05

198 37 25
                                    

Ketiga pemuda saat ini duduk dalam kengerian yang sunyi, tidak yakin bagaimana harus bereaksi, tidak tahu harus berbuat apa. Wu Xie telah mencuci muka dan mendinginkan kepala sementara Liu Sang baru selesai memarahi pelayan yang menjatuhkan kopi, untuk kemudian menyuruhnya segera membereskan kekacauan. Demi situasi yang lebih santai, Pangzi memesan kopi lagi untuk dirinya dan Wu Xie. Kini, dengan menghadapi dua cangkir kopi panas dan aroma kafein yang memikat, semua pihak berharap kesalahpahaman ini akan terurai.


"Aku butuh saksi," Wu Xie memulai, sekuat tenaga mencoba terdengar santai.

"Saksi apa?" dengus Liu Sang.

"Aku saksinya," Pangzi menyela, mengangkat tangan di samping kepala.

"Saksi apa yang kalian bicarakan?" Liu Sang makin dongkol karena merasa diabaikan.

"Maksudku, saksi lain selain dirimu!" Wu Xie benar-benar terfokus pada Pangzi, seolah suara Liu Sang tidak terdengar.

"Hei, jawab aku!" suara Liu Sang mulai meninggi.

"Tenang, boss!" Pangzi berusaha mengendalikan situasi.

"Dikelilingi orang-orang gila, bagaimana aku bisa tenang."

"Kau cerewet sekali!" Wu Xie kehilangan sikap santai yang ia perjuangkan. Yang ditegur seketika balas mendelik.

"Jadi begini," Pangzi mulai bersikap sok dewasa, merasa yakin bahwa hanya dia satu-satunya yang netral dalam situasi membingungkan ini.
"Pertemuan kalian terjalin dengan cara yang rumit, bahkan bisa dikatakan tidak masuk akal. Aku lupa kapan tepatnya, tapi aku melihatmu ... " telunjuknya mengarah pada Liu Sang, kemudian pada Wu Xie, "dan kamu ... "
Dia menelan liur sesaat, merasa sulit mengatakan hal menggelikan yang telah dilihatnya.

"Kami apa?" selidik Liu Sang, curiga. Terlebih dilihatnya Wu Xie menyangga kening dengan tangan.

"Itu ... ehm, berciuman," Pangzi meringis saat mengatakan itu.

"Apa?!" Liu Sang memukul meja dengan telapak tangan, membuat beberapa mata mengarah padanya. Cangkir dan piring bergetar, dan Wu Xie kehilangan keseimbangan pada sikunya hingga keningnya terpeleset dari telapak tangan, nyaris membentur permukaan meja.

"Bisakah kau tidak berteriak?" desis Pangzi, merasa bersalah karena telah menyampaikan berita buruk ini.

"Astaga ... ini menyebalkan sekali," desah Wu Xie, kehilangan energi dan juga selera minum kopi. Dia memejamkan mata untuk beberapa lama, mencoba mengganti bayangan buruk dengan seraut wajah tampan yang tidak nyata.

"Ini fitnah keji," geram Liu Sang, merasa terhina, lantas menyapukan pandangan pada beberapa tamu yang menatap ke arah mereka dengan terheran-heran. "Nah, kalian suka menonton drama, bukan?"

Ditegur seperti itu, beberapa tamu merasa tidak nyaman dan kembali ke kesibukan masing-masing meski sesekali melirik sang pemilik kafe yang sedang mengalami kekacauan emosi.

"Karena itu kita membutuhkan saksi lain selain aku, agar tidak ada kesan aku satu-satunya pembual di sini," Pangzi meneruskan setelah napas Liu Sang mulai terdengar normal.

"Tidak masuk akal! Katamu, aku berkeliaran di pelataran parkir klub malam. Untuk apa aku pergi ke sana? Aku menghabiskan malam di kafe sampai jam operasional tutup." Liu Sang mengajukan pembelaan dengan gaya sok penting, menekankan bahwa dia memiliki bisnis yang lebih layak diutamakan dibandingkan harus menguntit seorang pemuda asing seperti Wu Xie.

"Nah, kalau begitu bagaimana jika kita tanyakan pada salah satu karyawanmu?" Pangzi menyarankan.

"Lakukan saja! Aku tidak khawatir."

𝐅𝐚𝐥𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐈𝐧𝐭𝐨 𝐓𝐡𝐞 𝐃𝐚𝐫𝐤 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Where stories live. Discover now