam perjalanan. Gue memanfaatkan itu untuk makan di kantin. Begini, mumpung Satrio belum datang, lebih baik gue makan duluan karena kalau dia sudah ada maka sesi makan gue tidak akan damai lagi.

Gue teringat beberapa hari belakangan ini bagaimana ramainya desas-desus orang-orang yang menatap kami di kantin. Gue baru merasakan kepopuleran seorang Satrio meski gue masih ngga mengerti kenapa harus sebegitunya. Dalam waktu singkat, rumor mengenai gue dan Satrio meluas. Itulah yang menyebabkan gue semakin menjadi pusat perhatian.

Dengan sepiring nasi padang yang ada di hadapan, gue mulai menyantapnya. Oh, hari ini Abel harus pergi survey tempat untuk kegiatan UKM-nya yang tidak gue tau detailnya. Dengan mulut yang sibuk mengunyah, gue berselancar di sosial media instagram. Memencet tombol hati untuk foto-foto dari para artis atau selebgram favorit gue adalah keharusan. Gue berhenti saat sebuah poster festival musik tampil di layar gue. Festival musik yang cukup besar dan populer dari salah satu promotor yang akunnya gue ikuti. Yang membuat gue diam adalah foto Enam Pagi, bandnya Satrio yang terpampang di poster itu sebagai salah satu pengisi acara inti sekaligus titel juara kompetisi. Sedikit impulsif, gue segera me-repost kiriman tersebut ke instastory beserta dua kata penyemangat.

"Yeay semangat!!"

Setelah terkirim, gue melanjutkan sesi makan yang sudah tersisa setengahnya. Tidak lama ada sebuah ketukan di sisi meja yang gue tempati, gue mengangkat kepala dan mendapati Bang Rizky berdiri menatap gue.

[1] 2958 MdplWhere stories live. Discover now