BAB 33

8 2 0
                                    

Day 10 - Part 1

Pagi ini, sebelum sarapan ke kantin, aku mampir dulu ke depan asrama laki-laki. Jujur, aku khawatir sekali dengan kondisi Zafar selepas tiba-tiba pingsan begitu saja kemarin.

Tiga menit aku berdiri, terlihatlah Frey dari dalam asrama putra. Aku pun segera memanggilnya, "Frey!"

Dia menoleh, menatapku bingung. "Eh iya, Lin. Ada apa?"

"Kamu satu kamar dengan Zafar, kan?"

Dia mengangguk.

"Apa Zafar baik-baik saja?"

Dia mengangguk lagi. "Tentu. Mengapa tidak? Dia kan sudah ditangani tim medis sebaik mungkin kemarin. Tadi dia lagi siap-siap. Mau aku bantu panggilkan?"

Aku lantas menggeleng. "Terima kasih. Aku tunggu dia di sini saja."

"Baiklah kalau begitu. Aku ke kantin duluan ya, Lin!"

"Iya."

Ketika aku berbalik, aku langsung dikagetkan dengan sosok Zafar yang tersenyum geli menatapku. "Astaga, kamu bikin aku kaget saja. Aku sempat mengira kamu hantu, tahu!"

Zafar terkekeh. "Kenapa mencariku?"

"Aku hanya ingin tahu kondisimu hari ini."

"Bukan karena masih khawatir?"

"Ya itu alasan kenapa aku ingin tahu kondisimu," jujurku.

"Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan selalu baik-baik saja. Mau ke kantin bareng?"

Aku mengangguk. Kami pun berjalan beriringan menuju kantin asrama. Begitu sampai, aku langsung menuju ke kursi kosong yang sengaja disiapkan oleh Feby dan Nala.

"Akhirnya kalian datang juga! Kalian tahu tidak, kalau kami sudah mengusir lima orang yang ingin duduk di kursi kosong itu, tahu?!" kesal Feby.

Aku tersenyum sedih, penuh penyesalan. "Maaf ya, Feb. Dan terima kasih banyak."

Nala terkekeh kecil. "Udah, lebih baik kita antri ambil makanan dulu baru ngobrol-ngobrol. Tasnya seperti biasa, tinggalkan di sini."

"Zaf, kamu oke kan, gabung sama kami?" tanya Feby.

"Sesekali sih, bolehlah," jawabnya tanpa ragu.

"Ya boleh dong, kan ada Ralin. Kalau tidak ada Ralin, tidak mungkin mau dia," goda Nala.

Aku melotot. "Apa sih, Nal?!"

Feby dan Nala tertawa seketika. Sedangkan aku hanya diam salah tingkah. Aku sempat melirik Zafar, dan wajahnya terlihat biasa saja.

Setelah selesai makan, aku dan yang lain bergegas menuju halte. Kami akan naik bus shift pertama yang mungkin sudah tiba. Dan benar saja, aku langsung disuguhkan pemandangan orang mengantri menaiki dua bus biru yang berbaris rapi. Aku, Zafar, Feby dan Nala segera bergabung dengan mereka.

Begitu di dalam bus, ternyata di sini sudah cukup penuh. Feby dan Nala yang masuk lebih dulu sudah mendapatkan tempat duduk. Sedangkan aku dan Zafar belum—masih memutar pandangan mencari kursi kosong. Seharusnya masih ada kursi, karena sebelum naik bus ada supir yang mengatur jumlah anak di dalam bus dengan kursi sehingga bisa pas. Dan jika sudah penuh, pasti diberitahu yang naik bus ini selanjutnya harus berdiri.

Zafar melangkah maju mendahuluiku, membuatku mau tak mau mengikutinya dari belakang. "Itu, Lin. Ada satu kursi kosong lagi."

"Kamu?"

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang