Bab 40

28.1K 3.6K 955
                                    

Assalamualaikum! Hai ... calon penghuni surga.

Dari Dzaka turun ke Farhan, dibawa lagi sama Ican. Oleng ae terusss, saya mah pasrah.

Happy reading for you're.
Time is ur.

***

Akhir-akhir ini Fatiya merasakan sakit di bagian pinggulnya sendiri. Kadang sesak, kadang juga sakitnya luar biasa. Fatiya harus berteriak karena datangnya sakit itu.

"Kita ke rumah sakit aja, ya, sayang? Aku nggak tega liat kamu kayak gini," ucap Dzaka sedih.

"Nggak ... usah," lirih Fatiya.

Fatiya kembali meringis, matanya berembun, bahkan bibirnya bergetar saking sakitnya. Kerap kali mengeluh sambil memegang pinggangnya.

"Sakit," keluh perempuan itu.

Rasa nyerinya enggan berkurang, Fatiya memejam matanya berusaha lebih tenang lagi. Dzaka yang tidak tega justru memberi pijatan ringan di lengan dan paha istrinya itu.

"A'a Dza," lirih Fatiya terengah-engah. "Rumah ... sakit ... sekarang."

Saking paniknya Dzaka, laki-laki itu hampir saja menyenggol akuarium berisi ikan hias.

Segera Dzaka membawa Fatiya ke dalam mobil, di perjalanan menuju rumah sakit, Fatiya terus bergerak tidak nyaman, suhu badannya berubah dingin, disusul dengan bulir keringat di dahinya.

"Pengen ketemu Umi," ucap Fatiya ingin menangis.

Fatiya tersentak saat merasakan cairan mengalir di pahanya, begitu melihat air ketuban yang pecah, Fatiya langsung mencengkram lengan Dzaka kuat.

"Sakit ... aku takut," lirih Fatiya bergetar.

"Aku mohon, sebentar lagi sampai." Dzaka juga sama paniknya dengan Fatiya, bahkan jemari istrinya terasa dingin. "Ayolah! Kenapa rumah sakitnya jauh banget?!"

Tibanya di rumah sakit, secepat mungkin Dzaka mengambil kursi roda dan berteriak memanggil dokter dan suster.

Dzaka mengangkat tubuh Fatiya untuk duduk di kursi roda dengan penuh kehati-hatian. Dzaka sama paniknya dengan Fatiya, tapi disembunyikan dengan raut wajah yang lebih tenang.

Dokter segera mendorong kursi roda itu, diikuti oleh beberapa suster dan Dzaka yang tengah menelpon kedua orang tua mereka.

Mereka masuk ke dalam ruangan, dokter memeriksa Fatiya sejenak. Lalu bertanya banyak hal supaya mengetahui sampai mana keluhan perempuan itu.

"Masih pembukaan kelima," ucap dokter itu pada Fatiya dan Dzaka. "Kita harus menunggu sampai pembukaannya selesai."

"Berapa lama? Sampai kapan saya harus melihat istri saya kesakitan seperti ini?!"

"Sabar, Pak. Ini sesuai prosedur yang dijalani, bisa saja sampai 1 jam ke depan atau lebih."

Mendengarnya saja membuat Dzaka menahan rasa kesalnya. Ia takut terjadi apa-apa dengan Fatiya, semenjak di rumah, Dzaka sering mendengar ringisan Fatiya yang menyakiti hatinya sendiri.

Sakit rasanya tidak bisa menolong.

Sembari menunggu pembukaan dengan sempurna, Fatiya dipindahkan ke ruang inap sementara waktu.

"Aku pengen pulang," gumam Fatiya, keningnya mengerut menahan rasa sakit.

Fatiya terus menahan sakit, sambil sesekali menghela napas secara perlahan. Ia berusaha tenang walaupun panik terus melanda.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang