BAB X Glundrah Getih: ꧑: ꦧꦮꦫꦱ

967 116 7
                                    

HAPPY READIIIINGS.....

MAAF LAMA UPDATE, KARNA ADA BEBERAPA RESEARCH TAMBAHAN

Ngak nyangka ternyata banyak yang suka sama cerita ini

Jangan lupa vote dan komen yah biar aku semangat terus nulisnya

Jangan lupa kalau ada tulisan yang salah ditandain yah

******************

**

*

*

"Jangan sampai amarah itu mengubahmu"

**

****************************************

*

*

"Ini buku siapa?" tanya Mada melihat benda itu menyempil diantara kaki Anila. Jantung Anila mulai berdegub Kencang. Hawa dingin mulai menjalar dari ujung kakinya.

"In-ni bukuuu- yang ku pinjam saat membersihkan pesputakaan waktu itu." Anila sedikit terbata. Keningnya sudah berkeringat mengigit bagian bawah bibirnya menunggu tanggapan Mada.

"Ouuh begitu." Hanya jawaban singkat dari Mada. Anila menghela nafas pelan. Tulang rusuknya mengendur. Syukurlah Mada tidak bertanya macam-macam perihal buku ini.

Dia berpikir sebaiknya menyembunyikan masalah ini dari Mada dan menanyakan simbol akar itu pada Drabha. Siapa tahu mendapat pentunjuk yang menjadi kunci dirinya pulang ke masa depan. Mada mengatakan padanya bahwa sudah percaya padanya. Tapi, sungguh ada yang mengganjal di hati Anila. Dia butuh banyak pentunjuk agar Mada juga percaya padanya atau menganggap semua hanyalah karangan belaka. Mada seorang yang membutuhkan pembuktian dari ucapan.

"Mada!" panggil An melirik Mada yang tengah memandang langit.

"Hmm."

"Sa-ya- ingin- ah tidak jadi." Mada melirik An. Keningnya berkerut.

"Ada hal apa? tanyakan saja." Anila meringis.

"Esok hari apakah kamu sibuk dengan kemiliteran?"

"Seperti biasa melatih prajurit."

"Selasai?"

"Setengah hari." Anila ber 'oh' ria, mengangguk paham. Tersenyum penuh arti. Mada yang melihatnya merasa aneh.

"Jangan berbuat macam-macam." Mada reflek memegang pedang tergelak disampingnya. Niatnya hanya untuk mengesernya agar ada sedikit ruang untuknya meluruskan kaki tapi Anila beranggapan lain. Anila mengira Mada akan menghunuskan pedang ke batang lehernya lagi seperti waktu itu.

"JAGADEWA BATARA, SUUDZON SEKALI ANDA?!" Mata Anila melebar spontan berdiri kemudian mengelus dada sambil mengeleng bagai penghakiman.

Mada menaikan satu alisnya. Tak mengerti tingkah aneh apalagi Anila tunjukan.

"Lah kok jadi campur sari gini ngomongnya lo, An," batin Anila

Efek majapahit begitu kuat. Telingga An selalu terdengar ucapan untuk penguasa alam semesta bagi Majapahit. Pengaruh agama Hindu-Budha yang melekat di kerajaan Majapahit. Awalnya terdengar asing telingga Anila, akhirnya dia mulai terbiasa.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang