BAB 2

151 61 76
                                    

28/05/24

Enjoy the story teman-teman semuaaa!!

~~~

Kini, aku dan Feby sedang berada di dalam bus sekolah. Di sekitar kami banyak yang membicarakan HC Looking for Talents. Termasuk Feby yang sedang antusias bertukar pikiran dengan teman yang duduk di belakang kami. Aku hanya diam mendengarkan.

Menurut info dari wali kelasku, pertandingan HC Looking for Talents akan di selenggarakan minggu depan, lokasinya di sekolah kami. Tetapi untuk pertandingan final, akan di selenggarakan di luar sekolah. Dan belum diberitahukan di mana tepatnya.

Berbeda dengan Feby, aku justru biasa saja dengan pertandingan ini. Sama sekali tidak tertarik. Lagi pula, aku tidak ingin ketinggalan pelajaran karena hal ini. Walaupun sekolah sudah pasti memberikan dispensasi bagi sembilan orang terpilih, aku lebih memilih pendidikan yang sekarang. Soal beasiswa yang menggiurkan, aku bisa mencari yang lain. Kalau pun aku tidak dapat beasiswa, aku pikir keluargaku masih mampu untuk membiayai kuliahku.

Soal pertandingan seperti apa yang akan sembilan orang terpilih hadapi, akan diberitahu tepat di hari pertandingan. Jadi, para peserta tidak bisa mempersiapkan diri secara matang untuk pertandingan apa yang akan ia hadapi nantinya. Oh iya, aku lupa memberitahu kalau pertandingan ini tidak dilaksanakan full lima belas hari. Tapi diselenggarakan setiap dua hari sekali. Jadi misal hari ini bertanding, besok tidak perlu bertanding lagi, lusanya baru kembali bertanding, begitu seterusnya. Jadi totalnya, ada delapan hari bertanding dan tujuh hari istirahat.

"Lin, besok tim HC akan datang ke sekolah kita. Dan lusa, akan diadakan pemilihan. Semoga aku bisaterpilih," ucap Feby yang telah selesai mengobrol dengan orang di belakang kursi kami.

Aku tersenyum. "Jangan lupa traktiran satu minggu penuh kalau kamu menang."

"Tenang saja, aku nggak akan lupa, Lin."

Tak lama, bus sekolah berhenti. Aku dan Feby terbiasa untuk turun paling akhir supaya tidak berdesakan. Saat aku sedang turun dari pintu keluar, aku mendengar seorang wanita dewasa yang tampak sangat glamor dengan baju yang dipakai dan perhiasan yang ia gunakan sedang memaki seorang nenek tua yang penampilannya berbanding terbalik dengan wanita itu.

"Nenek mengambil uang di dompet saya, ya?!"

"Tidak. Saya tidak mengambilnya," kata nenek itu lirih.

Aku melihat sekitar, ada banyak siswa Cindrawana yang menyaksikan kejadian itu, tetapi mereka memilih untuk tidak peduli dan terus berjalan saja. Ini sudah tidak benar, aku harus menolong nenek itu.

"Lin, mau ke mana?" panggil Feby, namun aku terus berjalan ke arah pertengkaran terjadi.

"Ini ada apa ya, Bu?" tanyaku berusaha untuk ramah kepada wanita itu.

Dia malah menatapku kesal. "Kamu anak kecil tidak perlu ikut campur."

"Maaf, bukannya saya ikut campur, tapi sudah kewajiban saya untuk membantu sesama." Aku menatap nenek itu lembut. "Nenek mencuri dompet Ibu ini?"

"Tidak, Neng. Saya tidak mencuri. Saya hanya menemukan dompet Ibu ini yang terjatuh dan mengembalikannya."

"Lalu kenapa uang saya bisa hilang? Kalau bukan nenek ini yang mengambilnya?"

Baiklah, ini cukup rumit. "Uang yang hilang berapa?"

"Tiga juta!" ucap ibu itu sombong. "Kamu mau sok kaya dengan menggantinya?"

"Sebentar, menurut saya janggal sekali. Kalau nenek ini yang mengambil uang ibu, kenapa dia harus mengembalikan dompetnya ke ibu? Itu sama saja bunuh diri."

Enigma TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang