36. Rahasianya Terbongkar Sudah

2.6K 194 53
                                    

''Jangan biasakan berbohong. Karena sekali berbohong, kau akan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya.''

💎Happy reading💎

Semenjak Fandi datang ke rumah sakit, Fino hanya diam. Membiarkan Fian menjelaskan semuanya kepada Fandi. Sambil diam-diam lelaki itu mengepalkan tangan. Memaki Fandi dalam hati yang menurut Fino sudah keterlaluan. Ayahnya itu bahkan baru bisa ia lihat wajahnya setelah tahu Dirga kesakitan. Selama ini, ke mana saja lelaki itu pergi? Bahkan Fino merasa ia tak memiliki orang tua sama sekali. Bunda sudah lama pergi dan Fandi jarang pulang ke rumah seolah ia tak memiliki kewajiban menafkahi anaknya sama sekali.

Baru saat tadi Fian menghubungi. Saat Fian mengatakan kepada Fandi lewat ponselnya, barulah Fandi datang dengan tatapan penuh luka. Selama ini ayahnya itu jarang pulang ke rumah. Bahkan uang jajan yang ia tinggalkan sering kali tak cukup untuk mereka bertiga. Sekarang ia datang dengan tatapan tanpa warna. Seolah anak-anaknya butuh sosok seorang ayah hanya ketika mereka tak baik-baik saja.

Sebenarnya Fino ingin berlari ke arah Fandi. Memeluk tubuh itu yang selama ini ia tunggu untuk kembali, tapi hati kecilnya menolak. Rasa sakit juga kecewa yang menguar jauh lebih bergejolak. Membuat Fino muak.

Satu lagi yang membuat Fino terasa ingin mati adalah saat Fian kembali dari ruangan dokter tadi. Setelahnya Dirga dipindahkan ke ruangan khusus. Dan Fian menjelaskan semua dengan napas putus-putus. Semua yang keluar dari mulut Fian seolah menikam Fino cukup dalam. Membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Sumpah demi apa pun, baru kali ini Fino begitu merasa takut kehilangan.

"Dirga ... Dirga enggak ngidap penyakit anemia seperti yang ayah bilang, tapi ...  Dirga sakit kanker, Fin. Kanker darah."

Bahkan suara Fian tadi masih begitu lantang terdengar di pendengaran Fino. Tidak nyata, tapi efeknya sukses membuat Fino terluka lebih dari sebelumnya. Kanker darah bukanlah suatu penyakit biasa. Penyakit sialan itu bisa saja mengambil nyawa Dirga kapan saja. Sekarang semua terasa lebih kentara. Semua pertanyaan Fino terjawab sudah. Pertanyaan tentang penyakit sebenarnya yang bersarang ditubuh Dirga. Namun, Fino sama sekali tak mempersiapkan diri untuk kenyataan yang begitu menyesakkan dada.

"Sampai kapan lo tidur? Gue tau ini udah malam banget. Gue tau, Ga. Tapi, bisa, enggak lo tidurnya normal-normal aja? Hidung sama mulut lo enggak usah ditutup kayak gitu. Ganggu pemandangan aja," lirih Fino pada sosok yang masih setia memejamkan mata.

Fino tahu perkataannya hanya akan menguap di udara, tapi Fino tak peduli pada itu semua. Fino ingin memaki Dirga dan sepertinya ini kesempatan bagus untuk meluapkan semua. Saat Fian dan Fandi sedang tidak ada di sana. Maka, Fino bebas mengatakan apa saja. Mengatakan semua yang memenuhi rongga dadanya.

"Sialan lo, Ga. Kenapa lo nyembunyiin rahasia sebesar itu dari kita semua? Lo pikir dengan lo diam aja, semua akan baik-baik aja? Lo pikir dengan cara lo kayak gini, enggak ada yang bakal terluka? Justru saat tau semua kebenaran dari orang lain, itu yang membuat orang terluka."

Tangan Fino masih menggenggam erat tangan Dirga yang bebas tanpa ada jarum infus yang melekat di sana. Dingin sekali sampai Fino merasa tangannya ikut membeku saat itu juga. Akan tetapi, sepertinya kalimat Fino masih belum menemukan ujungnya. Maka anak itu kembali membuka suara setelah sebelumnya mengambil jeda cukup lama.

"Bego ... lo pikir kanker darah itu penyakit biasa, apa? Kenapa lo bego banget, sih, Ga? Sekarang coba liat kondisi lo, Sialan. Sampai besok pagi lo enggak bangun-bangun juga, gue enggak bakal anggap lo adik gue lagi. Gue cuma bakal nganggap lo saudara gue kalau lo enggak lemah kayak gini."

"Dirgaaa," Fino terisak cukup kuat di tempatnya. Sembari berusaha keras mengatur laju pernapasannya. Ada belati tajam tak kasat mata yang menancap di dadanya dan itu membuat Fino rasanya ingin mati detik itu juga, "bangun, Ga! Please! Gue ... butuh lo. Lo bagian dari keluarga gue 'kan? Dirga sialan. Bangun lo!"

Satria Dirgantara [Complete]Where stories live. Discover now