Bab 25

31K 4.9K 383
                                    

"Assalamualaikum, Fatiya! Main yuk!"

Hana tertawa karena kalimatnya sendiri, dengan tidak tahu malunya ia berteriak di depan rumah orang sambil mondar-mandir. Tangannya memeluk tas yang berisi berkas-berkas pendaftaran.

Dzaka menyerngit mendengar itu, ia membuka pintu dan menatap datar Hana. Selama berada di pondok ia tak pernah punya teman perempuan, hanya laki-laki.

"Waalaikumussalam, cari siapa?"

"Anu ... aku nggak salah rumah, 'kan?" tanya Hana panik.

Dzaka menatap Hana dingin.

"Nyari siapa?"

Hana mendadak gugup, ia tak pernah menemui laki-laki semanis Dzaka. Ia mengalihkan pandangannya, dan mengatur diri agar lebih tenang. Hana menunduk.

"Aku cari Fatiya, rumahnya di sini, bukan?"

Demi apa pun Hana malu sekali, kalau ia salah rumah bagaimana? Mana pakai acara teriak pula, habis sudah harga dirinya sebagai perempuan. Ia pasti dicap tidak sopan oleh laki-laki di depannya.

"Iya, rumahnya di sini. Masuk aja."

Hana mengangguk, rasanya ingin menangis saja kalau tadi salah rumah. Beruntung laki-laki yang tak dikenalnya itu tak peduli, Hana jadi tak terlalu malu.

Sadar dengan kedatangan temannya, Fatiya menatap Hana sebentar, tangannya berisi seloyang kue yang baru saja matang. Dzaka membantu Fatiya dan meletakkan loyang di atas meja.

"Haii, bagaimana kabarmu, Nana?" tanya Fatiya lembut.

"Alhamdulillah baik, tapi aku malu banget sumpah!" Hana mengelap keringatnya. "Mana aku teriak depan rumah kamu lagi, kepergok sama tuh cowok."

Fatiya tertawa, Dzaka tetap tak peduli dan lebih memilih memakan kue yang dibuat Fatiya untuknya. Entah kenapa Dzaka sedang pengen kue, jadi dengan senang hati Fatiya membuatkannya.

"Dia suami aku," ungkap Fatiya.

"Hah?! Suami kamu?!" pekik Hana tak percaya, pantas saja laki-laki seperti Dzaka berada di rumah Fatiya. Awalnya ia heran, tapi sekarang tidak lagi.

"Dijodohin?" tanya Hana selidik.

"Iya."

Fatiya membalas singkat, kalau ia jelaskan pasti panjang lebar. Mana mau ia menjelaskan begitu panjang, pasti menghabiskan waktunya saja. Fatiya berdehem.

"Kamu!" Hana menunjuk Dzaka.

"Apa?" Dzaka membalas tak acuh.

"Jangan sakitin sahabat aku! Kalo dia sampai ngadu sama aku karena disakitin sama kamu, siap-siap aja!" Hana mengarahkan tangannya ke leher, berpose mencekik.

Dzaka menyerngit, tak peduli dengan ucapan Hana yang terdengar ngawur. Setelah menyalin kue ke dalam toples, Dzaka beranjak ke kamar. Ia mencium pipi Fatiya dan menghilang di balik tangga.

"Apa sih tuh cowok! Untung suami kamu, kalo nggak udah kucekik!"

"Nggak boleh!" Fatiya menatap Hana tajam. "Katanya mau mau ngurus pendaftaran, kita ke ruang keluarga aja biar cepet beres."

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang