Chapter 21

17.6K 3.5K 740
                                    

Haloo... ya ampun, hampir tiga minggu aku nggak update. Maafkeun 🙏🏻🥺 Siapa yang masih nunggu?

Baru selesai ditulis, mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu.


Happy Reading


***
Saat kedua kaki berhasil menapaki teras marmer rumah keluarga besar Rafel, kontan saja Aiyana bergerak mundur lagi dan kocar-kacir kembali ke belakang. Kepercayaan dirinya runtuh, jantung berdebar hebat membayangkan banyak orang di dalam akan menjadi saksi kebohongan serius ini. Ia benar-benar takut. Rencana Rafel terlalu gila.

"Tuhan ... ada apa lagi sih dengan bocah itu?!" rahang Rafel mengeras, menoleh panik ke arah Aiyana yang mengangkat tinggi-tinggi dress satinnya untuk mempermudah kabur.

Aiyana berlarian cepat padahal tengah mengenakan high heels, hingga tak butuh lama dia sudah sampai ke dekat gerbang. Sekadar info, dari rumah utama sampai ke sana, berjarak puluhan meter. Sementara saat di kamarnya dan sampai memasuki mobil, dia begitu hati-hati karena takut terjatuh. Manusia itu memang selalu saja melakukan hal-hal di luar nalar, padahal tidak memiliki banyak kesempatan.

Dengan gesit, Rafel menyusul dan tak membutuhkan waktu lama pula ia berhasil mengejar. Tanpa mendengar permohonan dan pekikan tertahan Aiyana, ia langsung mengangkat tubuhnya secara paksa ala bridal sebelum dia berhasil keluar dari area luas halaman depan.

"Kamu mau ke mana lagi sebenarnya, Aiyana? Lima menit saja bersikap normal, bisa?!" hardiknya kesal, kembali dilalap emosi. "Kamu tidak akan pernah bisa lari dariku, kecuali kamu sudah bosan hidup!"

"Bisa kalau cuma lima menit. Tapi, kelamaan di sana aku takut, tuan." Aiyana merengek, sementara Rafel terus membawa tubuhnya kembali ke arah rumah. "Tuan, coba pikir ulang. Ini keputusan yang sangat gegabah. Mengenalkanku pada mereka hanya akan menempatkanmu ke dalam masalah."

Benar, Aiyana, aku memang menempatkan diriku pada kerumitan yang jauh lebih memuakkan.

"Tuan, aku beneran takut..." lanjut Aiyana. "Aku belum siap bertemu dengan mereka."

"Apa sih yang kamu takutkan?" gigi Rafel saling menggertak, kesal bukan main. "Aku akan melubangi kepala kalian berdua jika kamu terus membuat masalah!" ancamnya pelan, tapi tajam.

Aiyana merengut, menangkupkan kedua tangan memohon. "Tuan, tolong lepasin. Aku benar-benar takut. Kebohongan ini terlalu besar. Bagaimana jika mereka tahu? Bagaimana jika aku malah mengacau? Tuan pasti akan lebih marah dari ini."

"Kabur ataupun mengacau, sama-sama akan membuatku marah. Jadi, jangan melakukan keduanya jika kamu masih ingin hidup!"

"Bagaimana dengan Bapak...?"

Rafel mengatur napas, "Bapakmu juga! Kalian berdua!"

Sempat-sempatnya Aiyana minta dikoreksi.

"Tuan, apa tidak ada cara lain?" kedua kaki Aiyana terus menendang-nendang di udara, tapi tidak berpengaruh sama sekali pada kekuatan tenaga Rafel. "Perasaanku tidak enak. Aku tidak percaya diri bergabung dengan keluarga kalian. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengobrol dengan kalangan atas. Kita menikah langsung saja, yuk? Nggak usah gini-ginian!"

Rafel tidak menjawab, entah mengapa ia malah ingin tergelak, otak Aiyana memang agak rusak sepertinya. Jalan pikirannya selalu saja tak mudah ditebak.

"Tuan seharusnya menuliskan rencana perkenalan ini ke dalam kontrak sehingga aku bisa bersiap-siap dulu. Terlalu mendadak, aku tidak bisa." Aiyana terus membujuk, agar Rafel berubah pikiran. "Oh my God, I cannot pokoknya! I cannot!"

Beautiful PainWhere stories live. Discover now