02

378 40 23
                                    

Handsome Stranger

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Handsome Stranger

Mungkin ini adalah "takdir". Mungkin ini benar-benar seharusnya terjadi dalam hidupnya sekarang, atau mungkin garis tangan ada hubungannya dengan ini.

Di salah satu klub malam yang paling ramai dan gemerlap, di sanalah Wu Xie berada. Mendorong keluar pintu setelah satu sloki wiski terakhir, keluar ke udara musim gugur yang sejuk di kota Haikou, dan ia kebetulan menabrak sosok tinggi gemuk dan terhuyung-huyung.

Sahabatnya, Pangzhi.

Bukan untuk pertama kalinya di satu pekan terakhir ini, Wu Xie mulai mempertanyakan kewarasan diri sendiri.

Pangzhi nampak tidak bersimpati dengan wajah kusut sahabatnya. Dia juga sudah menghabiskan beberapa gelas meski tidak semabuk Wu Xie.

Dia menegakkan tubuh, membenahi jaketnya yang tampak menggantung longgar  dan menatap Wu Xie dengan pandangan mungkin bisa membunuh seseorang.

"Eh, kau hampir saja menabrakku," Pangzhi merengut, sekali lagi merasakan sengatan pusing di pelipisnya.

Wu Xie menelan ludah, warna kemerahan efek mabuk mengalir ke pipinya.

"Apakah ada alasan kau harus menabrakku seperti ini?" Pangzhi menuntut dengan suara yang menyakitkan telinga. "Atau kamu terobsesi denganku, kau terus mengikutiku seperti ini?"

Astaga,  kepalaku semakin pusing, keluh Wu Xie.

"Aku tidak mengikutimu ke mana-mana," ia bergumam. Matanya tertuju ke bawah. "Apa kau tidak menyadarinya, tempat ini ramai sekali."

"Ya, memang." Dia setuju, melihat sekeliling. "Jadi, kau akan pulang sekarang?"

Wu Xie mengangguk linglung.

Dia meninggalkan Pangzhi yang masih berdiri canggung di pintu masuk klub mencengkeram erat pelipisnya menatap Wu Xie dengan mata berkunang-kunang.

Wu Xie berjalan lambat menuju pelataran parkir di depan klub, sekejap dia linglung di mana ia memarkir sedan Chevrolet hitam miliknya. Jika ada yang melihatnya , mereka mungkin curiga ada yang tidak beres dengan cara dia bergerak. Celingukan seperti  maling.

Untungnya, tidak ada yang memperhatikan dirinya. Semua pikiran manusia di dalam maupun di luar klub masih berputar-putar di sekitar gadis, minuman keras, dan musik yang menghentak-hentak.

Wu Xie menemukan mobilnya di pojok gelap, menyendiri dan nyaris sewarna bayangan hingga tak terlihat. Tapi bahkan dalam keadaan mabuk pun Wu Xie masih bisa mengenali mobil kebanggaan yang mampu ia beli dengan cara mencicil setelah bekerja di perusahaan surat kabar.

Menggoyangkan kepala yang serasa dipenuhi bintang-bintang, Wu Xie berjuang beberapa langkah lagi menuju pintu mobil.

Dia tidak suka membayangkan dirinya harus bersembunyi dan menyelinap pulang lebih dulu meninggalkan kawan-kawan baik sesama wartawan. Betapa pengecut itu terdengar. Tapi tidak diragukan lagi itulah yang terjadi sekarang. Wu Xie sudah bosan dan ingin segera tidur. Paling tidak ia bisa tidur di mobil terlebih dulu sebelum mengemudi pulang.

𝐅𝐚𝐥𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐈𝐧𝐭𝐨 𝐓𝐡𝐞 𝐃𝐚𝐫𝐤 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now