Kiamat Kecil

25 4 1
                                    

Akhir bulan adalah waktu yang selalu Ara anggap sebagai bentuk kiamat kecil pada dunianya. Masa bodoh dengan uang gaji yang sudah masuk sejak tanggal 25 kalau di akhir bulan kewarasannya dikejar-kejar oleh pancapaian omset penjualan, penghitungan stok barang di gudang serta laporan bulanan yang angkanya mampu membuat kepala Ara rasanya mau meledak. Belum lagi kalau pihak pemasaran datang menghampirinya sambil memohon untuk penghitungan ulang nilai penjualan sebulan terakhir milik mereka yang entah hilang kemana. Rasanya Ara mau membelah diri.

Iya, seperti itulah jatuh bangun Ara setiap akhir bulan. Jangan pikir ia langsung bisa berdiri tegak ketika dihadapkan pada dunia kerja macam yang jauh dari bayangannya kala masih menjadi mahasiswa. Saat memulai semuanya Ara bahkan mengorbankan waktunya untuk benar-benar menghitung stok barang di gudang sampai pukul 9 malam setiap harinya ketika data yang ada di komputer berbeda jauh dengan realisasi barang yang ada. Air mata juga rasanya sudah kelewat sering menghiasi wajah Ara setiap angka pada laporan bulanannya di coret dengan tinta merah saat nominal rugi tertulis di sana besar-besar.

Tapi siapa sangka, masa-masa kiamat kecil itu sudah berlangsung dalam dunia Ara selama dua tahun lamanya setiap bulan mulai berganti. Ara sendiri tak menyangka bahwa dia ternyata mampu bertahan di tempat kerjanya sampai saat ini, meski tentu dengan langkah terseok-seok untuk tetap bisa berdiri tegak, mungkin sesaat Ara harus bangga atas perjuangannya yang satu ini.

Begitupun dengan hari ini ketika seluruh atensi seolah direnggut kiamat kecilnya. Ara bahkan tak menyentuh gawainya sedari pagi sampai matahari terbenam, jangankan untuk melakukan hal sesederhana itu, hal penting seperti makan siang saja nyaris Ara lewatkan kalau ia tidak ditarik paksa rekan kerjanya.

"Belum selesai, Ra?" tanya kepala divisi Ara seketika menyadarkannya pada ruang kerja yang sudah nyaris kosong, hanya menyisakan komputer Ara yang masih menyala dengan meja kerja yang penuh dengan nota barang yang belum ia bereskan.

"Udah, bu. Tinggal masukin ke sistem aja, 15 menit lagi selesai"

"Kalau gitu, saya pulang duluan ya, Ra. Di gudang sepertinya masih banyak orang, kamu nggak takutkan saya tinggal?"

"Enggak kok, Bu. Ditinggal aja nggak apa-apa" balas Ara mencoba semeyakinkan mungkin dan dengan begitu pada akhirnya benar-benar menjadi penghuni ruang itu.

Meleset 10 menit dari perkiraannya, Ara baru menyelesaikan pekerjaan ketika suara adzan isya berkumandang. Direntangkan lengannya tinggi-tinggi sambil menarik dua ujung bibirnya ketika angka di komputer sudah menunjukan hasil yang ia harapkan. Data penjualannya bulan ini lebih dari target, meski ada beberapa barang yang rusak dan hilang, tapi laba yang ia dapat nyatanya mampu menutupi nominal barang yang rusak dan hilang. Lega tentu menjadi satu-satunya perasaan yang menghiasi hatinya, membuat Ara bisa melenggang pulang tanpa beban menggantungi langkahnya.

Ketika sampai di rumah barulah Ara mampu membuka gawainya, membaca pesan-pesan ya h tertinggal disana lalu membuka beberapa media sosial yang seharian tadi ia abaikan. Tak banyak hal mampu merenggut perhatian Ara, lagi pula rasa lelah seolah mendominasi kerja tubuh gadis itu, hingga potret sebuah kafe muncul di berandanya, membuat Ara menatap potret itu dengan seksama. Potret halaman depan Latibule dengan tiga orang laki-laki tersenyum lebar berdiri di depan pintunya. Narasi yang menemani foto itu adalah kisah tiga orang sahabat memulai usaha mereka melahirkan Latibule hingga akhirnya membuat kafe itu punya tempat tersendiri di hati para penikmat kopi.

Ada nama Dion, Langit dan Juna tertulis disana, tapi entah bagaimana nama Langit seutuhnya merenggut perhatian Ara sambil memutar ulang perjumpaan terakhir mereka. Sudah seminggu ternyata sejak hari itu. Sudah seminggu juga inisiatif tak sedikitpun mengetuk hati Ara untuk sekedar menghubungi nomor Langit yang tersimpan di gawainya. Pikir Ara ia tak punya satupun alasan yang bisa diberikan untuk sekedar membuka ruang obrolan diantara mereka. Lagi pula hal yang sama juga dilakukan Langit. Ada nomornya di gawai Langit, tapi laki-laki itu juga seperti urung menghubunginya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OrbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang