Luka

48 5 11
                                    

Ara pikir hanya panggilan darurat atas nama Rasi yang bisa membuat jantungnya serasa jatuh karena terlalu terkejut. Ara pikir hanya sepotong kalimat yang terlantun datar keluar dari mulut Rasi yang mampu membuat langkahnya menderu terburu-buru, mengabaikan banyak orang yang berpapasan dengannya hanya untuk segera bertemu.

Tapi ternyata tidak.

Siang ini ketika Ara sudah bersiap diri untuk pergi kesuatu tempat demi bertemu seseorang, yang ada orang itu justru menelfonnya dengan nada suara dan alasan tak terbayangkan di isi kepala Ara. Siang itu ketika seharusnya ia dan sahabatnya Desna pergi berdua untuk berburu buku bacaan tiba-tiba saja rencana berubah dengan sangat kontrasnya, bahkan bisa di sebut jungkir balik.

Panggilan telfon dari Desna yang tak lebih dari lima menit itu sukses membawa Ara menghentakan langkahnya menuju ke ruang IGD sampai ia menemukan Desna tengah terkapar di atas sebuah ranjang rumah sakit dengan luka gores di bagian tangan dan kakinya.

"Lo kenapa sih Des? Bisa-bisanya--" Ara tercekat dalam kepanikannya sendiri, sialnyaa segala macam ketakutan dan keterkejutan Ara tak berbanding lurus dengan cengiran lebar yang terpampang di wajah Desna dengan tanpa bersalah.

"Jangan cengengesan, ini gimana ceritanya sih lo bisa nabrak orang kayak gini?"

"Dih Ara jangan galak-galak. Inget ya gue ini pasien"

Dan dengan seiring deru nafas Ara yang kembali normal sambil ia menata segala perubahan suasana hatinya, Desna menceritakan dengan menggebu-gebu bagaimana perjalanannya menemui Ara hari ini yang harusnya menjadi menyenangkan berakhir dengan kejadian naas di luar dugaan.

Desna menabrak seseorang yang motornya tiba-tiba mogok di tengah jalan. Karena tidak sempat menghindar dan dengan kecepatan yang cukup tinggi demi mengejar lampu lalu lintas yang sudah berkedip orange, tabrakan itu tidak bisa dihindarkan. Sampai akhirnya bisa membuat luka tergores di beberapa bagian permukaan kulit Desna yang jelas membuat Ara meringis ngilu saat membayangkan bagaimana rasa sakitnya.

"Tapi lo nggak apa-apakan Des? Udah di Rontgen? Udah CT scan?" Tanya Ara khawatir.

"Nggak apa-apa kok mbak temennya, tadi udah di rontgen, harusnya bentar lagi hasilnya keluar" Sautan suara asing dari balik punggung Ara serta merta membuatnya menengok dan menemukan si pemilik tengah tersenyum canggung kearahnya.

"Masnya yang nolongin Desna? Apa yang ditabrak?"

"Enggak kok saya temennya yang ditabrak mbak Desna"

"Oh, iya temennya gimana? Lukanya serius nggak?"

Belum sempat Ara mengantupkan bibirnya setelah pertanyaan itu keluar, tirai pembatas tempat tidur Desna tiba-tiba ditarik mundur, menampilkan sosok yang punya banyak luka gores dan lebam sama seperti Desna, namun sedikit terlihat lebih mengkhawatirkan karena pergelangan tangan kirinya yang balut gips.

Yang aneh, sama seperti Desna, sosok itu justru menampilkan cengiran lebar yang membuat Ara tidak habis pikir.

"Saya nggak apa-apa kok mbak, lecet doang"

Ara membuang nafas lega, apalagi saat melihat interaksi kecil basa-basi antara sosok itu dengan Desna.

"Terus kendaraannya gimana mas? Motor temen saya sama temen mas sekarang di mana?"

"Saya masukin bengkel kenalan saya mbak. Agak parah sih emang, punya mbak Desna lampu dan bumper depannya pecah, stangnya juga bengkok. Jadi perlu waktu buat dibenerin"

Setelah berjanji untuk saling memberi kabar soal keadaan dua kendaraan yang sama-sama tragis itu dan sepakat membagi biaya perawatan mereka, akhirnya Ara bisa membawa Desna pulang, meski harus di lalui dengan sedikit drama korban tabrakannya yang memaksa ingin mengantarkan mereka berdua pulang, tentu harus ditolak mentah-mentah Ara karena tidak mau merepotkan lebih jauh.

OrbitOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz