Chapter 45

19.4K 3.3K 837
                                    

Halooo... Luka Cantik update lagi 🤗 Siapa yang masih nunggu? 🙌🏻🥰

Mohon koreksi kalau ada typo atau kalimat rancu 🙏🏻



Happy Reading




***
Dari siang sampai sore, Aiyana menyiapkan banyak hidangan dibantu tiga pekerja. Berjam-jam lamanya, ia sibuk berkutat di dapur. Semua menu kini telah tersaji rapi di meja yang didominasi oleh makanan khas Indonesia, ada juga yang ditempatkan pada mangkuk lain untuk dibawa para pekerja. Ia memasak semuanya sendiri mengingat Rafel akan lebih antusias jika ia menyiapkannya secara langsung. Dia akan menyantap dengan sangat lahap walau setiap kali selesai makan, ada saja protesan yang bibirnya keluhkan. Si pemilik gengsi dan ego tertinggi itu memang tidak pernah bisa memuji tanpa menyertakan cacian. Sementara ketiga dari Bibi hanya membantu menyiapkan bahan-bahan masakan sesuai permintaan Aiyana. Karena untuk bumbu rempah-rempah, Aiyana lebih memilih hasil ulekan langsung daripada diblender. Menurutnya rasa dan aromanya bisa berbeda, entah mengapa.

"Bi, aku mandi dan siap-siap dulu ya. Tolong bantu rapikan dapur lagi," izin Aiyana ketika melihat waktu sudah menunjukkan ke pukul lima sore. "Nanti kalau udah selesai, Bibi bisa langsung kembali lagi ke rumah. Kalian perlu istirahat karena seharian ini malah direpotkan olehku. Jangan lupa juga makanannya dibawa, dinikmati bareng-bareng sama yang lain. Semoga kalian suka."

Rumah yang Aiyana maksud adalah tempat khusus para pekerja yang terpisah dari rumah utama. Semua pekerja perempuan ditempatkan di sana, sementara pekerja laki-laki di bangunan lain lagi yang terpisah dari tempat tinggal pekerja perempuan. Rafel sangat memerhatikan kesejahteraan mereka semua, bahkan tempatnya pun tidak kalah nyaman walau tentu tidak semewah rumah ini.

"Tidak masalah, Nyonya Aiyana. Ini sudah tugas kami bertiga. Malahan seharusnya kami yang masak untuk makan malam kalian. Nyonya Aiya tidak boleh kelelahan. Nyonya harus ingat kalau sekarang ada nyawa lain yang harus dijaga. Kami akan sangat menikmati makanan ini, masakan Nyonya enak sekali."

"Santai aja, bi, aku malah seneng."

"Baik, Nyonya. Berdandan lah yang cantik, hari ini adalah hari spesial kalian berdua."

Binar bahagia terpancar jelas dari wajahnya. Sorot mata hangat nan polos, perlakuan sopan, dan karakter yang riang—membuat hampir semua pekerja begitu tulus menyayangi Aiyana. Rumah utama yang dulu memiliki nuansa sepi, senyap, dan dingin walau dibalut oleh kemewahan bernilai miliaran rupiah, menjadi terasa ramah berkat kehadirannya. Gadis itu seperti warna-warni semburat pelangi di kediaman ini. Rafel yang dulu jarang sekali menampilkan ekspresi, kini menjadi cukup ekspresif. Walaupun lebih sering dalam mode serius dan pasrah, tetapi dia bisa mengimbangi Aiyana yang energik serta banyak tingkah. Seperti burung beo, kadangkala Aiyana tak hentinya bercerita, dan Rafel dengan setia mendengarkan walau tak jarang disahuti tajam karena ada topik yang terlalu di luar nalar. Di samping anak itu, Rafel jadi bisa begitu sabar dan terlihat manusiawi. Tuan mereka cukup banyak berubah padahal dulu dia bukan sosok yang mudah didekati.

Aiyana mengangguk-angguk semringah, berlarian sebelum bibi memekik dan menegur agar tidak terlalu hyper. Dirinya yang biasa aktif loncat ke sana-ke mari, kini harus sadar diri bahwa ada malaikat kecil yang sedang bertumbuh di dalam perutnya.

"Iya bibi, maaf, aku lupa." Aiyana memelankan lajuan langkah, dengan hati-hati berjalan ke arah lift.

"Nggak gitu juga kali, Nyonya Aiyana. Kalau jalan kayak gitu, malah seperti orang yang sedang mengandung sembilan bulan dan siap melahirkan."

Aiyana nyengir kuda, sekarang berjalan seperti biasa. "Eh iya, aku lebay banget."

"Aduh, bocil-bocil...." Bibi menggeleng-geleng tak habis pikir sambil mengulas senyum lebar melihat tingkah konyolnya yang ada-ada saja.

Beautiful PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang