[7] Refleksi Kekecewaan dan Rasa Sesal

6K 653 115
                                    

Gerak-gerik sang ayah sukses menciptakan kernyitan halus di dahi tiga anak kembar tak seiras itu. Masing-masing dari mereka kontan berpikir, hal macam apa yang ingin ayah sampaikan hingga harus menghela napas beberapa kali seperti ini?

"Ayah ... "

Juna menghentikan ucapannya sesaat. Entah kenapa, lidahnya kelu untuk berucap. Berat mengatakan ini, tapi ia harus berani memulai. Satu lagi helaan napas ia ambil.

"Ayah bakal nyelesain semua pekerjaan ayah sampe tuntas dan kembali bulan depan. Setelah itu ayah janji ngga akan pergi ninggalin kalian lagi."


Hening beberapa detik.

"Tolong jangan berbelit-belit, Yah, langsung aja ke intinya." Arda berucap demikian sebab tak ingin menggantung harap semu yang ia tangkap dari kalimat sang ayah.

"Ayah ingin kita seperti dulu, Nak." Suara Juna kembali mengalun mengisi keheningan. Ketiga putranya terdiam, tak memberikan respon apapun.

"Ayah tau ini terlambat, tapi ayah mau memperbaiki hubungan kita. Ayah mau mengakhiri kebekuan kita selama beberapa tahun belakangan. Ayah mau kita sehangat dulu, bukan berjarak kayak gini."

Lagi, tak ada yang menyahuti ucapan Juna. Ketiga pemuda dengan hari lahir yang sama itu betah dalam bungkam, barangkali terlalu terkejut dengan penuturan sang ayah.

Memperbaiki hubungan. Bukankah ini terlalu mendadak? Angin segar apa yang menerpa ayah hingga berucap demikian?

Konyol. Begitu yang Alta pikirkan saat ini.

"Omong kosong." Alta terkekeh remeh, netra bambinya menatap Ares dan Arda bergantian dengan alis terangkat sebelah. "lo berdua percaya sama omong kosong ini?"

"Dengerinㅡ"

"Ngga ada yang bisa ayah perbaiki dan ngga perlu ada yang aku dengerin." Alta berucap dingin.

"Alta ... dekㅡ"

"Jangan panggil aku adek!" Alta membentak dengan napas yang mulai berkejaran. Alta tau, dirinya tak sopan. Namun, ia juga tak berdaya mengendalikan amarah yang terasa membakar dadanya.

"Ayah mohon, kasih ayah kesempatan kedua, Nak." Juna sama sekali tak marah atas bentakan bungsunya itu. Ia maklum, sikapnya selama ini pasti sudah terlalu banyak menorehkan rasa sakit.

"Ngga ada kesempatan kedua, ketiga atau yang lainnya. Sesuatu yang hancur ngga akan bisa ayah satuin kembali!" kata Alta geram. "Jangan membual, Yah!"

"ALTA!" Ini Arda yang berucap dengan nada yang tak kalah geram dari sang adik. Menurutnya, Alta sudah keterlaluan membentak sang ayah.

"Apa?! Lo mau termakan omong kosong ayah juga? Jangan bego, Alpharda!"

"Loㅡ" Ucapan Arda terhenti dan terinterupsi oleh perkataan Juna.

"Ini bukan omong kosong, Nak, ayah janji! Tolong percaya sama ayah. Ayah bakal lakuin apapun supaya kita kembali seperti dulu lagi," kata Juna sungguh-sungguh. Ia bergerak maju dari duduknya.

Alta mengukir senyum miring. "Ayah bakal lakuin apapun?" tanyanya, memastikan.

Juna mengangguk tanpa ragu. "Apapun, Nak, apapun."

"Kalo gitu, kembaliin bunda."

DEG.

Juna kontan mengatupkan kedua bilah bibirnya. Jalan napasnya seolah tertahan, menatap sendu tanpa bisa menyahuti ucapan bungsunya tersebut.

HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang