04

223 32 24
                                    

Hectic Tavern

Pangzi mencoba membangunkan Wu Xie dengan guncangan di bahunya. Awalnya lembut, tapi kemudian menjadi penuh tenaga seperti seseorang yang memiliki dendam kesumat.

"Oi, Wu Xie! Kau mau berangkat kerja atau tidak?" ia menegur dengan suara yang mengerikan.

Dalam tidurnya yang gelisah, sayup-sayup Wu Xie mendengar suara goyah dan berlagu, kacau balau mirip nyanyian buruk dari kaset rusak. Secara reflek, ia menenggelamkan wajahnya ke bantal, menutup telinga dengan telapak tangannya.

"Aisshh, astaga! Bocah ini," Pangzi menggerutu tidak paham.
"Bangun!"

Guncangan lagi.

"Nah, boss akan senang hati memotong gajimu."

Mendengar kata gaji, alam bawah sadar Wu Xie mulai terusik.

"Jika kau dipecat, aku akan dengan senang hati menyerahkanmu pada Liu Sang, pemilik kedai kopi yang kau cium tempo hari!"

Yakkk!

Tubuh Wu Xie kali ini menggelepar seperti ikan melompat dari kolam, kemudian bangun dengan mata terbuka lebar. Pandangannya nanar menangkap bayangan wajah Pangzi yang menyeringai. Ugh! Kepalanya pusing karena tidur yang kacau dan saat bangun ia melihat wajah licik sahabatnya serta ancaman mengerikan tentang Liu Sang.

Tapi tunggu!

Wu Xie bangun dan duduk dengan susah payah, memijat pelipisnya.

"Apa katamu?" ia mengerjapkan mata pada Pangzhi.

"Ah, sudahlah! Sekarang kau bangun dan cuci muka. Otakmu akan segera jernih."

Wu Xie tidak yakin. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur, menoleh ke arah jendela. Kaca mengabur dilapisi embun beku awal dan ia harus mengerahkan segenap energi untuk mendorong tubuhnya bergerak.

"Ini masih pagi," ia mengerang.

"Tentu saja masih pagi. Kalau sudah siang, aku tidak akan berada di kamarmu melainkan melacurkan diri di kantor."

"Isshh, sinting," gerutu Wu Xie, ngeri.

Pangzi bangkit dari duduknya, menuju ke jendela dan membukanya.

"Semalam kau pulang terlambat?" ia menoleh pada Wu Xie yang masih meringis efek ucapan sarkastisnya barusan.

"Tidak juga. Bahkan aku pulang cepat setelah acara nonton selesai."

"Ha! Gadis genit itu, dia pasti sangat bahagia jalan denganmu."

"Kau cemburu?" Wu Xie mengerling.

"Fuhh, yang benar saja. Dia bukan tipeku." Pangzi berdiri di tepi jendela, menghirup udara yang masih segar.
"Kuakui dia lebih cocok denganmu."

Wu Xie sontak menggeleng. "Aku khawatir penilaianmu keliru. Dia lebih cocok jadi adikku. Dan ya, satu hal lagi. Semalam... " ucapan Wu Xie terputus sejenak, menerawang ke waktu yang telah berlalu.

"Apa yang terjadi?"

"Di bioskop, aku ... aku.... " Memejamkan mata, Wu Xie sempat muak bagaimana mengatakannya.

"Kalian berciuman dalam gelap? Dasar pemuda cabul," Pangzi memotong dengan raut wajah shock.

"Dengar .... " Wu Xie menghela napas, ekspresinya serius. "Aku tidak mencium Bai Haotian, tapi melihat dia lagi."

"Siapa?"

"Pemuda tampan itu. Dia menguntitku sekarang, sungguh mengejutkan."

"Kau yakin itu dia? Bukan pemuda lain?"

𝐅𝐚𝐥𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐈𝐧𝐭𝐨 𝐓𝐡𝐞 𝐃𝐚𝐫𝐤 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now