BAB XLVI KALIMATI

324 41 3
                                    

Selamat siang pembacaku!

Gimana kabar kalian? semoga baik yah! Aamiin

KET: Tempat di Gunung Semeru dalam cerita ini nyata ada sebagian dramatisasi cerita. Pasti kalian yang suka naik gunung pasti tau. Tapi untuk suasana, kejadian dan spesifik keadaan tambahan fresh from my brain yah hehe....

JADI INTI JANGAN PELIT VOTE DAN KOMEN YAH!

INFOIN KE SAYA KALAU ADA YANG PLAGIAT CERITA INI!

SELAMAT MEMBACAAA..............

Saya sayang kalian pembaca setia dan berakhlak.

******************

(Suasana hutan berselimut kabut kira-kira ginilah yah)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Suasana hutan berselimut kabut kira-kira ginilah yah)

Pagi buta ketika semua masih terlelap ia bersiap melarikan diri. Kabut setia memeluk pepohonan berkemul dengan dinginnya pagi. Namun usahanya sia-sia tertangkap Drabha. Lelaki itu tak tidur berjaga diatas pohon memeluk pedang.

"Saking pundi sampean? (Habis dari mana kau?)" curiga Rengga melihat Anila dan Drabha jalan berdua.

Tubuh Anila seketika menjadi gugup memilih menunduk. Sedangkan Drabha berjalan santai dibarisan belakang bersidekap.

"Kongkon pasukan siaga! (Suruh pasukan bersiap!)" seru Drabha.

Perjalanan berlanjut. Hari-hari yang Anila lalui semakin berat dengan medan jalan yang sama beratnya. Hutan masih asri tertutup ilalang. Kejadian semalam semakin menambah beban hidupnya. Ketika ditekan Blegur untuk mengatakan kapan dan letak pasti pintu gerbang itu terbuka.

Kepala Anila menoleh karena tamparan keras Blegur kini menatap lelaki tua itu. Tambah lagi satu luka disudut bibirnya. "Heh Monkey! Gunakan saja otakmu. Kenapa bertanya padaku?" geram Anila akhirnya mengeluarkan panggilan yang tak akan pernah Blegur mengerti. Jari menunjuk pelipisnya sendiri.

Tanda-tanda Mada nihil. Wajah Anila terlipat lesu, perutnya dibiarkan kosong berhari-hari membuat tubuhnya lemas. Ini namanya menyiksa diri sendiri. Sengaja menjatuhkan diri kedalam jurang kematian. Langkahnya semakin gontai hingga beberapa kali terjatuh menginggat ucapan Sang Dewi.

"Panca iku kekuatan awak. Nomer iku perlambang awakmu, kuat ngadepi kabeh masalah maring awakmu. (Panca adalah sebuah kekuatan diri. Angka itu perlambangkan dirimu, kuat menghadapi semua masalah yang menerpamu)."

Apakah ini maksud dari ucapan dewi itu? Tubuh Anila hampir limbung ke tanah kembali jika saja Drabha tidak memegang lengannya.

"Lepaskan! Saya tidak butuh bantuanmu!" sinis Anila menghempaskan tangan Drabha.

Drabha langsung bertindak mengendong Anila di punggung. Tak berpengaruh sekalipun rontaan lemah disertai umpatan wanita itu. Ia tetap diam sepanjang jalan menanjak. Akhirnya Anila lelah sendiri diam tertidur ketika ia menengok belakang tersenyum tipis. Walaupun tubuh Anila ringan jalanan menanjak semakin melelahkan bagi pemikulnya. Drabha tetap sabar berjam-jam mengedong tanpa mengeluh sedikit pun.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang