Bab 15

36.4K 4.7K 62
                                    

Seetts!

Panah yang dilepas itu meleset mengenai pohon mangga. Fatiya mendesah kesal, setelah mencabut anak panah itu dan kembali membidik sasaran barulah akhirnya tepat di titik tengah.

Frisqi yang dari tadi menonton langsung menyerngit, bingung dengan mood kakaknya yang turun. Frisqi memilih beranjak dan mencoba membidik seperti Fatiya, namun gagal.

"Qi, nggak gitu caranya," gumam Fatiya.

"Ajarin, Qiqi nggak terlalu bisa memanah."

"Badan kamu harus tegak, nariknya yang kuat, pandangannya ke depan, jangan merem," omel Fatiya.

Frisqi mendengus, mencoba melakukan semua perintah Fatiya dan berakhir dengan kegagalan. Frisqi melirik raut wajah Fatiya takut-takut, bukannya kesal atau marah. Kakaknya itu terlihat sedih, rautnya memang datar tapi pancaran matanya begitu menyedihkan.

"Kakak kenapa?"

"Nggak apa-apa. Qi, kamu tau Dzaka Anis Al-Karim?"

Tentu Frisqi tahu, tapi apa maksud dari pertanyaan Fatiya? Kakaknya sudah tahu siapa Dzaka? Frisqi mengangguk membalas pertanyaan Fatiya, entah kenapa ia jadi deg-degan.

"Dia kenapa, Kak?" tanya Frisqi was-was.

"Kamu juga tau Ghibran, 'kan?"

"Iya?"

Fatiya menghela napas, kembali menarik busurnya dan membidik sasaran dengan sekali kedip.

"Ternyata Ghibran dan Dzaka orang yang sama."

"Oooh, kirain ada masalah apa, mereka emang orang yang sama, Kak," balas Frisqi enteng.

Fatiya menatap adiknya tajam, ia merasa dikhianati oleh dua orang sekaligus. Apa jangan-jangan Farhan juga tahu? Fatiya mendengus, tak lagi menanggapi Frisqi yang mengoceh banyak hal.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 AM, Fatiya menyudahi latihannya dan menyuruh Frisqi untuk siap-siap ke sekolah. Mereka saling beranjak ke kamar masing-masing, saling bertemu kembali di ruang tamu.

"Kakak anterin, ya, Qi," tawar Fatiya.

"Nggak usah, sekolah kita berlawanan, Kak," tolak Frisqi halus.

Fatiya menggeleng, tetap kukuh ingin mengantar Frisqi ke sekolah. Tanpa banyak kata ia mengambil motornya dan menyalakan mesin.

"Ayo, nanti telat."

"Ntar Kak Tiya telat, lho! Trus dihukum sama guru, Qiqi nggak mau Kak Tiya sampe hormat bendera cuma gara-gara nganter Qiqi."

"Jangan ngebantah! Nggak apa-apa telat, kalo telat ntar tinggal pulang."

****

Pagar tinggi SMANSA terlihat dari kejauhan, Fatiya rasanya ingin pulang saja daripada sekolah dan berpapasan dengan Ghibran. Tanpa dipungkiri, Fatiya menghentikan motornya tepat di depan pagar yang sudah tertutup.

"Kok telat, Neng? Biasanya dateng pagi, kesiangan, ya, Neng?" tanya pak Gio ramah, satpam sekolah.

Fatiya tersenyum tipis, tak berniat sama sekali membalas. Perempuan manis itu kembali menghidupkan motornya setelah dibukakan gerbang oleh pak Gio.

"Masuk aja, Neng. Khusus neng Fatiya dibolehin masuk."

"Makasih, ya, Pak Gio," ucap Fatiya ramah.

Setelah memarkirkan motornya, dengan ragu Fatiya berjalan ke arah kelas. Pandangannya bertemu dengan Ghibran dari arah berlawanan, Fatiya menelan salivanya susah payah, lalu berbalik cepat.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang